Keterbukaan data eksplorasi minyak dan gas bumi dari sejumlah survei geologi dan seismik di Indonesia amat dibutuhkan. Itu menyusul posisi ketahanan energi nasional dalam kondisi membahayakan seiring menurunnya produksi dan nihilnya eksplorasi cadangan baru.
Di sisi lain, data eksplorasi hasil survei seismik dan migas tak bisa serta merta diakses karena ada perjanjian hukum bersama sejumlah perusahaan asing. Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) Benyamin Sapiie, Jumat (25/8), di Bandung, Jawa Barat, menyebut, mutu data itu melampaui yang dimiliki pemerintah lewat survei oleh sejumlah instansi terkait.
Hal itu khususnya jika terkait data dari survei seismik dan geologi di Papua. Lebih khusus lagi, data terkait kondisi kebumian di bawah bentang Laut Kepala Burung (Bird Head Seascape).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagian data itu dihasilkan dari riset oleh sejumlah perusahaan migas asing dan perguruan tinggi. Menurut perjanjian, dalam tenggang waktu tertentu, data dikembalikan ke negara meski ada kemungkinan perpanjangan masa kepemilikan data. “(Tetapi) saat data harus kembali ke negara, kok tak bisa. Ternyata (data) tak ada,” kata Benyamin.
Kewajiban hukum
Namun, pihaknya tak bisa melakukan langka apa pun karena ada kewajiban hukum. Negara bisa mendapat data itu jika perguruan tinggi dijamin bebas tuntutan hukum dari perusahaan migas terkait. “Ternyata negara juga tak bisa,” ujarnya.
Jika eksplorasi tak dilakukan untuk menemukan cadangan migas baru, dalam 10-12 tahun ke depan, Indonesia diperkirakan kehabisan energi. Itu termasuk belum ada eksplorasi cadangan migas nonkonvensional, seperti shale oil dalam volume kecil.
Sebelumnya, kesulitan mendapat data kebumian dari survei seismik dan geologi yang dilakukan industri migas asing juga diungkapkan pada Simposium Nasional II Gempa Bumi dan Tektonik Aktif di ITB, November 2012. Menurut catatan Kompas, kesulitan itu menyusul perjanjian antara pemerintah dan perusahaan pembuat data itu tak bisa dibagi pemerintah meski untuk mitigasi bencana.
Peneliti geologi kelautan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Susilo Hadi, menyebut survei seismik oleh perguruan tinggi, seperti dilakukan Benyamin dan tim bekerja sama dengan sejumlah perusahaan migas asing, lebih bagus. Sebab, tujuan survei berbeda dan tuntutan industri dengan standar mutu lebih tinggi. (ICH/INK)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Agustus 2017, di halaman 14 dengan judul “Keterbukaan Data Eksplorasi Dibutuhkan”.