Kualitas Perguruan Tinggi Kita

- Editor

Rabu, 4 Mei 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Untuk pertama kali pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menilai dan memperingkatkan perguruan tinggi. Penilaian pada 2015 itu mencakup sumber daya manusia, manajemen, kegiatan kemahasiswaan, serta penelitian dan publikasi.

Hasil penilaian itu kemudian dipublikasikan sehingga semua pihak dapat melihat posisi perguruan tinggi (PT) tertentu relatif terhadap PT lain. Beberapa pihak puas, beberapa pihak lain terkejut, tak sedikit pula yang mempertanyakan validitas penilaian itu.

Terlepas dari beda respons itu, langkah Kemristek dan Dikti itu patut dihargai. Selain dapat digunakan sebagai cermin bagi setiap PT, adanya penilaian itu memungkinkan kita memperoleh gambaran tentang kualitas PT lebih obyektif, bukan atas dasar klaim PT masing-masing.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kesenjangan kualitas
Semua data terkait indikator kualitas dan kuantitas dosen berasal dari pangkalan data pendidikan tinggi (PDPT). Kelengkapan PDPT sendiri sangat bergantung pada data yang diunggah setiap PT. Sementara itu, data untuk indikator lain berasal dari berbagai sumber, termasuk Badan Akreditasi Nasional PT (BAN-PT) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Hasil penilaian pemerintah mengonfirmasikan adanya kesenjangan kualitas antara perguruan tinggi negeri (PTN) dan swasta (PTS). Sebagai gambaran, tak satu pun PTS yang masuk dalam peringkat 10 besar. Satu PTS, yaitu Universitas Petra, baru muncul dalam daftar 20 PT terbaik. Secara tak langsung hal itu menunjukkan bahwa Universitas Kristen Petra merupakan PTS terbaik di Tanah Air.

Jumlah PTS memang kemudian bertambah apabila daftar tersebut diperluas menjadi 50 besar, 100 besar, 200 besar, dan seterusnya. Namun, itu tak menutupi fakta betapa rendah kualitas PTS dibandingkan dengan mutu PTN. Secara keseluruhan rata-rata nilai untuk PTN adalah 1,525, jauh di atas rata-rata nilai untuk PTS yang 0,623.

Kesenjangan kualitas juga terlihat antara PT yang ada di Jawa dan di luar Jawa. Dalam kategori 10 besar, tak satu pun PT dari luar Jawa yang masuk kelompok tersebut. Tiga PTN dari luar Jawa (Universitas Hasanuddin, Universitas Andalas, dan Universitas Riau) baru muncul pada kelompok 20 besar. Sementara itu, PTS dari luar Jawa (Universitas Mahasaraswati dan Universitas Muslim Indonesia) baru muncul ketika daftar diperluas menjadi 50 besar.

Kesenjangan itu makin jelas setelah dilakukan perbandingan nilai rata-rata antara PT di Jawa dan PT di luar Jawa. Berdasarkan semua indikator secara keseluruhan, rata-rata nilai untuk PT di Jawa adalah 0,762, sedangkan PT di luar Jawa 0,559.

Perbedaan nilai tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan perbedaan antara PTN dan PTS. Hal itu merupakan indikasi bahwa pengaruh variabel status PT (negeri versus swasta) terhadap kualitas PT jauh lebih besar dibandingkan dengan pengaruh variabel lokasi (Jawa versus luar Jawa).

Kesenjangan kualitas antara PTN dan PTS dan antara PT di Jawa dan PT di luar Jawa terjadi di semua aspek penilaian (SDM, manajemen, kegiatan mahasiswa, penelitian, dan publikasi). Perlu dicatat bahwa di antara 10 PTS dengan peringkat tertinggi, hanya ada satu PTS yang berasal dari luar Jawa (Universitas Muslim Indonesia).

Terkait dengan kualitas PT di luar Jawa, secara khusus patut dicermati rendahnya kualitas pendidikan tinggi di Papua (termasuk Papua Barat). Dari 10 PT dengan peringkat terendah, semua merupakan PT yang berada di Papua. Selain itu, ada dua PTN yang perlu mendapat perhatian khusus karena memperoleh nilai minimal (nol) untuk semua aspek penilaian, yaitu Institut Seni Budaya Tanah Papua dan Akademi Komunitas Negeri Putra Sang Fajar Biak. Institut tersebut merupakan lembaga pendidikan yang dikelola pemerintah. Namun, kenyataan tersebut mengundang pertanyaan tersendiri.

Melihat empat aspek yang digunakan pemerintah untuk menilai PT, banyak yang menduga bahwa penelitian dan publikasi merupakan masalah utama. Kenyataannya tidak demikian.

Hasil penilaian menunjukkan bahwa rata-rata nilai terendah untuk keseluruhan PT ada pada aspek kegiatan mahasiswa, yaitu 0,007. Meski juga tak menggembirakan, rata-rata nilai untuk aspek penelitian dan publikasi sedikit lebih baik: 0,099.

Seriusnya masalah kualitas kegiatan mahasiswa juga dapat dilihat dari fakta bahwa sebuah PTN terkemuka, yaitu Universitas Hasanuddin, mendapatkan nilai nol untuk aspek ini. Meski demikian, perlu juga dicatat bahwa sebuah PTN (Universitas Gadjah Mada) mendapatkan nilai sempurna (4) untuk aspek yang sama.

Jika ditelusuri lebih lanjut, salah satu persoalan terkait aspek kualitas kegiatan mahasiswa terletak pada indikator yang digunakan, yaitu prestasi (emas, perak, perunggu) pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional dan prestasi dalam lomba berskala internasional. Dengan indikator seperti itu, jelas tidak (akan) banyak PT yang mendapat nilai baik.

Sebagaimana disinggung sebelumnya, meski tak seburuk kegiatan mahasiswa, aspek kualitas penelitian dan publikasi juga lemah. Ada tiga indikator yang digunakan: kualitas penelitian menurut Ditjen Dikti, serta jumlah dokumen dan artikel ilmiah yang terindeks Scopus.

Dengan kriteria yang cukup berat itu, Institut Teknologi Bandung (ITB) masih mampu mendapatkan nilai sempurna (4) untuk aspek tersebut. PTN lain, seperti Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia, dan UGM juga mendapatkan nilai baik (3,0 atau 3,1), meski terpaut jarak cukup jauh dengan ITB.

Dari kalangan PTS, meski tak ada yang mendapat nilai lebih dari dua, beberapa PT seperti Universitas Kristen Petra, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Bina Nusantara, dan Universitas Gunadarma mendapat nilai cukup baik.

Lemahnya aspek kualitas kegiatan mahasiswa sangat terlihat di luar Jawa. Sebagai ilustrasi, PTN di luar Jawa dengan nilai tertinggi untuk aspek tersebut (Universitas Sumatera Utara) hanya mendapatkan nilai 0,4.

Aspek manajemen sebenarnya juga tak terlalu baik. Untuk semua PT yang dinilai, rata-rata nilainya hanya 0,609, jauh di bawah nilai maksimum (4). Meski demikian, beberapa PT mendapatkan nilai sangat baik, seperti UGM dan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (keduanya dapat nilai 4), juga Unhas (3,8).

Sementara itu, kualitas dan kuantitas SDM (dosen) yang sering diributkan banyak orang ternyata malah jadi aspek dengan rata-rata nilai tertinggi dibandingkan dengan tiga aspek lain. Untuk keseluruhan PT, nilai rata-ratanya adalah 1,477. PT dengan nilai tertinggi untuk aspek SDM adalah IPB (dengan nilai 4). PT di luar Jawa pun ada yang mendapat nilai mendekati sempurna, yaitu Unhas (3,8).

Segera terlihat
Satu masalah yang segera terlihat dari hasil penilaian tersebut di atas adalah rendahnya kualitas PTS, terutama PTS yang berada di luar Jawa. Di sini pemerintah memang menghadapi dilema. Di satu sisi, kesempatan untuk menempuh pendidikan tinggi memang perlu diperluas dengan melibatkan PTS, tetapi di sisi lain pengawasan terhadap kualitas tetap harus dijaga. Dalam jangka pendek pemerintah disarankan menempatkan pengawasan demi menjaga kualitas PTS sebagai prioritas.

Atas meningkatnya luas ruang lingkup kegiatan mahasiswa, disarankan agar Kemristek dan Dikti memperluas ruang lingkup penilaian aspek kualitas kegiatan kemahasiswaan agar mencakup hal-hal yang nonakademis. Akan tetapi, jika tidak ada perubahan variabel penilaian, untuk memperoleh nilai tinggi PT sebaiknya mengarahkan kegiatan mahasiswa lebih banyak pada kegiatan ilmiah, khususnya penelitian.

Perluasan variabel penilaian juga disarankan untuk dilakukan pada aspek kualitas kegiatan penelitian. Publikasi dalam skala nasional, juga penyebarluasan ilmu pengetahuan kepada masyarakat, diharapkan mendapat porsi yang lebih besar karena hal itu juga tak kalah penting dibandingkan dengan publikasi yang berskala internasional.

Edy Priyono, Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik Akademika
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Mei 2016, di halaman 7 dengan judul “Kualitas Perguruan Tinggi Kita”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB