Pemerintah dinilai perlu menyampaikan ke publik secara rinci terkait kajian dalam program cetak sawah yang akan dibangun di Kalimantan Tengah.
Pemerintah agar menyampaikan ke publik secara rinci terkait kajian dalam program cetak sawah atau food estate yang akan dibangun di Kalimantan Tengah. Ketidakjelasan kajian dalam program ini dapat menimbulkan pertanyaan dan penolakan karena dianggap tidak mengedepankan aspek sosial dan lingkungan.
Guru Besar Kehutanan IPB University, Bambang Hero Saharjo, Senin (15/6/2020), menyarankan agar pemerintah mengawali program cetak sawah dengan survei pendahuluan tentang lokasi yang akan dibuka. Pemerintah juga harus memastikan kajian kesesuaian lahan, termasuk aturan main yang berlaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bambang mengatakan, sampai hari ini tidak banyak yang mengetahui di mana saja lokasi persis cetak sawah tersebut dan berapa luas lahan yang akan dibuka. Pemerintah hanya menyampaikan terkait pembukaan sawah di bekas lokasi Proyek Lahan Gambut (PLG) di Kalteng pada tahun 1995. Areal ini hingga kini merupakan salah satu lokasi kebakaran gambut.
Pada dasarnya, lahan gambut memiliki karakter unik dan menyimpan karbon yang tinggi. Jika lahan gambut dibuka untuk program cetak sawah, hal ini juga akan memicu terjadinya pelepasan karbon yang sangat tinggi.
Menurut Bambang, pemerintah harus mengkaji program cetak sawah di lahan gambut secara matang. Sebab, kegagalan program tersebut nantinya tidak hanya akan disorot oleh pemerhati lingkungan dalam negeri, tetapi juga oleh pihak luar negeri. Hal ini karena Indonesia dan banyak negara lain telah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca.
”Kejadian tahun lalu cukup mengagetkan karena emisi gas rumah kaca justru berasal dari kebakaran yang terjadi di lahan gambut. Untuk itulah, perhatian pihak luar negeri juga ditujukan kepada pemanfaatan lahan gambut yang banyak dibicarakan orang,” ujar Bambang Hero yang juga Executive Director Regional Fire Management Resource Center Southeast Asia (RFMRC-SEA).
Pendiri dan mantan Ketua Himpunan Gambut Indonesia Bambang Setiadi mengatakan, dalam mencapai ketahanan pangan, pemerintah harus menyiapkan ratusan ribu hektar lahan untuk dijadikan lahan persawahan. Saat ini, ketersediaan lahan tersebut hanya ada di wilayah Kalimantan.
Meski demikian, Setiadi menyatakan, karakter lahan gambut kurang cocok untuk ditanami padi karena unsur hara yang rendah. Oleh karena itu, pemerintah harus mencermati faktor tata air dan kesuburan lahan gambut agar kegagalan PLG tidak terulang.
”Kesuburan lahan gambut harus diubah total dan tidak bisa hanya dengan menggunakan pupuk. Kalau hanya menggunakan pupuk, maksimal produksi hanya 3 ton per hektar,” ungkapnya.
Penolakan terhadap program cetak sawah di Kalteng telah disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari 162 lembaga dan perseorangan pada Minggu (14/6/2020). Koalisi tersebut, antara lain, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Greenpeace Indonesia, Auriga, JPIC Kalimantan, Pantau Gambut, Yayasan Pusaka, dan lembaga lainnya serta sejumlah akademisi.
Dalam pernyataan sikapnya, mereka menyatakan bahwa program cetak sawah yang masuk sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional ini kurang transparansi, minim kajian ilmiah dan partisipasi masyarakat. Koalisi juga menilai program tersebut sangat mirip dengan proyek Satu Juta Hektar atau PLG di Kalteng pada masa Orde Baru. Namun, proyek tersebut gagal karena ketidakpahaman dan kurangnya kajian sosio-ekologis pada ekosistem gambut.
KEMITRAAN INDONESIA—Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo menanam padi di Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau,Kalimantan Tengah, kawasan tersebut merupakan kawasan cetak sawah yang akan memenuhi pangan Indonesia selama pandemi, Jumat (15/5/2020).
Sebagian lahan gambut eks proyek itu kini terbengkalai dan sebagian lainnya menjadi perkebunan sawit. Bahkan, lahan tersebut juga menyebabkan bencana karena menjadi sumber kebakaran hutan dan lahan.
Mengembangkan pertanian
Dalam siaran pers Kementerian Pertanian, Menteri Pertanian SyahruI Yasin Limpo menjelaskan, cetak sawah merupakan program untuk menumbuhkembangkan sektor pertanian secara merata. Nantinya, program ini akan menjadi proyek kluster untuk pengembangan sayuran, buah-buahan, dan aneka tanaman pangan sebagai kebutuhan utama masyarakat Indonesia.
Konsep pengembangan cetak sawah ini, lanjut Syahrul, meliputi diversifikasi pangan yang digarap di area 164.000 hektar. Selain itu, pemerintah juga akan membangun sarana produksi dan infrastruktur pertanian, seperti embung dan irigasi. Keberlangsungan program ini diharapkan dapat membantu wilayah terdekat lainnnya untuk meningkatkan produksi tanaman pangan.
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO—Petani di Desa Pantik, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, sedang menyemai padi di lahan persawahan tanpa bakar yang dikelola oleh PT Sinar Pangan Indonesia (SPI), Rabu (1/2/2017). Badan Restorasi Gambut (BRG) RI berencana mengaplikasikan teknik membuka lahan tanpa membakar dengan menggunakan bakteri pengurai untuk mengurangi keasaman tanah gambut di beberapa provinsi lainnya.
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyebut bahwa lahan yang digunakan untuk program cetak sawah tidak berada di atas lahan gambut. Namun, lahan tersebut merupakan area persawahan dengan material tanah aluvial yang berlokasi tepat di samping Sungai Barito.
Basuki menambahkan, dari 164.000 hektar lahan yang ditetapkan, 85.000 hektar lahan sudah digunakan untuk penanaman. Pemerintah akan melakukan pembukaan lahan di 79.000 hektar lainnya yang saat ini telah ditumbuhi semak-semak karena tidak digunakan untuk penanaman.
Oleh PRADIPTA PANDU
Editor: ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 16 Juni 2020