Pencemaran limbah di Sungai Citarum dari industri pabrik tekstil acapkali berupa cairan berwarna merah, hitam, biru yang diakibatkan pewarna kain. Untuk menjernihkan limbah berwarna ini, Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menyodorkan solusi berupa komposit karbon aktif yang bisa menyerap warna-warna tersebut. Saat ini, temuan terkini tersebut dalam pendaftaran untuk mendapat paten.
Karbon aktif atau arang ini merupakan pengembangan lebih lanjut untuk memanfaatkan limbah pembakaran biooil yang diperoleh dari proses termal berupa pirolisis. Puslit Kimia LIPI saat ini juga mengembangkan pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit, limbah dari perkebunan sawit, menjadi bio hidrokarbon, sebagai bahan pembuatan bahan bakar diesel, avtur, dan bensin.
Proses pirolisis yang menyisakan arang itu dimanfaatkan Andreas, peneliti Puslit Kimia LIPI, untuk menjadi bahan dasar pembuatan komposit. Untuk saat ini, komposit yang dihasilkan merupakan pencampuran karbon aktif dengan senyawa mengandung besi dan karbon aktif dengan campuran tanah diatom.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Industri tekstil yang paling banyak dibuang limbahnya itu pewarna. Sangat umum diketahui karbon aktif dapat menyerap warna dan bau, kami lakukan modifikasi agar (bisa bekerja) lebih optimal,” kata Andreas, peneliti Puslit Kimia LIPI, Selasa (30/4/2019) di Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
Penyerapan warna
Ia menunjukkan percobaan yang telah dilakukan dengan menggunakan komposit karbon aktif tersebut bisa menyerap 98 persen pewarna pada air. Untuk saat ini, uji coba penelitian baru pada warna biru.
Untuk pemanfaatan komposit pada penyerapan warna-warna lain, kata dia, tinggal mengubah keasaman lingkungan saja agar komposit optimal bekerja. “Kemampuan penyerapan umumnya dipengaruhi faktor keasaman. Karena ada beberapa warna (bisa diserap) dalam keadaan basa atau dalam asam,” kata dia.
Ia memaparkan, komposit AC-Fe (Activated Carbon – Iron Oxide) dapat mengadsorpsi senyawa berbahaya pada air limbah jenis Remazol Brilliant Blue R (RBBBR) Dye sebanyak 98,18 persen dalam waktu 30 menit. Pada limbah sejenis, dengan menggunakan AC-DE (Activated Carbon – Diatomite) tingkat adsporpsi sebanyak 89,68 persen dalam waktu 30 menit.
Contoh lain, AC-Fe dapat mengardsorbsi senyawa Sodium tripolifosfat sebesar 97,28 persen dalam waktu 360 menit atau 6 jam. Untuk limbah sejenis, dengan menggunakan AC-DE, tingkat penyerapan mencapai 96,19 persen dalam waktu 60 menit.
Andreas memilih penggunaan campuran senyawa mengandung besi dan diatomae karena bahan-bahan ini mudah ditemui di Indonesia. Untuk formula dan proses pencampurannya, ia masih enggan membeberkan. Alasannya, hal itu terkait pendaftaran paten yang sedang dilakukannya.
–Andreas (berdiri), peneliti Pusat Penelitian Kimia LIPI, Selasa (30/4/2019) di Puspiptek Serpong Tangsel, Banten, menunjukkan hasil riset komposit karbon aktif penyerap limbah zat pewarna pada industri tekstil.
Penelitian ini tak berhenti di situ saja. Ia masih mencari solusi untuk menghancurkan senyawa pewarna yang bersifat berbahaya bagi lingkungan tersebut setelah terikat dengan karbon aktif. Salah satu caranya dengan memanfaatkan jamur pelapuk putih.
Beberapa hasil yang didapat dengan menggunakan sel bebas Trametes versicolor U97, senyawa Remazol Brilliant Blue R bisa didekolorisasi sebesar 86 persen dengan waktu inkubasi 6 jam. Contoh lain, penggunanan pelet kompleks (karbon aktif dan mycelia Trametes versicolor) untuk senyawa tersebut bisa diserap sebanyak 94,92 persen dalam waktu inkubasi 48 jam.
Andreas berharap hasil penelitian ini nantinya bisa dimanfaatkan kalangan industri dalam proses instalasi pengolahan air limbah. “Juga bisa dimanfaatkan pemerintah untuk menyusun kebijakan,” kata dia.
Salah satunya adalah, untuk program Citarum Harum yang ingin memulihkan sungai terpanjang di Jawa Barat tersebut. Badan air sungai ini menjadi media pembuangan air limbah, yang berulang kali ditemukan air limbah belum diolah dan berwarna, sekitar dua ribuan pabrik berkegiatan di sepanjang sungai.
Selain limbah pabrik, Sungai Citarum sepanjang 297 kilometer itu juga pernah dijuluki sebagai tempat pembuangan sampah raksasa dari berbagai sampah rumah tangga. Mikroplastik dari sampah maupun limbah tekstil diduga berada di badan sungai serta hingga kini belum ditentukan baku mutunya.
Terkait baku mutu kandungan mikroplastik pada sungai, beberapa waktu lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyambut baik dan membuka diri. “Kita tidak ada masalah kita juga bikin baku mutu di Citarum. Saya sangat memahami kebutuhan hal-hal baik untuk kesehatan lingkungan,” ujarnya.
Oleh ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 2 Mei 2019