Kampanye Anti Tembakau; Penghargaan bagi Tujuh Perempuan ”Kartini”

- Editor

Jumat, 2 Mei 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Organisasi Wanita Indonesia Tanpa Tembakau menganugerahkan Kartini Award 2014 bagi tujuh perempuan berlatar belakang dan profesi berbeda. Penghargaan itu bentuk apresiasi atas perjuangan perempuan Indonesia di bidangnya.

”Mereka (penerima penghargaan) seperti sosok Kartini yang berpartisipasi demi masa depan bangsa yang lebih baik,” ujar Ketua Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT) Lieke Gunawan pada penganugerahan Kartini Award, di Jakarta, Rabu (30/4). WITT Kartini Award diselenggarakan sejak 2006.

Pemilihan dan penilaian penerima penghargaan dilakukan WITT dengan Menteri Kesehatan dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Sistemnya, WITT usul puluhan calon penerima, lalu dua kementerian menilai kriteria calon dengan memperhatikan kontribusi di bidang kesehatan dan kemanusiaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kartini Award 2014 dianugerahkan kepada Linda Amalia Sari (Menteri PPPA), Trisna Jero Wacik (Ketua Yayasan Sulam Indonesia), Nina Kirana Soekarwo (Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Timur), Titiek Puspa (penyanyi senior), Sumarjati Arjoso (Ketua Kaukus Kesehatan DPR RI), Indar Wamindari (ibu pemberi ASI kepada 100 bayi), dan Suhaeti (wanita pengemudi bus transjakarta).

Nana Krit Cidharta, Ketua Panitia WITT Kartini Award, mengatakan, penerima penghargaan dinilai berdasarkan dampak yang bisa diberikan kepada publik, bukan ketenaran sosok. ”Kami menilai kekhususan yang mereka miliki,” ujar dia. Nilai penting lain, kata Nana, penerima penghargaan mampu menggerakkan masyarakat untuk hidup sehat tanpa rokok.

Dukungan pasangan
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, apresiasi seperti itu perlu untuk melecut semangat perempuan Indonesia. Seperti halnya Kartini, lanjut dia, perempuan di Indonesia berperan besar menginspirasi perubahan pada masa datang.

Namun, perempuan tak bisa berdiri sendiri. Mereka butuh dukungan laki-laki, terutama pasangannya.

Dukungan itu di antaranya dirasakan Suhaeti. Ia mengemudi bus transjakarta sejak 2010. Dukungan keluarga memotivasinya agar tak minder berkarya di dunia yang didominasi laki-laki. ”Meski di dunia laki-laki, bukan alasan mengikuti gaya hidup laki-laki. Perempuan punya kodrat menjadi pembeda,” kata pengemudi bus Koridor VI itu. (A07)

Sumber: Kompas, 2 Mei 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB