Indonesia Produsen Penting Radioisotop di Asia

- Editor

Senin, 4 April 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indonesia menjadi bagian dari pemain penting industri bahan nuklir di Asia. Melalui badan usaha milik negara PT Industri Nuklir Indonesia, Indonesia menjadi produsen utama radioisotop bagi kepentingan medis dan industri. Bukan hanya di pasar Asia, produk PT Industri Nuklir Indonesia menembus pasar Amerika Selatan per Mei 2016.

Presiden Direktur PT Industri Nuklir Indonesia (Inuki) Yudi Utomo Imardjoko mengatakan, kebutuhan pasar dalam negeri ataupun luar negeri sangat tinggi. “Dari ratusan negara yang mengolah bahan nuklir, hanya sepuluh negara yang bisa membuat radioisotop,” kata Yudi Utomo, Jumat (1/4), di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi Keamanan Nuklir (Nuclear Security Summit/NSS) 2016 seperti dilaporkan wartawan Kompas, Andy Riza Hidayat, dari Washington DC, AS.

Salah satu kegunaan radioisotop adalah untuk mendiagnosis kesehatan tubuh dengan akurasi tinggi. Karena kegunaan itu, sektor medis sangat membutuhkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pesaing Indonesia dalam produksi radioisotop, di antaranya Australia, Romania, Korea Selatan, Kanada, Belgia, Afrika Selatan, Belanda, dan Argentina. Persaingan pengolahan bahan nuklir saat ini membuat radioisotop dengan bahan low enriched uranium (LEU), yakni bahan uranium dengan pengayaan rendah. Kadar uraniumnya di bawah 20 persen.

Penurunan kadar uranium tersebut disebut proses downblending highly enriched uranium (HEU) menjadi LEU. Indonesia juga mulai mengembangkan teknologi baru, yaitu menggunakan bahan baku baru berupa thorium. Selama ini, Indonesia mengimpor bahan uranium dari Amerika Serikat.

Melalui teknologi baru itu, Indonesia diprediksi bisa menjadi negara terdepan pengolah bahan nuklir menjadi radioisotop. Ini karena thorium sudah ada di dalam negeri dan tinggal mengolah menjadi bahan yang jauh lebih bernilai ekonomi. “Thorium selama ini tak dianggap bahan berharga. Thorium banyak ditemui di Bangka dalam kandungan limbah timah. Penambang gelap sering menjualnya dengan harga Rp 5.000 per kilogram, tetapi jika sudah dimurnikan, harganya menjadi jauh lebih mahal,” tutur Yudi.

Konferensi NSS 2016 di Washington DC ini merupakan keikutsertaan perdana Inuki sebagai peserta pameran internasional industri nuklir. Menurut Yudi, keikutsertaan ini pencapaian penting Inuki sejak didirikan tahun 1996.

Sempat dibekukan
Sebelum bersaing dengan industri pengolahan nuklir lain di Asia, pada tahun 2009 perusahaan ini hampir mati. Izin pengolahan bahan nuklir dibekukan Badan Pengawas Teknologi Tenaga Nuklir (Bapeten). Alasannya, alat pengolah uranium dinilai sudah usang dan tidak layak. Itu membahayakan keamanan selama pengolahan berlangsung.

“Alat itu alat lama yang belum pernah diganti sejak didirikan tahun 1996. Namun, kemudian sudah kami perbaiki. Kami juga mulai membenahi kelembagaan Inuki agar menjadi lembaga yang sehat dan punya daya saing internasional,” tutur Yudi.

Pada Jumat sore waktu setempat atau Sabtu pagi waktu Indonesia bagian barat, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengunjungi tempat pameran Inuki. Wapres tertarik dengan penjelasan Inuki bahwa BUMN ini mampu memproduksi barang berbahan nuklir yang diekspor.

Pemerintah pun bersiap menaruh perhatian lebih serius kepada Inuki pada masa datang. “Namanya BUMN karena punya pemerintah pasti akan diperhatikan. Jadi, pemerintah mengharapkan ada kemajuannya,” kata Kalla.

PT Inuki adalah satu-satunya BUMN yang bergerak dalam industri berbasis teknologi nuklir. Perusahaan tersebut didirikan tahun 1996 dengan nama awal PT Batan Teknologi (Persero). Pada tahun 2014, perusahaan mengganti nama dan domisilinya serta meningkatkan daya saing dengan mempertegas “merek” perusahaan sebagai industri nuklir.

Beberapa tahun terakhir, dunia terus mendorong penggunaan nuklir untuk kegiatan damai, termasuk di antaranya di bidang kesehatan. Di Indonesia, isu nuklir menguat seiring dengan rencana pembangunan pembangkit listrik.
———————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 April 2016, di halaman 6 dengan judul “Indonesia Produsen Penting Radioisotop di Asia”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 11 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB