Ilmuwan Melawan Teori Konspirasi Terkait Virus Korona

- Editor

Kamis, 20 Februari 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hoaks dan teori konspirasi mengenai virus korona pemicu COVID-19 berasal dari Institut Virologi Wuhan beredar luas. Sejumlah ilmuwan dari sembilan negara membuat pernyataan bersama mematahkan spekulasi ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

MANDATORY CREDIT PLANET LABS INC./HANDOUT VIA REUTERS ATTENTION EDITORS–Gambar satelit menunjukkan Stasiun Kereta Api Wuchang di Wuhan, China, 28 Januari 2020, setelah kota itu ditutup karena merebaknya virus korona.MANDATORY CREDIT PLANET LABS INC./HANDOUT VIA REUTERS ATTENTION EDITORS

Seiring penularan infeksi COVID-19 yang meluas, informasi hoaks, spekulasi, dan teori konspirasi di balik wabah juga merebak. Di antara arus deras teori konspirasi itu adalah virus korona pemicu COVID-19 ini berasal dari Institut Virologi Wuhan, namun sejumlah ilmuwan dari sembilan negara membuat pernyataan bersama mematahkan spekulasi ini.

Pernyataan bersama 27 ilmuwan kesehatan masyarakat terkemuka dari luar China ini diterbitkan secara daring di The Lancet pada 19 Februari 2020. Pernyataan tersebut dipimpin Charles Calisher dari Colorado State University, Amerika Serikat.

“Pembagian data yang cepat, terbuka, dan transparan tentang wabah ini sekarang sedang diancam oleh rumor dan informasi yang salah seputar asal-usulnya,” sebut pernyataan para ilmuwan ini.

Pernyataan ini dikeluarkan seiring derasnya spekulasi dan teori konspirasi yang menyebutkan bahwa COVID-19 berasal dari laboratorium di Kota Wuhan. Spekulasi tersebut merebak karena fasilitas ini dianggap memiliki laboratorium di tingkat keamanan tertinggi — tingkat keamanan hayati 4 — dan para penelitinya mempelajari coronavirus dari kelelawar, termasuk yang paling dekat dengan SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19.

Spekulasi mencakup kemungkinan bahwa virus itu hasil rekayasa hayati di laboratorium atau bahwa seorang pekerja laboratorium terinfeksi saat menangani kelelawar dan kemudian menularkan penyakit ke orang lain di luar laboratorium.

Tidak memiliki bukti
Senator AS Tom Cotton termasuk yang menyulut spekulasi dengan mengeluarkan pernyataan kontroversial di Fox News awal bulan ini. Dia menyebutkan, laboratorium itu hanya “beberapa mil jauhnya” dari pasar hewan laut yang memiliki kelompok besar dari beberapa kasus pertama yang terdeteksi. “Kami tidak memiliki bukti bahwa penyakit itu berasal dari sana. Namun karena China bermuka dua dan tidak jujur ? sejak awal, kita perlu mencurigainya,” ujarnya.

Namun, para peneliti dari Institut Virologi Wuhan telah bersikeras tidak ada hubungan antara wabah dan laboratorium mereka. “Kami berdiri bersama untuk mengecam keras teori konspirasi yang menyarankan COVID-19 tidak memiliki asal alami,” katanya dalam pernyataan di The Lancet, yang memuji karya para profesional kesehatan China sebagai “luar biasa” dan mengajak para ilmuwan lain untuk turut bersuara.

Para penulis pernyataan di The Lancet ini mencatat, para ilmuwan dari beberapa negara yang memelajari SARS-CoV-2 telah menyimpulkan virus korona baru ini berasal dari satwa liar, seperti banyak virus lain yang baru-baru ini muncul pada manusia. “Teori konspirasi tidak melakukan apa pun selain menciptakan rasa takut, rumor, dan prasangka yang membahayakan kolaborasi global kita dalam perang melawan virus ini,” kata pernyataan itu.

Peter Daszak, Presiden EcoHealth Alliance, yang turut dalam pernyataan itu mengatakan, telah bekerja sama dengan para peneliti di lembaga Wuhan yang mempelajari virus korona pada kelelawar. “Kami berada di tengah-tengah era informasi media sosial yang salah, dan rumor serta teori konspirasi ini memiliki konsekuensi nyata, termasuk ancaman kekerasan yang terjadi pada rekan-rekan kami di China,” ungkapnya.

Daszak, seorang ahli ekologi penyakit, mengatakan, “Kita punya pilihan apakah akan berdiri dan mendukung kolega yang diserang dan diancam setiap hari oleh ahli teori konspirasi atau hanya menutup mata. Saya benar-benar bangga bahwa orang-orang dari sembilan negara dapat dengan cepat membela mereka dan menunjukkan solidaritas dengan orang-orang yang, bagaimana pun, berhadapan dengan kondisi yang mengerikan dalam wabah.”

Oleh AHMAD ARIF

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 20 Februari 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB