Keterbukaan Data Eksplorasi Dibutuhkan

- Editor

Jumat, 28 April 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Keterbukaan data eksplorasi minyak dan gas bumi dari sejumlah survei geologi dan seismik di Indonesia amat dibutuhkan. Itu menyusul posisi ketahanan energi nasional dalam kondisi membahayakan seiring menurunnya produksi dan nihilnya eksplorasi cadangan baru.

Di sisi lain, data eksplorasi hasil survei seismik dan migas tak bisa serta merta diakses karena ada perjanjian hukum bersama sejumlah perusahaan asing. Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) Benyamin Sapiie, Jumat (25/8), di Bandung, Jawa Barat, menyebut, mutu data itu melampaui yang dimiliki pemerintah lewat survei oleh sejumlah instansi terkait.

Hal itu khususnya jika terkait data dari survei seismik dan geologi di Papua. Lebih khusus lagi, data terkait kondisi kebumian di bawah bentang Laut Kepala Burung (Bird Head Seascape).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebagian data itu dihasilkan dari riset oleh sejumlah perusahaan migas asing dan perguruan tinggi. Menurut perjanjian, dalam tenggang waktu tertentu, data dikembalikan ke negara meski ada kemungkinan perpanjangan masa kepemilikan data. “(Tetapi) saat data harus kembali ke negara, kok tak bisa. Ternyata (data) tak ada,” kata Benyamin.

Kewajiban hukum
Namun, pihaknya tak bisa melakukan langka apa pun karena ada kewajiban hukum. Negara bisa mendapat data itu jika perguruan tinggi dijamin bebas tuntutan hukum dari perusahaan migas terkait. “Ternyata negara juga tak bisa,” ujarnya.

Jika eksplorasi tak dilakukan untuk menemukan cadangan migas baru, dalam 10-12 tahun ke depan, Indonesia diperkirakan kehabisan energi. Itu termasuk belum ada eksplorasi cadangan migas nonkonvensional, seperti shale oil dalam volume kecil.

Sebelumnya, kesulitan mendapat data kebumian dari survei seismik dan geologi yang dilakukan industri migas asing juga diungkapkan pada Simposium Nasional II Gempa Bumi dan Tektonik Aktif di ITB, November 2012. Menurut catatan Kompas, kesulitan itu menyusul perjanjian antara pemerintah dan perusahaan pembuat data itu tak bisa dibagi pemerintah meski untuk mitigasi bencana.

Peneliti geologi kelautan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Susilo Hadi, menyebut survei seismik oleh perguruan tinggi, seperti dilakukan Benyamin dan tim bekerja sama dengan sejumlah perusahaan migas asing, lebih bagus. Sebab, tujuan survei berbeda dan tuntutan industri dengan standar mutu lebih tinggi. (ICH/INK)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Agustus 2017, di halaman 14 dengan judul “Keterbukaan Data Eksplorasi Dibutuhkan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB