Karya Anak Bangsa untuk Pengamatan Cuaca

- Editor

Selasa, 6 Agustus 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika berhasil mengembangkan alat pengamatan cuaca untuk membantu aktivitas penerbangan. Pengembangan alat itu merupakan bagian dari upaya untuk mendorong kemandirian Indonesia dalam bidang teknologi.

KOMPAS/HARIS FIRDAUS–Sejumlah pejabat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meninjau peralatan sistem pengamatan cuaca otomatis (automated weather observing system atau AWOS) di kompleks Bandara Internasional Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (8/7/2019). Peralatan AWOS digunakan untuk mengamati kondisi cuaca seperti arah dan kecepatan angin, jarak pandang, serta suhu, kelembaban, dan tekanan udara.

Dalam dunia penerbangan, dibutuhkan berbagai macam alat dan sistem untuk menjamin keamanan dan keselamatan. Salah satu yang dibutuhkan adalah alat untuk memantau kondisi cuaca secara mutakhir di sekitar bandara. Di dunia penerbangan, alat semacam itu dikenal dengan istilah sistem pengamatan cuaca otomatis (automated weather observing system/AWOS).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bertahun-tahun lalu, Indonesia masih sangat tergantung dengan negara lain untuk memenuhi kebutuhan AWOS. Hal ini karena para peneliti di Indonesia belum bisa mengembangkan AWOS secara mandiri. Namun, kondisi itu kini telah berubah karena para anak bangsa yang bekerja di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mampu membuat AWOS sendiri.

Kepala Pusat Instrumentasi, Kalibrasi, dan Rekayasa BMKG Hanif Andi Nugraha menuturkan, rekayasa atau pembuatan AWOS oleh BMKG dimulai sejak tahun 2016. “Pembuatan alat itu berawal dari kebutuhan AWOS yang meningkat seiring dengan peningkatan jumlah bandara di Indonesia,” ujarnya saat dihubungi Kompas, Minggu (21/7/2019).

Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah memang gencar membangun infrastruktur di berbagai wilayah Indonesia. Pembangunan infrastruktur itu mencakup pembangunan sejumlah bandara baru untuk meningkatkan konektivitas antar-wilayah.

Menurut Hanif, saat menyadari bahwa kebutuhan AWOS di Indonesia meningkat, BMKG mulai melakukan sejumlah upaya untuk mengembangkan alat tersebut. Pengembangan dilakukan oleh para staf Pusat Instrumentasi, Kalibrasi, dan Rekayasa BMKG. “Rekayasa AWOS dimulai dengan analisa kebutuhan secara tepat,” katanya.

KOMPAS/HARIS FIRDAUS–Petugas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memantau layar yang menampilkan hasil pengamatan cuaca di kompleks Bandara Internasional Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (8/7/2019). Pengamatan cuaca di Bandara Internasional Yogyakarta dilakukan oleh BMKG menggunakan sistem pengamatan cuaca otomatis (automated weather observing system atau AWOS). Peralatan AWOS memantau kondisi cuaca seperti arah dan kecepatan angin, jarak pandang, serta suhu, kelembaban, dan tekanan udara.

Hanif menambahkan, pembuatan AWOS membutuhkan waktu sekitar 3 tahun. Proses rekayasa alat tersebut melibatkan 15 orang staf Pusat Instrumentasi, Kalibrasi, dan Rekayasa BMKG, khususnya di Subbidang Instrumentasi dan Rekayasa Peralatan Meteorologi. Setelah proses pembuatan AWOS selesai, BMKG secara resmi memperkenalkan alat tersebut pada April 2019.

AWOS buatan BMKG diberi nama iRMAVIA. Nama itu terdiri dari dua bagian, yakni IRM dan Avia. IRM diambil dari nama Subbidang Instrumentasi dan Rekayasa Peralatan Meteorologi BMKG, sementara Avia merupakan singkatan dari aviation atau penerbangan.

Hanif menuturkan, iRMAVIA memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sebesar 40 persen. Dia mengakui, sebagian sensor yang terpasang pada peralatan AWOS tersebut masih harus diimpor. ”Kami akui untuk sensor-sensor tertentu, misalnya untuk mengukur tinggi awan dan jarak pandang, masih impor. Namun, sistemnya sudah kita kerjakan sendiri,” ujarnya.

Saat ini, iRMAVIA telah dipasang di sejumlah bandara di Indonesia, misalnya Bandara Internasional Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu, peralatan tersebut juga telah dipasang di Bandara Aji Pangeran Tumenggung Pranoto di Samarinda, Kalimantan Timur, serta sejumlah bandara di Papua.

“AWOS iRMAVIA terpasang di Bandara Internasional Yogyakarta sebagai pendukung utama first landing (pendaratan perdana) pesawat di bandara tersebut,” kata Hanif.

Hanif menuturkan, penggunaan AWOS iRMAVIA memberi sejumlah manfaat. Selain meningkatkan kemandirian, penggunaan alat itu juga menghemat anggaran negara karena biaya pembuatan AWOS iRMAVIA lebih murah dibanding AWOS dari negara lain. ”Penghematannya bisa mencapai 40-50 persen,” ujar Hanif.

Cara kerja
Hanif menjelaskan, AWOS iRMAVIA mampu melakukan pengamatan beberapa jenis parameter cuaca, yakni jarak pandang, tinggi awan, suhu, kelembapan udara, tekanan udara, serta kecepatan dan arah angin. Informasi-informasi tersebut didapatkan dari sensor yang dipasang di dekat landasan udara bandara.

Kepala Subbidang Instrumentasi dan Rekayasa Peralatan Meteorologi BMKG Maulana Putra mengatakan, sensor-sensor dalam AWOS iRMAVIA berfungsi seperti indra pada tubuh manusia. “Ibarat manusia, untuk mengukur jarak pandang, kita pakai mata. Untuk mengukur suhu, kita pakai kulit, sementara untuk mengukur tekanan udara kita pakai hidung,” ujarnya.

ARSIP BMKG–Cara kerja sistem pengamatan cuaca otomatis (automated weather observing system/AWOS). AWOS berfungsi untuk mengamati kondisi cuaca guna membantu aktivitas penerbangan.

Maulana menambahkan, sensor-sensor AWOS iRMAVIA akan mencatat hasil pengamatan kondisi cuaca secara otomatis. Data-data hasil pengamatan sensor itu kemudian dikirim ke logger atau alat pengumpul data. Dari logger, data-data tersebut kemudian dikirimkan ke server untuk diolah.

“Data-data diolah itu sesuai dengan kebutuhan penerbangan. Di penerbangan kan ada format informasi yang dibutuhkan dan harus dikirim beberapa menit sekali,” kata Maulana. Setelah proses pengolahan selesai, data-data hasil pengamatan itu akan dikirimkan ke petugas pemandu lalu lintas udara (air traffic controller/ATC) di bandara.

Seluruh proses kerja AWOS iRMAVIA dikendalikan oleh software yang berfungsi seperti otak dalam tubuh manusia. Dengan adanya software tersebut, proses pengamatan kondisi cuaca dan pengiriman data oleh AWOS iRMAVIA bisa dilakukan secara otomatis. Oleh karena itu, pengoperasian alat tersebut tidak membutuhkan bantuan tenaga manusia.

Maulana memaparkan, AWOS iRMAVIA sudah dikalibrasi dengan proses tertentu. Oleh karena itu, hasil pengamatan cuaca yang dilakukan oleh alat tersebut dipastikan akurat sehingga bisa dipakai sebagai referensi untuk aktivitas penerbangan. “Alat ini sudah lulus kalibrasi sehingga setara dengan produk buatan luar negeri,” tuturnya.

KOMPAS/HARIS FIRDAUS–Sejumlah pejabat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meninjau peralatan sistem pengamatan cuaca otomatis (automated weather observing system atau AWOS) di kompleks Bandara Internasional Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (8/7/2019). Peralatan AWOS digunakan untuk memantau kondisi cuaca seperti arah dan kecepatan angin, jarak pandang, serta suhu, kelembaban, dan tekanan udara.

Kepala Pusat Meteorologi Penerbangan BMKG Agus Wahyu Raharjo menyatakan, peralatan AWOS sangat penting untuk menjamin keselamatan penerbangan. Hal ini karena informasi pengamatan hasil cuaca sangat dibutuhkan oleh manajemen bandara dan pilot, terutama ketika pesawat hendak lepas landas atau mendarat.

”Tujuan dari pemberian informasi itu adalah agar aktivitas take off (lepas landas) dan landing (mendarat) bisa berjalan dengan aman karena yang paling krusial dalam penerbangan adalah take off dan landing,” ujar Agus.

Meski begitu, Agus mengakui, belum semua bandara di Indonesia memiliki AWOS. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, jumlah bandara di Indonesia sebanyak 297. Akan tetapi, menurut Agus, jumlah bandara yang memiliki AWOS baru sekitar 180 bandara.

Setelah adanya iRMAVIA yang dibuat sendiri oleh BMKG, kebutuhan AWOS di Indonesia tentu diharapkan bisa lebih cepat terpenuhi. Apalagi, iRMAVIA diklaim lebih murah dibandingkan AWOS buatan negara lain.

Oleh HARIS FIRDAUS

Sumber: Kompas, 5 Agustus 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 59 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB