Konservatisme Mengancam Keberlangsungan KB

- Editor

Selasa, 23 April 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Keberhasilan pelaksanaan program keluarga berencana di Indonesia pada masa lalu tidak terlepas dari besarnya dukungan para pimpinan dan tokoh agama. Namun, menguatnya konservatisme pada sejumlah anak muda dan kelompok agama membuat upaya mengendalikan penduduk demi terciptanya manusia berkualitas itu menghadapi tantangan baru.

Di era Orde Baru, program KB berjalan sukses hingga menghasilkan bonus demografi yang dinikmati Indonesia saat ini. Namun pascareformasi, program KB melemah hingga tingkat fertilitas (TFR) stagnan di angka 2,6 selama lebih dari satu dekade. Meski kini TFR turun di angka 2,4, menguatnya konservatisme beragama tetap perlu dicermati dalam pelaksanaan KB.

KOMPAS–Pelayananan KB Keliling – Ida (39), bersiap mendapat pemasangan kontrasepsi jenis spiral di dalam mobil pelayanan keluarga berencana (KB) di kawasan Pesanggrahan, Jakarta. Pelayananan KB keliling secara gratis bermanfaat bagi warga karena mereka tidak perlu pergi ke puskesmas untuk memasang kontrasepsi.Kompas/Yuniadhi Agung (MYE)18-02-2015

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menguatnya sikap konservatif beragama terkait KB itu biasanya ditandai dengan penolakan program KB, mendukung upaya keluarga mempunyai anak banyak, kawin muda, hingga dorongan untuk berpoligini. Selama ini, tokoh-tokoh kelompok konservatif dan anak muda yang menolak KB itu kurang dirangkul pemerintah maupun lembaga pegiat KB.

“Di masa lalu, dukungan tokoh agama besar karena mereka memandang KB sesuai dengan prinsip-prinsip agama,” kata Samidjo, Staf Program Nasional untuk Advokasi dari Badan Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) Indonesia di sela Pelatihan Internasional Membangun Kemitraan Strategis dengan Pemimpin Agama dalam Program KB, di Solo, Senin (22/4/2019).

Para tokoh agama itu menjadi jembatan pemerintah untuk memberi pemahaman masyarakat tentang KB. Dukungan tokoh agama itu juga muncul dengan mengajarkan seluk beluk KB di lembaga pendidikan yang mereka kelola. Mereka juga memberikan layanan KB melalui klinik dan rumah sakit yang dikelola oleh berbagai kelompok agama.

Karena itu, fasilitator program pelatihan internasional Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Furqan IA Faried menilai para tokoh agama dengan pandangan konservatif itu perlu didekati, bukan malah dijauhi. Selama ini, pendekatan terhadap tokoh agama dalam pelaksanaan KB masih terfokus pada tokoh atau kelompok tertentu yang sudah mendukung KB.

“Kelompok baru itu perlu terus didekati dan dirangkul hingga pola pikir mereka tentang KB berubah pelan-pelan,” katanya.

Informasi yang benar
Upaya itu diyakini akan memberikan hasil karena sebagian di antara tokoh agama yang kini mendukung KB, sebelumnya juga menentang program pengendalian jumlah penduduk. Pendekatan yang baik setidaknya akan membuat kelompok konservatif terpapar informasi yang benar tentang KB hingga merangsang mereka untuk berpikir lebih obyektif.

Menurut Furqan, pandangan mereka yang menolak KB itu umumnya itu didasari atas tidak komprehensifnya mereka dalam mengkaji agama. Karena itu, munculnya pandangan curiga bahwa KB menjadi alat politik untuk memperkecil jumlah kelompok mereka, sulit dihindari.

Meski demikian, baik Samidjo maupun Furqan mengingatkan, stagnannya TFR tidak semuanya dipicu oleh peningkatkan pandangan konservatif di masyarakat. Stabilnya tingkat fertilitas itu juga bisa dipicu oleh melemahnya program KB dan proses desentralisasi hingga membuat KB tidak lagi menjadi prioritas pembangunan.

Di sisi lain, KB perlu dikampanyekan lebih variatif, bukan sekedar penggunaan alat kontrasepsi semata. Hingga kini, mispersepsi KB adalah alat kontrasepsi masih tertanam kuat di masyarakat. Untuk itu, program KB bisa dikenalkan melalui program-program kesejahteraan yang berkorelasi langsung dengan kehidupan masyarakat.

Sementara itu, pelatihan membangun kemitraan dengan tokoh agama tentang pelaksanaan KB itu tahun ini memasuki penyelenggaraan yang ketujuh. Pelatihan tahun 2019 ini, diikuti peserta dari 10 negara, yaitu Mesir, Sudan, Mali, Niger, Pakistan, Banglades, Nepal, Srilanka, Filipina dan Indonesia. Pelatihan itu digelar dalam kerangka Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular.

Kepala Pusat Pelatihan, Kerjasama Internasional Kependudukan dan KB BKKBN, Hermansyah mengatakan pelatihan itu dilakukan untuk menyebarkan pengalaman Indonesia yang dianggap berhasil mendapat dukungan tokoh agama dalam menjalankan program KB.

“Tokoh agama berperan penting dalam capaian program KB,” katanya. Selain itu, peserta juga bisa saling belajar dari keberhasilan praktik unik pelaksanaan program KB di negara-negara lain.

Oleh M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 23 April 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB