Indonesia Minim Tokoh Intelektual

- Editor

Rabu, 25 Juni 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Perlu, Generasi Intelektual Baru
Indonesia minim tokoh intelektual yang betul-betul mendalami keilmuannya dan memiliki pemikiran serta hasil riset tingkat dunia. Padahal, lulusan program doktor (strata 3) yang kini menjadi dosen atau pengajar jumlahnya cukup banyak, sekitar 23.000 orang.

Jika dibandingkan dengan era tahun 1950-1970-an, jumlah doktor pada masa itu relatif sedikit, tetapi hasil pemikiran dan risetnya justru terdengar oleh komunitas internasional.

Chairman of Indonesian Scholarship and Research Support Foundation (ISRSF) Board of Trustees Jeffrey A Winters mengemukakan hal itu di sela-sela Simposium Penerima Beasiswa Arryman 2014, di Jakarta, Sabtu (21/6). ”Menciptakan intelektual tidak cukup mendapat gelar PhD saja. Mentalnya harus diubah,” kata Winters yang juga pakar ilmu politik, khususnya oligarki, di Northwestern University, Amerika Serikat, itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Untuk menciptakan ”generasi intelektual baru”, setiap tahun ISRSF memberikan bantuan beasiswa kepada empat mahasiswa lulusan S-1 dan S-2 untuk melanjutkan studi S-3 di Northwestern University. Tahun ini sudah memasuki tahun ketiga.

Pada September mendatang, kata Winters, sudah ada sembilan orang yang diterima di program doktor di Northwestern University. Targetnya, dalam lima tahun ke depan, akan ada 20 lulusan doktor dari program itu yang betul-betul menjadi intelektual berkualitas dunia. ”Kita berharap akan ada empat orang PhD setiap tahunnya,” ujarnya.

Paling tidak dibutuhkan anggaran 500.000-600.000 dollar AS atau Rp 7,2 miliar untuk mencetak seorang doktor.

Lingkungan akademis
Sepulang dari studi program doktor, mereka akan mengajar di School of Public Policy and Social Sciences yang didirikan dalam waktu dekat bersama Rajawali Foundation. Di perguruan tinggi baru itu, kata Winters, akan diciptakan lingkungan akademik yang mendukung bagi para pengajar dan mahasiswa. Lingkungan akademik dengan tradisi akademik kental, seperti riset, justru menjadi kekurangan sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia. ”Lingkungan di sini kurang mendukung dari sisi akses dan sumber daya untuk riset. Penghargaan dan publikasi bagi hasil riset juga kurang. Harus bisa diciptakan kebudayaan, sikap, dan identitas sebagai intelektual yang berbeda,” kata Winters.

Direktur Eksekutif ISRSF Benny Subianto menambahkan, lebih banyak dosen senang menjadi selebritas sehingga kurang mendalami keilmuannya. Ketika menjadi dosen, juga kurang serius dan sibuk mencari proyek di luar kampus, tidak pernah riset. Itu boleh jadi karena penghasilan yang dianggap tidak memadai. ”Menjadi intelektual memang tidak bisa kaya. Kalau mau kaya, jadi bankir saja. Kita mau membentuk intelektual Indonesia berkelas dunia,” ujarnya. (LUK)

Sumber: Kompas, 22 Juni 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB