Haroun Tazieff, Ahli vulkanologi, dan Otoritas Tentang Bahaya Alam

- Editor

Selasa, 8 Februari 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ketika sains menjadi semakin dipenuhi teka-teki dan jauh dari pengalaman manusia, kami merasa semakin membutuhkan orang-orang seperti Haroun Tazieff yang masih dapat menyampaikan apresiasi kepada masyarakat umum tentang keajaiban alam. Tazieff meninggal di rumahnya di Paris pada 2 Februari, dalam usia 83 tahun.

Lahir di Warsawa dari seorang ayah Rusia yang tewas pada permulaan Perang Dunia Pertama, Tazieff dan ibunya mula-mula pindah ke Saint Petersburg dan kemudian,  karena terjadi revolusi, lalu pindah ke Belgia, di mana ia dibesarkan dalam keadaan yang sangat sederhana. Setelah bertugas di dinas tentara Belgia dan terlibat perlawanan selama Perang Dunia Kedua, ia menyelesaikan studinya di bidang geologi dan agronomi dan pergi ke Kongo Belgia (negara Kongo yang dikuasai oleh Belgia) untuk bekerja sebagai ahli geologi dan insinyur pertambangan. Selama di sana, ia menulis beberapa makalah ilmiah tentang batuan beku alkali di gunung berapi Afrika, tetapi setelah mengalami kejadian letusan Gunung Kituro tahun 1948, ia menjadi benar-benar mengabdikan diri untuk mempelajari vulkanisme aktif. Buku pertamanya, Cratères en feu (Kawah Yang Terbakar), diterbitkan pada tahun 1951 (dan kemudian juga dalam bahasa Inggris pada tahun berikutnya dengan judul Craters of Fire), langsung populer berkat situasi petualangan dan keagungan kekuatan alam yang disampaikan melalui tulisannya. Pada tahun-tahun berikutnya ia menghasilkan total 23 buku dan enam film seni yang luar biasa dan sangat populer.

Setelah kembali ke Belgia, Tazieff mengajar di Universitas Brussel dan kemudian di Universitas Paris dan Orsay. Pada tahun 1957 ia mendirikan Centre de Volcanologie di Belgia dan pada tahun 1961 mengorganisir Institut Vulkanologi Internasional di Catania, Sisilia. Dia menjabat sebagai direktur laboratorium vulkanologi di Institut de Physique du Globe di Paris dan kemudian mendirikan laboratorium yang berada di bawah lembaga penelitian nasional Prancis CNRS di Gif-sur-Yvette. Kemampuannya untuk mengambil sampel lava gunung berapi yang meletus di dekat sumbernya menghasilkan beberapa analisis gas dan pengukuran suhu terbaik yang pernah diperoleh. Beberapa instrumen yang dia dan timnya rancang untuk pekerjaan ini sekarang banyak digunakan dalam sains dan industri. Tetapi meskipun minatnya terutama berpusat pada pemahaman mekanisme letusan gunung berapi, ia selalu mempertahankan perhatian utama pada aspek manusia dari bahaya alam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tazieff menempatkan diri sebagai ahli bahaya gunung berapi di seluruh dunia, dan penasihat bahaya alam untuk beberapa wilayah di Prancis. Pada tahun 1976 ia dipanggil ke pulau Guadeloupe untuk menilai potensi bahaya letusan dari gunung berapi Soufrière. Ketika tim internasional merekomendasikan untuk mengevakuasi semua penduduk dari lereng gunung berapi, Tazieff mengatakan bahwa ini adalah reaksi berlebihan yang mahal dan gunung berapi tidak menimbulkan bahaya langsung. Pada akhirnya, 73.600 orang dievakuasi dengan biaya besar, dan letusan berakhir dengan cukup tenang. Dalam sebuah artikel singkat (Nature 269, 96–97; 1977), Tazieff merangkum pandangannya dan mengusulkan kode etik profesional untuk ahli vulkanologi yang bertugas menilai risiko yang ditimbulkan oleh letusan di wilayah berpenduduk.

Saat itu, saya adalah editor Jurnal Vulkanologi dan Penelitian Panas Bumi. Yakin bahwa pertanyaan profesional yang diajukan Tazieff layak mendapat perhatian serius dari para ahli vulkanologi, saya menulis catatan singkat yang merangkum poin-poin utamanya.

(J. Volcanol. Geotherm. Res. 4, 1; 1978). Agar tidak menggambarkan pandangan Tazieff sebagai sebuah jurnal, saya menggunakan nom de plume (nom de plume ) ‘Derek Bostok’. Catatan itu memancing tanggapan langsung, sebagian besar negatif. Argumen utamanya adalah bahwa evakuasi dibenarkan, karena ahli vulkanologi tidak dapat memperkirakan semua kemungkinan arah yang dapat ditimbulkan oleh letusan. Konsekuensi dari letusan besar akan terlalu besar untuk membenarkan mengambil risiko apa pun, tidak peduli seberapa kecil dampaknya. Terlepas dari sifat argumen yang memanas, ‘Peristiwa Bostok’, seperti yang kemudian diketahui luas, memberikan penilaian yang sehat tentang peran ahli geologi dalam menangani bahaya alam.

Pada tahun-tahun berikutnya, Tazieff terus menyumbangkan ide-ide provokatif yang dapat diringkas dalam tiga prinsip.

Pertama, tanggung jawab untuk menafsirkan bahaya dari peristiwa vulkanik harus diserahkan kepada spesialis. Kompleksitas vulkanisme dan sulitnya mengantisipasi perilaku masing-masing gunung berapi umumnya tidak difahami oleh ahli geologi yang belum pernah memiliki kesempatan untuk menangani berbagai fenomena vulkanik.

Kedua, tugas ahli utama vulkanologi bukan untuk memprediksi letusan gunung berapi, melainkan untuk meramalkan peristiwa bencana. Beberapa letusan gunung berapi menimbulkan ancaman serius, tetapi kita harus selalu mempertimbangkan kemungkinan kejadian tak terduga. Bahkan pengamat yang paling berpengalaman pun tidak dapat mengantisipasi setiap kemungkinan perkembangan yang terjadi pada gunung berapi matang yang besar, terutama jika tidak memiliki catatan sejarah aktivitas vulkanik.

Ketiga, dan mungkin yang paling penting, peran ahli vulkanologi profesional adalah sebagai penasihat pejabat publik yang harus memutuskan tindakan yang tepat atas nasihatnya. Pakar yang ditunjuk oleh otoritas pejabat publik setempat yang kemudian menyuarakan opini yang kurang memiliki informasi melalui pers telah menyebabkan kepanikan yang tidak perlu dan reaksi berlebihan yang mahal. Bahkan para ahli terbaik pun mungkin memiliki pendapat yang saling bertentangan — jika ini disuarakan secara terbuka, pejabat yang bertanggung jawab kehilangan kepercayaan dan menggunakan tindakan yang paling konservatif, bahkan ketika ini memerlukan biaya dan kesulitan yang besar.

Tazieff semakin prihatin dengan segala jenis bahaya alam dan masalah lingkungan. Antara 1984 dan 1986 ia memegang jabatan Sekretaris Negara untuk Pencegahan Bencana Alam dan Teknologi di bawah Laurent Fabius, yang saat itu menjadi Perdana Menteri Prancis. Dia selalu memberikan pertimbangan dan masukan sebagai penasihat di berbagai tingkat pemerintahan hingga beberapa tahun sebelum kematiannya.

Tampaknya tidak pernah Tazieff merasa terganggu dengan tidak pernah diterimanya sebagai anggota ‘klub’; dia jelas lebih menyukai peran ikonoklas dan seiring waktu menjadi semakin blak-blakan. Karya terakhirnya yang diterbitkan, J’accuse une dernière fois (Saya menuduh untuk terakhir kalinya) (Préventique No. 37, 4–15; 1998), adalah selebaran melawan ‘oportunis’ dari semua jenis, terutama politisi. Dia juga menyatakan penghinaan terhadap para ilmuwan yang meminta dana untuk penelitian dengan tujuan nyata untuk mengurangi bahaya alam tetapi yang sebenarnya menggunakannya untuk mengejar penelitian esoteris.

Tidak mengherankan bahwa pernyataan agresif seperti ini menimbulkan reaksi keras dari para ilmuwan ‘serius’. Namun, pada akhirnya, Tazieff mencapai dua tujuan utama dari kariernya yang panjang dan penuh peristiwa — dia membuat para ilmuwan lebih sadar akan tanggung jawab mereka kepada masyarakat, dan dia mengilhami generasi warga biasa dengan apresiasi terhadap manifestasi alam yang luar biasa.

Oleh: Alexander McBirney bekerja di Departemen Ilmu Geologi, Universitas Oregon, Eugene, Oregon 97403, AS.

Sumber: Nature, Vol. 392/ 2 April 1998

Penterjemah: Mohammad Maksum

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif
Berita ini 86 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:11 WIB

Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB