Konservasi Mikroorganisme Perlu Segera Diatur

- Editor

Minggu, 16 Juni 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Anggota Tim Ekspedisi Serayu sedang mencari mikroorganisme bentos atau hewan yang hidup di hulu Sungai Serayu di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. selain mengungkap keanekaragaman hayati di sepanjang sungai, penelusuran sungai sepanjang sekitar 181 kilometer tersebut juga dilakukan untuk menggali kekayaan sosial dan budaya masyarakat. Sungai Serayu yang berhulu di Kabupaten Wonosobo, melintasi Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, dan Cilacap.

Gregorius Magnus Finesso/GRE

Anggota Tim Ekspedisi Serayu sedang mencari mikroorganisme bentos atau hewan yang hidup di hulu Sungai Serayu di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. selain mengungkap keanekaragaman hayati di sepanjang sungai, penelusuran sungai sepanjang sekitar 181 kilometer tersebut juga dilakukan untuk menggali kekayaan sosial dan budaya masyarakat. Sungai Serayu yang berhulu di Kabupaten Wonosobo, melintasi Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, dan Cilacap. Gregorius Magnus Finesso/GRE

Konservasi mikroorganisme perlu segera diatur karena regulasi tentang konservasi yang ada belum mengatur konservasi mikroorganisme. Indonesia saat ini hanya memiliki satu regulasi terkait konservasi yaitu Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang hanya mengatur konservasi flora dan fauna.

Anggota Tim Ekspedisi Serayu sedang mencari mikroorganisme bentos atau hewan yang hidup di hulu Sungai Serayu di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. selain mengungkap keanekaragaman hayati di sepanjang sungai, penelusuran sungai sepanjang sekitar 181 kilometer tersebut juga dilakukan untuk menggali kekayaan sosial dan budaya masyarakat. Sungai Serayu yang berhulu di Kabupaten Wonosobo, melintasi Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, dan Cilacap.
Gregorius Magnus Finesso/GRE

KOMPAS.GREGORIUS MAGNUS FINESSO–Anggota Tim Ekspedisi Serayu sedang mencari mikroorganisme bentos atau hewan yang hidup di hulu Sungai Serayu di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. selain mengungkap keanekaragaman hayati di sepanjang sungai, penelusuran sungai sepanjang sekitar 181 kilometer tersebut juga dilakukan untuk menggali kekayaan sosial dan budaya masyarakat. Sungai Serayu yang berhulu di Kabupaten Wonosobo, melintasi Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, dan Cilacap.–Gregorius Magnus Finesso/GRE

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Kami, LIPI, berupaya mengurangi kepunahan mikroorganisme. Kami membuat rancangan Peraturan Presiden tentang Pengelolaan Mikroorganisme. Peraturan yang ada hanya terkait konservasi flora dan fauna. Tidak ada tentang mikroorganisme,” kata Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Enny Soedarmonowati, saat dihubungi di Jakarta (13/6/2019). Rancangan peraturan itu disusun tahun 2017 bersama dua kementerian terkait, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Kesehatan.

“Sampai sekarang belum selesai. (Padahal) Itu urgen untuk diterbitkan. Kalau berlama-lama nanti keburu banyak yang hilang. Mikroorganisme ini yang agak susah karena baru belakangan banyak ditemukan spesies baru,” tambah Enny. Jika tumbuhan hilang, maka mikroorganisme juga akan hilang. Mikroorganisme ada di mana-mana termasuk dalam tubuh serangga dan di tanah.

Aset penting
“Mikroorganisme adalah aset penting negara untuk dilindungi, dijaga keberlangsungan hidupnya untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan guna kesejahteraan rakyat. Untuk itu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menginisiasi menyiapkan regulasi pengelolaan mikroorganisme,” kata Enny, seperti dimuat dalam laman resmi LIPI.

Profesor Riset Bidang Biologi LIPI, Rosichon Ubaidillah menambahkan, “Dengan adanya peraturan tentang mirkoorganisme ini, kita bisa menjaga kekayaan alam dan mendapat manfaat demi kepentingan Indonesia.” “Peneliti asing boleh mengakses dan mengembangkannya sampai ke tingkat industri tapi harus ada pembagian keuntungan dengan Indonesia,” ujarnya. Hal itu diatur dalam Protokol Nagoya tentang Akses dan Pembagian Manfaat (Access and Benefit Sharing). Indonesia telah meratifikasi Protokol Nagoya.

Rosichon mengakui, soal mikroorganisme di Indonesia sampai kini belum banyak diketahui dan datanya amat terbatas. Tentang mikroba misalnya, kini paling banyak dicari untuk kebutuhan manusia: untuk kepentingan kesehatan, kebutuhan pangan, untuk kebutuhan perbaikan lingkungan, untuk bioenergi. “Mikroba ini telah menjadi perebutan di dunia, di negara maju,” katanya.–BRIGITTA ISWORO LAKSMI

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 15 Juni 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB