Kapankah Big Bang Terjadi?

- Editor

Selasa, 1 Maret 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Di antara Anda yang menaruh minat pada bidang astronomi, mungkin pernah timbul pertanyaan di benak Anda, kapan alam semesta ini terben-tuk? Pertanyaan yang serupa juga muncul di benak para astronom. Menelusuri kapan alam semesta ini terbentuk berarti menghitung berapa umur alam semesta. Nah, bagaimana para astronom merunutnya sehingga dapat diketahui umur alam semesta ini?

Gagasan yang digunakan sebagai titik awal penelusuran tersebut adalah bahwa telah dibuktikan oleh para ahli, alam semesta ini mengembang. Jika sesuatu mengembang, pastilah sebelumnya sesuatu itu pernah kecil. Pemikiran seperti itulah yang diterapkan untuk menelusuri awal pembentukan alam semesta.

Dengan menghitung kecepatan pengembangannya, para astronom lalu bisa melakukan “napak tilas” ke masa lalu, yaitu saat proses pengembangan alam semesta dimulai. Dengan kata lain, saat ketika alam semesta ini mulai terbentuk. Setelah melalui serangkaian perhitungan yang sangat rumit, akhirnya para astronom memperoleh perkiraan bahwa alam semesta mulai dibentuk antara 15.000 hingga 20.000 juta tahun yang silam. Ini berarti hampir 3 sampai 4 kali umur sistem tata surya kita.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Astronom-astronom menduga alam semesta lahir melalui suatu dentuman fantastik, yaitu yang kita kenal dengan sebutan Big Bang atau dentuman besar. Kemungkinan pernah terjadinya big bang, dilontarkan pertama kali oleh seorang astronom Belgia bernama Georges Lemaitre, pada tahun 1927. Gagasan adanya big bang tersebut bukan tanpa dasar. Ditemukannya teori bahwa galaksi-galaksi bergerak saling menjauhi oleh astronom Amerika, Edwin Hubble-lah yang menjadi dasar.

Dengan lahirnya teori big bang, berarti tidaklah mungkin bagi kita untuk ‘menengok’ ke masa yang lebih silam lagi, yaitu masa sebelum big bang terjadi. Pasalnya, pada masa itu, tak terdapat suatu apa pun di jagat raya ini. Tidak ada materi, tidak ada ruang, tidak juga waktu. Memang, gagasan tentang penciptaan alam semesta sulit dimengerti dan dipahami. Tidak saja bagi kita sebagai masyarakat awam tetapi juga para ahli yang menekuninya. Untuk mempermudah pemahaman, ahli-ahli membuat analogi. Pada saat awal proses, seluruh materi di jagat raya terkemas dalam suatu ruang yang tak terhingga kecilnya. Sedemikian kecilnya sehingga kita tak akan dapat membayangkannya. Suhu ruang maha kecil itu pun, tak tanggung-tanggung tingginya. Jauh lebih panas dari yang pernah dibayangkan oleh siapa pun juga. Tapi apa mau dikata. Hanya dengan menerima teori itulah kita akan lebih mudah mengerti dan membayangkan apa yang terjadi selanjutnya pada ruang tak berhingga tersebut.

Berdasarkan teori big bang, materi yang terkemas dalam ruang tak berhingga, bersuhu tak terkira panasnya itu meledak dengan sendirinya. Tercip-talah alam semesta yang kemudian secara ‘perlahan tapi pasti’ terus, terus, dan terus mengembang hingga detik ini. Tak lama setelah peristiwa itu, alam semesta yang baru terbentuk mulai mendingin. Seiring dengan berjalannya waktu, awan materi (yang terutama terdiri dari gas hidrogen) dengan kekuatan gravitasi, mengadakan penggabungan. Awan materi tersebut, makin lama makin bertambah kecil dan bertambah padat. Seluruhnya kemudian memadat menjadi semacam bola.

Tatkala “bola” itu ‘menyerah’ oleh kekuatan gravitasi, maka “bola” itu pun memanas. Suhu di tengah “bola” tersebut mencapai jutahn derajat Celcius. Suhu yang sedemikian tingginya sudah cukup untuk memicu terjadinya rekasi fusi nuklir. Reaksi nuklir yang berlangsung tersebut menggabungkan atom-atom hidrogen sehingga mem-bentuk atom helium. Dari reaksi fusi nuklir itu dihasilkan energi yang sangat besar. “Bola” menjadi bersinar karenanya, bak sebuah bintang. Dari peristiwa seperti inilah galaksi-galaksi dilahirkan.

Sementara itu, proses pengembangan alam semesta berlangsung terus, galaksi-galaksi yang baru lahir pun turut mengembang dan saling menjauh satu sama lain, berevolusi menjadi jagat raya seperti yang ada sekarang ini.

RADIASI BOLA API
Sejauh ini, ada satu pertanyaan yang hampir selalu dilontarkan oleh masyarakat umum. Pertanyaan itu adalah “Apakah ada bukti yang mendukung teori big bang sebagai penjelasan proses kelahiran alam semesta? Ataukah semua ini hanyalah merupakan isu-isu belaka?

Untunglah, kenyataannya ada bukti yang meyakinkan. Pada mulanya-menurut teori big bang- alam semesta tersusun dari campuran partikel-partikel dengan kepadatan luar biasa yang bersuhu maha tinggi, serta radiasi. Radiasi ini terpancar dan mengisi seluruh ruang yang ada sehingga suhu tingginya pun tersebar. Namun, sejalan dengan mengembangnya alam semesta serta ruang, radiasi pun melemah dan suhu ruang juga menurun.

Dari kenyataan itu, kita dapat berharap bahwa teori big bang memang benar, dan tidak hanya sekedar isapan jempol belaka. Setelah big bang terjadi, tentunya masih tersisa radiasi dari dentuman tersebut. Hasil perhitungan rumit para ahli menunjukkan bahwa ruang yang menyimpan sisa radiasi mempunyai suhu sekitar 3 derajat Kelvin. Berarti hanya 3 derajat di atas suhu absolut nol (-459 derajat F, -273 derajat C).

Pada tahun 1965, Arno Penzias dan Robert Wilson, 2 orang pakar radio astronomi dari Bell Telephone Laboratories, melakukan suatu peng-amatan dengan menggunakan suatu teleskop radio. Pengamatan itu mereka lakukan di New Jersey, tepatnya di Holmdel. Selama pengamatan dilakukan, mereka menemukan bahwa tidak ada satu materi apa pun yang dapat menghasilkan “suara” seperti yang tertangkap oleh teleskop radio yang digunakannya. “Suara” tersebut ter-deteksi manakala mereka ‘menyetel’nya pada panjang gelombang hanya beberapa sentimeter. Teleskop radio yang digunakan kedua astronom itu, mendeteksi bahwa “suara” yang tertangkap berasal dari segala penjuru angkasa raya. Para astronom itu kemudian menyepakati “suara” tersebut merupakan radiasi yang tersisa dari masa tatkala alam semesta lahir. Dan dari perhitungan diperoleh bahwa sisa radiasi itu dapat menyebabkan suhu sekitar 3 derajat Kelvin. Mereka kemudian sepakat menyebut radiasi sisa itu sebagai radiasi bola api.

PERBEDAAN PENDAPAT
Sebelum radiasi bola api berhasil dikuak, telah banyak teori tentang kelahiran alam semesta beredar di kalangan para ahli. Salah satunya adalah teori steady-state atau teori kesetimbangan. Pencetus teori steady-state adalah oleh 3 orang astronom, yaitu Fred Hoyle, Hermann Bondi, dan Thomas Gold tahun 1948. Dalam teori steady-state alam semesta tidak memiliki awal maupun akhir. Seluruh alam semesta akan tetap sama keadaannya (in a steady-state) baik di masa yang lalu, sekarang, maupun akan datang. Sejak alam semesta me-ngembang, seluruh materi penyusunnya akan terbentuk kemali secara terus
menerus untuk mempertahankan keadaan seimbang.

Kemudian muncullah penemuan tentang adanya radiasi bola api. Teori steady-state tidak punya penjelasan untuk menerangkan radiasi bola api. Namun, sebaliknya teori big bang justru dengan mudah dapat menjelas-kan mengenai radiasi bola api.

Perbedaan pendapat mengenai lahirnya alam semesta terus berlanjut. Kini, meski para astronom telah setuju dengan teori bagaimana alam semesta ini lahir, tetapi mereka belum yakin benar alias masih ragu-ragu terhadap banyak hal. Sebagai contoh, mereka tidak mengetahui apakah alam semesta ini “terbuka” atau “tertutup”. Berdasarkan teori-teori yang telah mereka sepakati, kedua kemungkinan itu bisa terjadi. Alam semesta “terbuka” merupakan alam semesta yang akan terus, terus, dan terus mengembang tanpa henti.

Kemungkinan lainnya yaitu alam semesta ini “tertutup”. Kemungkinan ini lebih sulit untuk dipelajari dan dipahami dibandingkan kemungkinan lainnya. Alam semesta “tertutup” dianggap mempunyai ‘ujung’ dan ‘panglcal’. Bentuknya diperkirakan tidak bulat melainkan sedikit lonjong. Misalnya ada sebuah kapal ruang angkasa yang mengarungi alam semesta “tertutup” suatu saat kelak -entah kapan- akan tiba lagi di tempat semula dia berangkat tetapi dari arah yang berlawanan. Lho, kalau begitu seperti bumi dong?! Ya, memang bisa dianalogikan seperti bila seseorang berjalan di atas permukaan bumi ke satu arah, dia akan sampai ke tempat semula, sebab bumi kita bulat.

AKHIR RIWAYAT ALAM SEMESTA
Selain masih ragu masalah “bentuk” alam semesta, para astronom pun tetap menyangsikan bagaimana alam semesta ini kelak akan “mati”. Apakah benar dan mungkin alam semesta suatu saat nanti akan tamat riwayatnya? Jawabannya adalah tergantung pada proses pengembangan alam semesta yang diyakini sedang berlangsung hingga saat ini. Dan apakah proses pengembangan alam semesta akan terus berlangsung ataukah pada suatu ketika akan berhenti?

Satu-satunya kekuatan yang bisa menghentikan proses pengembangan alam semesta adalah gaya gravitasi. Gaya tarik sesuatu terhadap lainnya. Nah, apabila gaya gravitasi yang dimiliki oleh seluruh materi di jagat raya digabungkan, mungkin kekuatan yang dihasilkan mampu menghentikan proses pengembangan galaksi-galaksi. Dengan kekuatan tersebut galaksi-galaksi bisa jadi melakukan proses kebalilcannya, yaitu mengerut. Galaksi-galaksi akan saling mendekat satu sama lain. Suhu alam semesta secara terus menerus menjadi bertambah tinggi. Panasnya luar biasa, tak bisa dibayangkan. Dengan terjadinya pengerutan galaksi, alam semesta juga akan mengalami pengerutan.

Bila peristiwa tersebut sudah dimulai, diperkirakan dalam waktu sekitar 150.000 juta tahun bakal terjadi suatu peristiwa penyusutan alam semesta. Peristiwa itu di kalangan para astronom dikenal dengan sebutan big crunch. Big crunch merupakan kebali-kan dari big bang. Pada peristiwa big crunch seluruh materi di alam semesta menyusut dan mengerut sampai menjadi sesuatu yang tak terhingga kecilnya. Tapi sesuatu yang sedemikian kecilnya itu memiliki suhu yang tak terhingga tingginya. Benar! Pada akhirnya alam semesta kembali seperti semuia, yaitu sebelum big bang terjadi.

Suatu ketika kelak, big bang yang lain akan terjadi. Terbentuk lagi alam semesta lain yang tersusun dari materi yang lain, kekuatan yang lain, serta hukum-hukum fisika yang lain dengan yang berlaku di alam semesta kita sekarang ini. Konsep ini dikenal sebagai osilasi alam semesta (oscillat-ing universe). Tapi, sedemikian jauh, ada pertanyaan yang masih mengganjal. Apakah di alam semesta tersedia cukup banyak materi untuk menghimpun gaya gravitasi sehingga kekuatan yang dihasilkannya cukup besar guna menghentikan proses pengembangan alam semesta?

Kita coba tengok kembali apa yang ada di alam semesta. Ada 2 kelompok materi yang ada di alam semesta. Pertama, materi yang tampak atau kasat mata. Kedua, materi yang tidak tampak atau tidak kasat mata. Yang termasuk materi kelompok pertama antara lain berupa bintang dan galaksi yang bisa kita lihat dengan bantuan teleskop. Adapun yang termasuk materi kelompok kedua adalah bintang ‘mati’, debu kosmik, dan lubang hitam (black hole) -benda aneh di luar angkasa yang mempunyai gaya gravitasi luar biasa kuat sehingga cahaya pun tak bisa lolos bila terjebak ke dalamnya-. Sebagian besar astronom berpendapat bahwa sebenarnya jenis materi tak padat kemungkinan akan menjadi lubang hitam. Selanjutnya, semua materi yang terdapat di dalam setiap galaksi akan membentuk lubang hitam super. Sedangkan materi lain sisanya akan beterbangan tanpa arah di jagat raya. Dalam waktu 1030 (sejuta juta juta juta juta) tahun, alam semesta akan ‘dihuni’ oleh lubang hitam-lubang hitam yang hanya dipisahkan oleh ruang yang mengandung setitik materi. Para ahli memperkirakan bahwa partikel penyusun atom yaitu proton dan netron akan terpecah menjadi elektron dan positron (elektron bermuatan positif). Nah, materi di dalam lubang hitam juga akan menjadi tampak 10 kali kali lebih banyak daripada jenis materi tampak. Meskipun demikian, menurut mereka jumlah materi yang ada di alam semesta, baik yang sudah diketahui maupun yang belum, tetaplah belum cukup kuat gabungan gravitasinya untuk mengehentikan proses pengembangan alam semesta.

Lalu, dengan cara bagaimana proses pengembangan alam semesta ini akan berakhir? Barangkali alam semesta memang akan terus mengembang. Tetapi bintang-bintang akan mati satu-persatu. Dan bintang yang paling elektron dan positron. Dalam waktu kurang lebih 10100 tahun, alam semesta bisa jadi akan berupa lautan tak berbatas yang dipenuhi oleh elektron dan positron. Dan entah kapan, tak ada seorang manusia pun yang dapat meramalkannya, akan terjadi lagi suatu big bang yang berbeda dengan big bang yang merupakan awal pembentukan alam semesta kita ini. Benarkah hal itu akan terjadi?

Sri L./Dari berbagai sumber.

Sumber: Majalah AKU TAHU/ PEBRUARI 1993

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB