Persoalan pertambahan penduduk sebenarnya sudah banyak didiskusikan, bahkan sejak abad ke-17. Teori kependudukan Malthus juga lahir pada abad itu.
Thomas Robert Malthus (1766-1834) adalah ekonom dari Inggris. Dalam karyanya, ”The Essay on the Principle of Population”, Malthus menyebutkan pertumbuhan penduduk seperti deret ukur dan pangan seperti deret hitung.
Teori Malthus berdampak besar terhadap kebijakan kependudukan di Inggris dan dunia. Kalau semula masyarakat percaya banyak anak banyak rezeki, terkait kecukupan pangan muncul pemikiran bahwa sedikit anak akan lebih menyejahterakan anak sekaligus keluarga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kenyataannya peningkatan jumlah populasi terkait dengan banyak hal: kemampuan pemerintah menyediakan kebutuhan perumahan, lapangan kerja, kesempatan sekolah, ketersediaan pangan, dan fasilitas kesehatan.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA–Banner tentang alat kontrasepsi dipasang di salah satu stan peserta Pameran Peringatan Hari Keluarga Nasional XXI di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (12/6/2014).
Pelbagai alasan itu pula yang melandasi introduksi keluarga berencana di Indonesia. Kalau pada tahun 1969 sudah 100.000 orang menerima alat kontrasepsi di Jawa dan Bali, tahun 1970 diharapkan tercapai 200.000 penerima.
Di awal pengenalan pengendalian kelahiran di Indonesia, sejumlah obat dan alat kontrasepsi dibagikan ke 13 instansi pemerintah yang memiliki klinik keluarga berencana. Pola kebijakan Orde Baru yang serba top down membuat program yang populer dengan sebutan KB itu berjalan demi target. Pelaksanaan yang koersif—pemaksaan dalam bentuk insentif-disinsentif ataupun langsung—kala itu, banyak dicatat aktivis hak asasi manusia.
Keluarga berencana sebenarnya lebih dari sekadar hitung- hitungan ekonomi. Ia berperan menurunkan angka kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir sekaligus menjaga kesehatan reproduksi. Apalagi, kehadiran revolusi pertanian telah membuat produksi pangan berlipat dan mematahkan teori Malthus.
Betul kontrasepsi masih lebih banyak untuk perempuan walau upaya koersif sudah jarang, tetapi perempuan bisa mendapat banyak manfaat dari KB. Jika dipraktikkan dalam kesadaran penuh, keluarga berencana memberi ruang kepada perempuan untuk mengatur kelahiran, mencegah kematian, sekaligus membuka kesempatan untuk mengembangkan seluruh potensi dirinya. (nes)
Sumber: Kompas, 3 Maret 2018
———-
Kompas, 3 Maret 1970, 100.000 Wanita Mendapat Alat Kontrasepsi
Program Keluarga Berencana di wilayah Jawa dan Bali berhasil mencapai sasaran pada tahun 1969. Jumlah wanita yang bersedia menggunakan alat pengendali kelahiran mencapai 100.000 orang dan ditargetkan mencapai 200.000 orang pada tahun 1970. Untuk itu, bantuan obat-obatan dan alat kontrasepsi diberikan ke beberapa departemen dan instansi pemerintah yang memiliki klinik keluarga berencana.
Sumber: Kompas, 3 Maret 2018