Ilmuwan Jepang Teliti Hutan di Riau, ini Temuan Mereka soal Keragaman Flora

- Editor

Kamis, 17 Maret 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hutan tropis di wilayah Asia Tenggara seiring waktu terus berkurang. Sejumlah ilmuwan dari Universitas Kyushu Jepang melakukan penelitian di Indonesia.

Lokasi penelitian itu di kawasan hutan sekunder di arboretum PT Indah Kiat Pulp and Paper di Kabupaten Siak Riau. Hutan seluas 170 hektare itu sudah sepekan ini dijelajahi para ilmuwan Jepang. Mereka meneliti keanekaragaman hayati yang ada di Riau. Kawasan hutan ini berada di tengah-tengah konsesi hutan tanaman industri milik perusahaan bubur kertas itu.

Sebelum ke Riau, mereka lebih dulu menjelajah di hutan Sumatera Barat (Sumbar) dan di Kalimantan. Sebelum ke Indonesia, mereka juga melakukan penelitian di Serawak dan Sabah, Malaysia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mereka melakukan penelitian hutan tropis ini, tak terlepas menyusutkan kawasan hutan alam di wilayah Asia Tenggara. Penyusutan itu secara otomatis juga menghilangnya keanekaragaman hayati.

Pantauan di lokasi, ada 6 tim peneliti yang terdiri dari ilmuwan dan satu mahasiswa. Ada satu mahasiswi yang ikut dalam penelitian itu. Mereka masuk dalam kawasan hutan sejak pagi dan akan berakhir pada pukul 16.00 WIB.

Mereka selama 8 jam diselingi istirahat 30 menit, mengitari kawasan hutan tersebut. Peneliti ini mengumpulkan sejumlah dedaunan dari sejumlah pohon. Baik dalam ukuran pohon kecil, sampai pohon yang menjulang tinggi hingga ukuran 20 meter. Satu per satu, dedaunan itu mereka kumpulkan dan disusun rapi dalam liputan koran bekas.

257eba84-a473-4143-bef3-76695d25d68bFoto: Chaidir AT/detikcom

“Tujuan kami meneliti, karena saat ini luasan hutan tropis terus berkurang. Dengan demikian banyak jenis spesies tumbuhan juga hilang. Karena itu, kami ingin mengidentifikasi keanekaragaman hayati,” kata ahli botani dan taksonomi Universitas Kyushu, Prof. Dr. Tetsukazu Yahara detikcom, Rabu (16/3/2016).

Dari hasil penelitian sepekan ini, menurut Tetsukazu, mereka selalu menggunakan ukuran setiap 100 meter. Setiap satu ukuran itu masih ditemukan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi.

“Di kawasan hutan ini, dalam jarak 100 meter kami masih menemukan sekitar 300 spesies tanaman yang berbeda. Tapi kami juga menemukan sekitar 20 spesies yang kemungkinan adalah spesies baru. Untuk membuktikan apakah ini benar-benar baru, kita akan lakukan penelitian lagi,” kata Tetsukazu.

Menurutnya, dari hasil penelitian sementara ini, hutan tropis di Riau kondisi keanekaragaman hayati tidak jauh beda dengan di Serawak dan Sabah di Malaysia.

“Dari penelitian kami, kawasan hutan di Riau tak jauh beda dengan di Malaysia,” kata Tetsukazu.

Menurut Prof Tesukazu, kawasan hutan alam yang ada di tengah-tengah hutan tanaman industri milik perusahaan Group Sinar Mas ini harus diperluas lagi. Dengan demikian perlindungan keanekaragaman hayati di kawasan konservasi bisa tetap terjaga dengan baik.

Sejumlah hasil penelitian dedaunan yang mereka kumpulkan, akan di bawa ke Jakarta tepatnya ke LIPI. Dari sana pihak peneliti akan meminta izin untuk dilakukan penelitian di Jepang.

“Setelah selesai nanti, kita akan berkoordinasi kembali dengan LIPI. Sejumlah dedaunan yang kita kumpulkan akan kami teliti kembali di Jepang,” katanya.

Sementara itu, Chairman Asia Pulp & Paper (APP) Jepang, Tan Ui Sian, menyatakan pihaknya sudah beberapa kali bekerja sama dengan kalangan akademisi di Jepang, mulai dari pelestarian lingkungan berupa program penanaman pohon hingga di bidang penelitian.

Lokasi arboretum merupakan bagian dari konsesi perusahaan yang dibiarkan alami sebagai tempat berbagai flora dan fauna untuk tujuan penelitian atau pendidikan serta konservasi.

“Kami menyambut baik hal ini, kepercayaan untuk melakukan penelitian di kawasan hutan lindung kami dari akademisi Jepang mengangkat nilai kepercayaan pihak luar bukan hanya bagi kami APP-Sinar Mas semata, namun bagi Indonesia pada umumnya,” kata Tan Ui Sian.
(cha/try)

Chaidir Anwar Tanjung

Sumber: detikNews, Kamis 17 Mar 2016

———–

Belajar dari Ilmuwan Jepang yang Tak Buang Sampah saat Teliti Hutan Riau

6 Ilmuwan Jepang blusukan ke hutan di Siak, Riau. Mereka meneliti keanekaragaman flora. Ada sisi menarik dalam penelitian. Bukan hasilnya, tapi perilaku ilmuwan yang tak buang sampah sembarangan.

Para ilmuwan berasal dari Universitas Kyushu Jepang. Mereka terdiri dari 5 peneliti dan satu mahasiswa. Kelompok ini meneliti di arberetum (semacam kebun botani untuk penelitian) milik PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) di Kabupaten Siak, Riau, dalam sepekan ini.

Melakukan penelitian dalam hutan seluas 170 hektare itu, tentunya mereka membawa bekal. Mulai makanan ringan, air mineral sampai stok makan siang.

Dalam sehari mereka berjalan sekitar 8 jam untuk meneliti keanekaragaman hayati dalam hutan. Tentunya selama meneliti, mereka haus dan harus ngemil ala kadarnya.

Sekalipun mereka masuk dalam kawasan hutan, para ilmuwan ini tetap menunjukkan cinta lingkungan. Mereka tak mau membuang sampah sembarangan walau di dalam hutan yang tidak dijangkau masyarakat.

Segala sampah dari bekas botol minuman, plastik pembungkus cemilan, semuanya mereka kumpulkan dalam kantong plastik yang mereka sediakan.

Padahal, jika saja mereka tinggalkan sampah itu di dalam hutan, tidak ada yang mengetahuinya. Tapi yang namanya sampah dari perbekalan yang mereka bawa sebelum masuk hutan, tetap disimpan. Sampah itu setelah dikumpulkan dalam kantong plastik, mereka simpan dalam tas rangsel yang mereka panggul.

Begitu juga setelah mereka istirahat makan siang. Hanya istirahat sekitar 15 sampai 30 menit saja, mereka sudah bangkit dari tempat istirahat. Makan siang saat itu, ada nasi goreng yang mereka bawa dari mes penginapan di PT IKPP, Sinar Mas Group.

Sekalipun nasi itu tidak habis, mereka tidak mau membuangnya. Makanan itu tetap dibiarkan dalam kemasan dan ditutup dengan rapi. Tidak mau mereka membuang sisa makanan yang tidak habis di sembarangan tempat.

Semua sisa sampah, mereka kumpulkan kembali. Nanti setelah mereka sudah selesai, sampah dari makanan itu kembali mereka bawa pulang ke mes untuk dibuang di tong sampah yang telah tersedia. Begitulah sikap warga Jepang ini dalam melakukan penelitian.

Tentunya kondisi ini sangat kontras dengan sikap masyarakat Indonesia yang pada umumnya masih membuang sampah di sembarang tempat.

Sebagaimana diketahui, para ilmuwan ini melakukan penelitian seiring berkurangnya hutan tropis di wilayah Asia Tenggara.

“Tujuan kami meneliti, karena saat ini luasan hutan tropis terus berkurang. Dengan demikian banyak jenis spesies tumbuhan juga hilang.Karena itu, kami ingin mengidentifikasi keanekaragaman hayati hutan yang ada,” kata ahli botani dan taksonomi Universitas Kyushu, Prof. Dr. Tetsukazu Yahara detikcom, Rabu (16/3/2016). (cha/try)

Chaidir Anwar Tanjung –
Sumber: detikNews, Kamis 17 Mar 2016

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 11 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB