Ketindihan Bukan karena Gangguan Hantu

- Editor

Kamis, 2 Juli 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Terbangun tetapi tidak bisa bergerak, bicara, ataupun bernapas. Jangan khawatir, ketindihan umumnya bukan gangguan kesehatan serius ataupun gangguan makhluk halus.

Anda mungkin pernah mengalami terbangun dari tidur, namun tidak bisa bergerak, tidak mampu bicara, bahkan napas pun tercekat. Adakalanya kita merasa ditindih atau sebaliknya merasa melayang atau melihat bayangan sosok di sekitar kita. Kejadiannya hanya dalam hitungan detik sampai menit, tetapi terasa sangat lama.

Kita mengenalnya sebagai ketindihan (sleep paralysis). Semula, fenomena itu dipercaya sebagai gangguan roh atau makhluk halus jahat. Setiap budaya memiliki mitos sendiri mengenai hal itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Belakangan, sejumlah penelitian mendapatkan, ketindihan terjadi ketika mekanisme otak dan tubuh tidak selaras sehingga tahapan tidur tidak dilalui dengan mulus. Gangguan tidur yang termasuk parasomnia ini umum terjadi dan tidak berbahaya.

Laman WebMD memaparkan, ada dua jenis ketindihan, yakni ketindihan hipnagogik (predormital) dan ketindihan hipnopompik (postdormital). Saat kita tidur, otot tubuh perlahan menjadi santai. Jika otak tetap aktif, terjadilah ketindihan hipnagogik.

Selama tidur, tubuh akan mengalami tidur dengan gerakan mata cepat (rapid eye movement/REM) dan gerakan mata tidak cepat (non-rapid eye movement/NREM). Satu siklus REM dan NREM berlangsung sekitar 90 menit. Tidur dengan NREM berlangsung sekitar 75 persen dari waktu tidur. Pada saat itu, suhu tubuh dan tekanan darah menurun, tubuh beristirahat dan memperbaiki sel-selnya.

Di akhir waktu tidur, tahapan menjadi REM. Mata bergerak cepat dan mimpi terjadi. Namun, otot tubuh tetap santai. Jika Anda terjaga sebelum siklus REM selesai, terjadi ketindihan hipnopompik.

KOMPAS—Siklus Tidur

Terkait halusinasi berupa bayangan, Daniel Denis, peneliti pascadoktoral bidang psikiatri di Rumah Sakit Beth Israel Deaconess di Boston, Amerika Serikat, dalam Live Science, 10 Mei 2019, mencoba memberi perkiraan penyebab.

”Amigdala sangat aktif pada tahap tidur REM. Bagian otak ini merespons rasa takut dan memori emosional. Namun, di lingkungan, tidak ada penyebab rasa takut. Jadi, otak memberi solusi (dengan halusinasi),” katanya. Meski demikian, penyebab sebenarnya dari halusinasi belum diketahui.

Diperkirakan, empat dari 10 orang mengalami ketindihan. Umumnya ketindihan mulai dirasakan di masa remaja atau dewasa muda (20-30 tahun), baik pada laki-laki maupun perempuan.

Faktor penyebab
Kajian Daniel Denis dan tim peneliti dari Inggris terhadap 42 penelitian tentang gangguan tidur itu, yang dimuat di jurnal Sleep Medicine, April 2018, menyatakan, prevalensi rata-rata ketindihan 8 persen di masyarakat umum. Non-Kaukasia lebih sering mengalami ketindihan dibandingkan Kaukasia.

Penyebab ketindihan antara lain faktor genetik, riwayat trauma, gangguan psikiatri (misalnya bipolar), gangguan fisik, dan kualitas tidur yang buruk. Frekuensi dan tingkat keparahan ketindihan dikaitkan dengan kecemasan dan kurang tidur.

Hal lain, pola tidur tidak teratur, tidur telentang, stres, minum obat tertentu, ataupun penyalahgunaan obat terlarang. Bisa juga akibat gangguan tidur, seperti narkolepsi, yakni gangguan kendali tidur yang ditandai dengan rasa kantuk berlebihan di siang hari sehingga bisa tertidur mendadak.

Cara mengatasi hal itu, demikian Medical News Today, bisa dilakukan antara lain dengan mengatur pola tidur. Pastikan cukup tidur dengan jadwal teratur, juga tidur di lingkungan nyaman, bersih, dengan lampu redup. Bisa juga dibantu dengan mendengarkan musik yang menenangkan menjelang tidur, yoga, atau meditasi. Berusaha bersantai dengan mengelola dan mengatasi stres, kecemasan, ataupun depresi.

Berolahraga teratur bisa membantu, tetapi jangan empat jam sebelum tidur. Hindari minum alkohol dan kafein di malam hari. Jangan tidur telentang dan tidur sore lebih dari 1,5 jam. Jangan menggunakan gawai menjelang tidur atau taruh di luar kamar. Jika ketindihan berlarut-larut sehingga menyebabkan kurang tidur, segera periksa ke dokter.

Tidak ada pengobatan khusus untuk ketindihan. Umumnya dokter akan menyarankan pasien untuk memperbaiki pola tidur dan mempertahankan rutinitas tidur yang baik. Jika tidak membaik, menurut Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris, penderita akan diberi antidepresan dosis rendah untuk membantu mencegah ketindihan.

Oleh ATIKA WALUJANI MOEDJIONO

Editor: ATIKA WALUJANI MOEDJIONO

Sumber: Kompas, 2 Juli 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 19 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB