Tujuh tahun sudah, situs warisan dunia hutan hujan tropis Sumatera masuk dalam kategori in danger atau terancam. Jika tak segera dilakukan pemulihan, pengakuan dunia terhadap hutan hujan tropis seluas 2,5 juta hektar itu akan dicabut.
Hutan hujan tropis Sumatera diakui sebagai situs warisan dunia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sejak 2004. Namun, pada 2011 UNESCO memasukkannya dalam daftar merah situs warisan dunia yang terancam.
Hutan hujan tropis Sumatera meliputi tiga taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Kawasan ini membentang di tujuh provinsi, mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, hingga Lampung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lima ancaman serius
Setidaknya ada lima ancaman serius yang dihadapi hutan hujan tropis Sumatera, yaitu pembangunan infrastruktur jalan, perluasan kawasan pertanian/perkebunan, pembalakan liar (illegal logging), perburuan hewan, dan lemahnya kebijakan pemerintah.
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI–Kondisi Taman Nasional Tesso Nilo semakin kritis. Diperkirakan 60.000 hektar kawasan hutan konservasi gajah Sumatera itu, telah dijadikan kebun kelapa sawit. Ribuan penduduk sudah bermukim di lokasi itu. Foto diambil Mei 2015.
”Sejak 2011 terdeteksi ada ancaman serius terhadap spesies kunci hutan hujan tropis Sumatera, seperti harimau, badak, orangutan, dan gajah, ancaman terhadap tutupan dan lanskap hutan, aksi perambahan hutan, illegal logging, serta perburuan liar,” kata Kepala Bidang Sejarah dan Warisan Dunia Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Dohardo Pakpahan, Senin (16/4/2018), di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kemdikbud Nadjamuddin Ramly menambahkan, menyikapi permasalahan ini, diperlukan gerakan sinergis dari semua pihak untuk melindungi hutan hujan tropis Sumatera.
”Dibutuhkan kemauan politik yang kuat dari pemerintah. Untuk tetap menjaga kelestarian hutan hujan tropis kita, program reforma agraria mesti berhasil, bagaimana hutan-hutan di bawah penguasaan pengusaha-pengusaha yang tidak produktif mesti diambil alih pemerintah,” katanya.
Selain hutan hujan tropis Sumatera yang masuk daftar merah, dua warisan dunia lainnya, yaitu Taman Nasional Lorentz di Papua dan sistem pengairan Subak di Bali, telah masuk daftar kuning atau nyaris terancam. (ABK)
Sumber: Kompas, 17 April 2018
—————
Status Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera Terancam Dicabut
KOMPAS/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN–Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kemdikbud, Nadjamuddin Ramly bersama Kepala Bidang Sejarah dan Warisan Dunia Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Dohardo Pakpahan meninjau pameran warisan dunia yang digelar di Gedung A, Kemdikbud, Jakarta, Senin (16/4/2018)
Tujuh tahun sudah, situs warisan dunia hutan hujan tropis Sumatera masuk dalam kategori in danger atau terancam. Jika tak segera dilakukan pemulihan, maka pengakuan dunia terhadap hutan hujan tropis seluas 2,5 juta hektar itu akan dicabut.
Hutan hujan tropis Sumatera diakui sebagai situs warisan dunia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sejak 2004. Namun selang tujuh tahun kemudian, pada 2011 UNESCO memasukkannya pada daftar merah situs warisan dunia yang terancam.
Hutan hujan tropis Sumatera meliputi tiga taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Kawasan ini membentang di tujuh provinsi, mulai dari Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Lampung.
MARC PATRY/WHC.UNESCO.ORG–Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di Sumatera
Lima ancaman serius
Setidaknya ada lima ancaman serius yang dihadapi hutan hujan tropis Sumatera, yaitu pembangunan infrastruktur jalan, perluasan kawasan pertanian/perkebunan, perambahan liar (ilegal logging), perburuan hewan, dan lemahnya kebijakan pemerintah.
“Sejak 2011, terdeteksi ada ancaman serius terhadap spesies kunci hutan hujan tropis Sumatera seperti harimau, badak, orang utan, dan gajah, ancaman terhadap tutupan dan lanskap hutan, aksi perambahan hutan, ilegal logging, serta perburuan liar,” kata Kepala Bidang Sejarah dan Warisan Dunia Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Dohardo Pakpahan, Senin (16/4/2018), di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kemdikbud, Nadjamuddin Ramly, menambahkan, menyikapi permasalahan ini, diperlukan gerakan sinergis dari semua pihak untuk melindungi hutan hujan tropis Sumatera.
“Dibutuhkan kemauan politik yang kuat dari pemerintah. Untuk tetap menjaga kelestarian hutan hujan tropis kita, maka program reforma agraria mesti berhasil, bagaimana hutan-hutan di bawah penguasaan pengusaha-pengusaha yang tidak produktif mesti diambil alih pemerintah,”kata dia.
Selain hutan hujan tropis Sumatera yang masuk daftar merah, dua warisan dunia lainnya, yaitu Taman Nasional Lorentz di Papua dan sistem pengairan Subak di Bali kini telah masuk daftar kuning atau nyaris terancam. Penyebabnya, antara lain karena alih fungsi lahan, perambahan hutan, serta pembangunan yang tidak berbasis pelestarian alam.
Taman Nasional Lorentz memiliki luas 2,35 juta hektar. Kawasan ini menarik karena memiliki keragaman hayati yang sangat lengkap, mulai dari Pegunungan Mandala dengan Puncak Cartenz (4.884 meter di atas permukaan laut) yang diselimuti salju ke kawasan pesisir tropis di bagian bawah Papua. Taman nasional ini tersebar di 10 kabupaten/kota.
Pembukaan lahan serta pembangunan yang tidak tak terencana mengancam kelestarian Taman Nasional Lorentz. Tahun demi tahun, luas tutupan salju di Puncak Cartenz terus-menerus menyusut salah satunya karena semakin berkurangnya tegakan-tegakan pohon di Papua yang berujung pada terjadinya pemanasan global.
Di Bali, tradisi pengairan Subak juga mengalami ancaman serius seiring semakin menyusutnya lahan persawahan karena maraknya pembangunan hotel dan rumah-rumah hunian. Jika tak ada perhatian serius pada kelestarian subak, maka lama-kelamaan tata pengaturan air yang menjadi kebanggaan Bali dan Indonesia ini akan semakin sulit ditemui.
KOMPAS/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN–Lahan pertanian yang dikelola dengan sistem pengairan subak masih bisa ditemukan di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, Rabu (20/7). Subak merupakan salah satu tradisi pertanian di Bali yang diduga kuat merupakan peninggalan tradisi penutur Austronesia
Hingga kini, Indonesia memiliki total 17 warisan dunia, yang terdiri dari 4 warisan alam, 4 warisan benda, dan 9 warisan tak benda. Sementara itu, masih ada 19 warisan budaya Indonesia yang telah masuk daftar tentantif untuk diusulkan ke UNESCO sebagai warisan dunia.
“Penetapan (warisan dunia) kita masih sedikit sekali. Padahal, kita mempunyai banyak sekali kekayaan budaya,” tambah Dohardo.
Sumber: Kompas, 17 April 2018