Kapal Riset untuk Program Kemaritiman

- Editor

Sabtu, 17 Januari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pencarian pesawat AirAsia QZ 8501 yang jatuh di Selat Karimata mengungkap peran besar kapal survei dan riset yang dilengkapi serangkaian peralatan detektor mutakhir. Di antara kapal survei itu, beberapa kapal merupakan milik Pemerintah Indonesia.


Kapal-kapal tersebut akan dioptimalkan pemakaiannya. Penggunaan sejumlah kapal itu terutama untuk program berskala besar, yakni penyelesaian batas maritim, survei Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan landas kontinen, riset perikanan, geologi, serta observasi kelautan.

Hal itu diungkapkan Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo, Jumat (16/1), di Jakarta. Pernyataan tersebut terkait dengan hasil Rapat Koordinasi Kemaritiman bersama Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago, Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Madya Ade Supandi, serta Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Andi Eka Sakya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Untuk menjalankan program di bawah koordinasi Kemenko Kemaritiman, dibentuk satgas optimasi kapal-kapal riset Indonesia. ”Kegiatan survei dan riset kelautan akan diintegrasikan program pelatihan di laut, pendidikan kemaritiman, serta penanaman cinta dan semangat bahari,” ujar Indroyono.

Penerapan program akan memakai 12 kapal riset dan survei milik lima lembaga riset pemerintah. Lembaga-lembaga itu antara lain Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI); Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL; Badan Penelitian, Pengembangan Kelautan dan Perikanan; serta Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral.

Landas kontinen
Survei landas kontinen yang perlu segera dituntaskan adalah landas kontinen di selatan Sumbawa dan utara Papua. ”Hasilnya dilaporkan ke PBB agar luas wilayah ZEEI menjorok lebih dari 200 mil laut (sekitar 370,4 kilometer) dari garis pangkal terluar,” kata Indroyono, mantan Deputi Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Sesuai hukum laut internasional (UNCLOS), jika terbukti secara ilmiah batuan sedimennya menjorok lebih dari 200 mil laut dari garis pangkal, Indonesia bisa memperluas ZEEI hingga 350 mil laut dari garis pangkal.

Menurut Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Priyadi Kardono, penambahan wilayah di landas kontinen Indonesia telah diterima Komisi PBB untuk Batas Landas Kontinen (UN-CLCS) pada 2010. Penambahan wilayah itu di barat laut Sumatera seluas 4.209 kilometer persegi.

Tambahan wilayah berdasarkan survei dasar laut pada 2005 setelah tsunami Aceh. Survei dilakukan BPPT, LIPI, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional–kini BIG, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta TNI AL. Survei itu menggunakan antara lain Kapal Survei Baruna Jaya II pada Januari-Februari 2010.

Namun, penetapan batas wilayah landas kontinen, lanjut Priyadi, belum terselesaikan dengan Malaysia di Laut Sulawesi, Adapun batas landas kontinen dengan Filipina, Palau, dan Timor Leste belum dirundingkan.

Sementara itu, batas ZEE dirundingkan dengan Malaysia, Vietnam, dan Palau. Adapun yang belum dibahas adalah batas ZEE dengan India, Thailand, Papua Niugini, dan Timor Leste. (YUN)

Sumber: Kompas, 17 Januari 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB