Persiapan Kerja Terlalu Fokus pada Aspek Teknis
Lulusan perguruan tinggi di Indonesia dinilai belum sepenuhnya memiliki perilaku profesional. Akibatnya, kinerja mereka saat sudah menggeluti dunia kerja tidak bisa maksimal karena karakter-karakter profesional yang dibutuhkan kurang berkembang dalam diri mereka.
Padahal, dari segi pengetahuan dan keterampilan, lulusan di Indonesia dinilai sudah memadai. Kemampuan teknis mereka cukup bisa diandalkan.
Namun, hal itu belum cukup. Kompetensi yang diperlukan di dunia usaha ataupun dunia kerja tak hanya meliputi pengetahuan dan keterampilan atas ilmu yang telah dipelajari, tetapi juga harus mencakup perilaku profesional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Perilaku tersebut antara lain kejujuran, motivasi untuk bekerja keras dan berkesinambungan, sabar, serta ulet,” kata Mohamad Soleh, konsultan sumber daya manusia (SDM) dari perusahaan Aida Consultant, ketika ditemui di Jakarta, Minggu (20/3).
Ia menjelaskan, pengetahuan bersifat teoretis dan keterampilan bisa diperoleh melalui latihan yang terus-menerus. Kedua hal tersebut bisa terlihat dari ijazah dan rincian indeks prestasi kumulatif mahasiswa.
Namun, perilaku diperoleh melalui pengembangan karakter. Wujudnya tidak kasatmata, tetapi keberadaannya sangat penting dalam dunia kerja.
“Permasalahannya, pada angkatan kerja sekarang, keluhan terbanyak ialah kurangnya motivasi untuk bekerja secara mendalam,” ujar Soleh.
Kurang komitmen
Dari kasus yang sering ditangani perusahaannya, Soleh mengungkapkan, mayoritas perusahaan dan lembaga mengeluh pekerja mereka cepat puas dengan hasil yang didapat. Langkah menuju target dilakukan dengan terburu-buru tanpa memperhatikan rincian di setiap langkah.
Alhasil, pekerjaan berakhir dengan kualitas seadanya. “Tanpa memiliki komitmen, seorang pekerja akan menuntut balas jasa yang melebihi kontribusi dia kepada pekerjaan tersebut. Hal ini yang menjadi penyebab fenomena kutu loncat,” ujar Soleh.
Fokus ke teknis
Hal serupa dikemukakan Satryo Soemantri Brodjonegoro, Guru Besar Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung, mantan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Pada 2015, Satryo dan timnya melakukan survei di 800 perusahaan di Indonesia untuk mencari tahu mengenai permasalahan yang mereka hadapi. Survei memperlihatkan, minimnya perilaku profesional di kalangan karyawan merupakan masalah yang paling lazim dikeluhkan.
“Kendala pendidikan secara umum ialah sedari kecil, seseorang hanya difokuskan mempelajari hal-hal teknis,” kata Satryo. Hal teknis memang bersifat mudah dilihat dan diukur kriteria keberhasilannya.
Karena itu, menurut dia, sistem pendidikan harus diubah. Aturan-aturan yang kaku dan berkutat di penilaian teknis hendaknya dikendurkan untuk memberikan tempat pada penilaian perilaku.
“Manfaatnya akan terasa seumur hidup oleh yang bersangkutan,” ucap Satryo.
Caranya ialah dengan memberikan kewenangan kepada dosen untuk mengatur kurikulum perkuliahan. Kriteria pencapaian harus sesuai dengan standar, tetapi cara menuju hasil tersebut bisa diadaptasi sesuai dengan karakteristik mahasiswa.(DNE)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Maret 2016, di halaman 11 dengan judul “Karakter Profesional Kurang”.