WHO Prediksi Kasus Akan Terus Meningkat
Sekitar 50 persen dari 8,2 juta kematian akibat kanker terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Angka tersebut diperkirakan terus bertambah. Empat mitos keliru menjadi salah satu faktor tingginya angka kematian di negara berkembang itu.
Dokter pada Divisi Hematologi Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Abdul Muthalib, menyebut empat mitos itu dalam seminar awam ”Mengenal Kanker dan Cara Menyikapinya”, di Rumah Sakit Gading Pluit, Jakarta, Sabtu (6/9).
Mitos pertama, kata Abdul, anggapan bahwa kanker hanya masalah kesehatan. Padahal, saat seseorang terkena kanker, dampaknya tak hanya pada masalah kesehatan. ”Secara sosial ekonomi akan ada gangguan. Bahkan, bisa berujung kemiskinan,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mitos kedua, kanker menyerang orang kaya berusia lanjut. Kenyataannya, kanker wabah global yang menyerang siapa saja tanpa memandang usia dan kelas ekonomi. Untuk itu, pola hidup sehat dan bebas rokok jadi keharusan menghindari kanker.
Selanjutnya, ada asumsi bahwa kanker itu vonis kematian sehingga seseorang memilih pasrah. ”Ini salah. Saat kanker terdeteksi dini dan diobati benar, 90 persen bisa bersih,” kata Kepala Departemen Radiologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Soehartati Gondowiardjo.
Oleh karena itu, ia mendorong agar dilakukan deteksi dini dan tes penapisan (screening), seperti pap smear supaya dapat diobati. Penelitian di Amerika Serikat, tes pap smear menurunkan angka kematian akibat kanker leher rahim hingga 50 persen.
Mitos terakhir adalah menganggap kanker sebagai nasib. Padahal, kanker dengan stadium lanjut pun berpotensi sembuh. Contohnya, Diana (42) yang sembuh dari kanker payudara. Ia bercerita, kanker yang ditemukan dalam tubuhnya kala itu sudah masuk stadium lanjut.
Namun, ia mulai menjalani berbagai terapi pengobatan dari penyinaran hingga kemoterapi secara rutin. Ia pun menjalani pola hidup sehat dengan banyak mengonsumsi sayur dan buah, serta aktif berolahraga. Hasilnya, Diana yang divonis kanker pada tahun 1999 dinyatakan bersih.
Perempuan rentan
Soehartati mengatakan, pencegahan dan deteksi dini sebaiknya dilakukan, khususnya bagi perempuan. Dua kanker yang mengakibatkan kematian tertinggi adalah kanker payudara dan kanker leher rahim pada perempuan.
Merujuk data Lembaga Penelitian Kanker Internasional (IARC) di bawah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 275.000 perempuan dari negara berkembang meninggal setiap tahunnya akibat kanker leher rahim. Sementara, tahun 2012, kanker payudara mengakibatkan 522.000 perempuan meninggal.
”Rutin lakukan tes. Saya sebagai dokter pun melakukan pap smear tiap lima tahun sekali sebagai antisipasi,” kata Soehartati.
Tes perlu dilakukan karena perkembangan kanker ini tidak terlihat dan tak memperlihatkan gejala jelas. Masa perkembangannya 3-17 tahun. ”Karena itu, tes harus dilakukan teratur,” jelasnya.
Deteksi dini
Dari Yogyakarta, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan bekerja sama dengan Yayasan Kanker Indonesia menggalakkan deteksi dini kanker leher rahim (serviks) di DI Yogyakarta. Tahun ini, deteksi dini kanker serviks ditargetkan dilakukan kepada 5.000 perempuan di DIY sehingga jumlah kematian akibat kanker serviks ditekan.
”Deteksi dini terhadap penderita kanker serviks merupakan salah satu cara menurunkan risiko kematian akibat penyakit tersebut,” kata Kepala BPJS Kesehatan Divisi Regional Jawa Tengah-DIY Andayani Budi Lestari seusai peluncuran Gerakan Nasional Promotif Preventif Deteksi Dini Kanker Leher Rahim, pekan lalu.
”Bagi peserta BPJS Kesehatan, tes pap smear bisa dilakukan secara gratis. Inilah yang akan kami sosialisasikan terus-menerus,” katanya.
Data WHO, tahun 2015 diperkirakan akan muncul 11 juta kasus baru dan 25 juta orang di negara berkembang hidup dengan kanker. Tahun 2030, angka itu diprediksi naik 200 persen hingga 300 persen. (A04/HRS)
Sumber: Kompas, 8 September 2014