Iptek 1987: Setelah Elektronika dan Nuklir

- Editor

Kamis, 31 Desember 1987

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pengantar
Kompas mencoba memotret kemajuan Iptek beserta peristiwa yang mengiringinya. Tulisan dibagi dalam bidang-bidang yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, lingkungan dan kedokteran. Sekadar kilasan disertakan dalam tulisan utama. Seluruh tulisan digarap oleh wartawan Kompas, Yuni Ikawati, Irwan Julianto dan Ninok Leksono.

Dunia ilmu pengetahuan dan teknologi yang dari saat ke saat tumbuh dan berkembang semakin cepat, memberikan dampak yang amat besar dalam kehidupan umat manusia. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, tahun 1987 pun mencatat sejumlah kemajuan penting yang menambah kekayaan manusia, baik dari segi material maupun spiritual, berupa pemunculan benda-benda yang menambah dan meningkatkan kesejahteraan dan kenikmatan hidup maupun yang meninggikan daya pikir dan kecerdasan.

Berikut ini, setelah meninjau sekilas dua isu penting yang muncul di Indonesia, diungkapkan kronologi peristiwa iptek yang dianggap selain penting, menarik juga menghibur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di antara isu iptek yang menarik di Indonesia selama tahun silam adalah yang menyangkut pengembangan elektronika dan energi nuklir. Yang pertama tanpa ragu lagi disepakati sebagai tulang punggung teknologi yang mutlak harus dikembangkan di Indonesia, sementara yang kedua masih rnenghadapi silang pendapat yang seru.

Dalam bidang elektronika, upaya pengembangan menghadapi kendala yang oleh para ahli dianggap prinsipal. Dalam satu acara temu ahli elektrohika di Jakarta Maret silam, muncul pendapat, bahwa meski pemakaian elektronika terus meningkat, baik untuk bidang, militer maupun sipil, Indonesia masih sulit menangkap keuntungan komersial kecenderungan tu karena berbagai macam hambatan. Antara lain ekonomi biaya tinggi, kelangkaan dana, kecanggungan dalam memakai teknologi dan belum siapnya infrastruktur tenaga trampil dan tata-niaga.

Di pihak lain, dalam 10 tahun mendatang Indonesia dianggap pantas untuk menguasai manufaktur komputer mikro dan kecil, perangkat lunak bidang administrasi, keteknikan, komunikasi dan pengendalian (dalam bidang pertahanan), lalu pengembangan perangkat keras dan lunak dalam komunikasi data dan peralatan bantu dalam sektor perindustrian. Dan di bidang komunikasi, tiba pula saatnya Indonesia menguasai sistem digital yang di pandang lebih menguntungkan dan selain itu juga merupakan kecenderungan dunia.

Sedang yang ada sekarang ini, meski sudah berlangsung 20 tahun, industri elektronika rumah tangga tidak memberikan tambahan penguasaan teknologi yang berarti.

Dari segi ini, elektronika yang disadari sudah merambah berbagal segi dalam kehidupan manusia, mulai dari alat rumah tangga, sarana transportasi sampai telekornumkasi, masih tergolong sedikit dikuasai relatif terhadap perkembangan yang ada. Namun mengingat kedudukannya yang amat strategis, Indonesia tak bisa lain selain mengejar dengan keras hati teknologi ini.

Dilema nuklir
Setahun setelah bencana PLTN Chernobyl berlalu, energi nuklir masih terus digugat. Pro dan kontra masih dan tampaknya akan saja berlangsung, tidak saja di Indonesia tetapi juga di berbagai negara lain.
Pemerintah Indonesia sendiri tampaknya masih tetap berpegang pada kenyataan obyektif, bahwa terus meningkatnya kebutuhan listrik dan ketetapan untuk mengembangkan industri yang sekarang ini menuntut 800 megawatt per tahun, hanya dapat dijawab dengan energi nuklir.

Sejak awal tahun sudah tersiar kabar, bahwa enam pemasok PLTN diundang untuk menyusun studi kelayakan pembangunan PLTN RI. Segi yang segera diolah dalam studi semacam itu adalah tipe PLTN apa yang cocok, berapa harganya, dimana lokasi instalasinya, dan yang terpenting tentu saja bagaimana penguangannya dan akhirnya berapa nanti jatuhnya harga listrik per kilowatt-jam.

Bagaimana Indonesia akan mendapatkan PLTN merupakan , isyu tersendiri yang tidak kalah menarik. Gagasan BOT (Build OperateTransfer) secara ideal merupakan yang paling masuk akal, walaupun hal itu masih harus lebih dirinci dalam pelaksanaannya. Tetapi ini adalah segi politis yang kurang relevan diulas dalam laporan ini. Lebih penting adalah memberi catatan, bahwa perdebatan nuklir masih akan terus berkepanjangan, bahkan mungkin sampai teknologi fisi yang dicemaskan itu diganti oleh teknologi fusi yang lebih efisien dan ”lebih bersih” dari segi radiasi. Saat itu adalah sekitar 50 tahu dari sekarang.

Mengenai PLTN fisi saat ini, bagi negara seperti Perancis, Jepang, Belgia, Jerman Barat dan AS, sudah diangga energi aman yang akan terus dikembungkan. Tantangan terhadap energi nuklir adalah tantangan terhadap kecerdasan manusia, dan dalam hal ini sejarah telah membuktikan, manusia tak akan pernah tunduk pada tantangan yang disertai penekanan. Beberapa negara terus mangembangkan sistem keamanan inheren pada PLTNnya, bahkan kelak akan muncul PLTN yang accident-proof. Tidak dapat dipungkiri, bahwa kecelakaan Three Mile Island dan Chernobyl justru membawa PLTN dalam tingkat keamanan yang amat tinggi seperti sekarang ini.

Sumber: Kompas, 31 Desember 1987

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:13 WIB

Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom

Rabu, 23 Maret 2022 - 08:48 WIB

Gelar Sarjana

Minggu, 13 Maret 2022 - 17:24 WIB

Gelombang Radio

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB