Ada dua rencana besar dalam mengembangkan perkeretaapian di Jawa. Pertama, pembangunan KA Cepat Jakarta-Bandung dengan investor dari China. Kedua, KA Semicepat Jakarta-Surabaya, meskipun masih distudi, direncanakan investornya dari Jepang.
KA Cepat Jakarta-Bandung dibangun dengan biaya murni swasta dengan membentuk perusahaan baru, KA Cepat Indonesia-China, perusahaan patungan antara beberapa BUMN dalam negeri dan BUMN China.
KA Semicepat Jakarta-Surabaya berbeda dengan KA Cepat Jakarta-Bandung. KA Cepat Jakarta-Bandung semua serba baru. Jalur KA tidak menggunakan jalur pemerintah yang dioperasikan PT KAI. Sementara KA Semicepat Jakarta-Surabaya akan menggunakan jalur lintas utara milik pemerintah yang saat ini dioperasikan PT KAI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jalur ganda lintas utara Jawa baru selesai dibangun pemerintah dan dioperasikan Juni 2014. Jalur ganda yang baru berumur tiga tahun ini akan dirombak lagi di beberapa tempat agar kecepatan KA dapat ditingkatkan dari 100 km/jam jadi 160 km/jam. Rehabilitasi akan dilakukan di lengkung atau tikungan, penghilangan pelintasan sebidang dengan jalan layang atau terowongan. Langkah ini diprediksi dapat mempersingkat waktu tempuh dari sembilan menjadi lima jam.
Perlu diingat, pada lintas utara Jakarta-Surabaya saat ini beroperasi KA lokal Jakarta-Cikampek, KA lokal Tegal-Semarang, Purwokerto-Semarang, dan Semarang-Solo. KA eksekutif, bisnis, KA ekonomi, dan KA barang memiliki kecepatan dan kepentingan ekonomi berbeda-beda, sesuai kemampuan atau daya beli pengguna jasa KA.
Kecepatan KA yang bervariasi ini harus diatur cermat dalam grafik perjalanan KA (gapeka). KA barang, yang kecepatan maksimumnya 70 km/jam atau lebih rendah dibandingkan KA eksekutif yang bisa melaju 100 km/ jam, pada daerah tertentu harus disusul KA eksekutif. Demikian pula KA lokal yang lebih banyak berhenti di stasiun harus disusul KA yang kecepatannya lebih tinggi agar kepentingan operasional terakomodasi.
Dengan peningkatan kecepatan dari 100 km/jam menjadi 160 km/jam, efektifkah KA Semicepat Jakarta-Surabaya yang konon akan merogoh kocek Rp 80 triliun hingga Rp 102 triliun itu? Kalau kecepatan hanya 160 km/ jam, KA semicepat tidak sebanding dengan pengorbanan dana dan warga yang terkena dampak proyek. Mustahil pula rehabilitasi jalur tidak mengganggu pengoperasian KA eksisting. KA semicepat tidak serta-merta dapat meningkatkan jumlah penumpang dua-tiga kali lipat. KA semicepat daya saingnya rendah diadu dengan pesawat.
Sumber tenaga untuk menggerakkan kereta apakah lokomotif diesel atau dibangun jaringan listrik Jakarta-Surabaya? Kalau menggunakan lokomotif diesel PT KAI saat ini tentu tidak mungkin karena lokomotif dan kereta milik PT KAI tidak dirancang untuk KA semicepat. Jadi diperlukan lokomotif dan kereta baru dengan kapasitas serta beban gandar yang besar sehingga jembatan yang sudah terbangun saat ini juga harus ditingkatkan tekanan gandarnya.
Jika menggunakan tenaga listrik, tentu harus dibangun jaringan listrik sepanjang Jakarta-Surabaya. Hal ini membutuhkan pula substasiun dan sumber listrik PLN yang cukup tinggi. Ini juga perlu dibicarakan dengan PLN, kemampuan suplainya seperti apa. Secara teknis banyak kerumitan menyangkut infrastruktur, operasi KA lokal, KA barang, dan masalah sosial lain yang perlu dipertimbangkan.
Biaya KA Semicepat Jakarta-Surabaya tak sebanding dengan segudang masalahnya. Kenapa tidak sekalian dibangun KA Cepat Jakarta-Surabaya dengan desain kecepatan 350-500 km/jam, waktu tempuhnya lebih singkat. Jangan paksakan pembangunan KA Semicepat Jakarta-Surabaya, pertimbangkan lebih matang untung rugi, tingkat kerumitan, gangguan, dan manfaatnya.
KA cepat sejajar jalan tol
Saat ini pemerintah sedang giat membangun jalan tol Trans- Jawa dari Merak ke Banyuwangi. Dengan jalan tol Trans-Jawa, mobil dapat melintas cepat dan kendaraan akan terus bertumbuh. Konsekuensinya, pengeluaran subsidi akan naik seiring konsumsi bahan bakar minyak yang terus membubung.
Selain membangun jalan tol Trans-Jawa, pemerintah juga berencana membangun KA Semicepat Jakarta-Surabaya. Pembangunan KA semicepat menggunakan jalur KA eksisting pada lintas utara Jawa yang baru saja selesai dibangun dengan dana APBN. Jarak Jakarta-Surabaya sejauh 724 kilometer dengan KA yang dikelola PT KAI saat ini ditempuh 9-11 jam. Pemerintah ingin waktu tempuhnya dipersingkat jadi lima jam, konsekuensinya harus memacu kecepatan rata-rata 160 km/jam.
Membangun KA Semicepat Jakarta-Surabaya dengan kecepatan 160 km/jam dengan waktu tempuh lima jam tidak memberikan dampak signifikan. Penumpang tidak akan tertarik. Sasaran penumpang KA Semicepat tentu transportasi tercepat saat ini, penumpang pesawat udara. Dari segi waktu masih terlalu lama. Konsumen saat ini menanti kecepatan KA di atas 350 km/jam sehingga Jakarta-Surabaya dapat ditempuh 2,5 jam. Dengan waktu tempuh 2,5 jam, KA Cepat Jakarta-Surabaya memiliki keunggulan dibandingkan pesawat udara karena KA langsung ke jantung kota.
Membangun KA Cepat Jakarta-Surabaya dengan jalur dan trase baru dapat dibangun sejajar jalan tol. Sebagian lahan dapat sinergi dengan pengelola jalan tol. Pilihan menggunakan jalur tol sangat relevan karena menyatukan infrastruktur jalan tol dan jalur KA menjadi pilihan agar pembebasan lahan tidak bermasalah. Selain itu, sterilisasi jalan tol lebih jelas daripada jalur KA.
Perlu dipertimbangkan pengambil kebijakan untuk membatalkan pembangunan KA semicepat menjadi KA Cepat Jakarta-Surabaya sejajar jalan tol Trans-Jawa. Lebih baik bikin trase baru daripada merehabilitasi jalur operasional yang baru saja dibangun dengan biaya Rp 10,8 triliun. Trase jalur KA di sisi jalan tol lebih realistis dibandingkan rehabilitasi jalur eksisting.
Dengan membangun KA cepat pada jalur baru di sisi jalan tol, jalur eksisting dapat dioptimalkan untuk pelayanan rakyat. Angkutan barang bisa dialihkan dari jalan raya ke KA. Jepang dapat memanfaatkan jalur KA Cepat Jakarta-Bandung pada lintas Jakarta-Cikampek, dipergunakan bersama dengan KA Cepat Jakarta-Surabaya. Jalur KA berpisah di Cikampek. Jadi, KA Cepat Jakarta-Surabaya cukup dibangun Cikampek-Surabaya. Biayanya akan lebih hemat.
Akhmad Sujadi, Mantan Pekerja PT KAI
SUmber: Kompas, 26 Oktober 2017