Harga Jual Produk Inovasi dalam Negeri Lebih Terjangkau

- Editor

Kamis, 21 Mei 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pemerintah meluncurkan sejumlah inovasi teknologi karya anak bangsa untuk mendukung penanganan pandemi Covid-19. Dengan harga jual lebih terjangkau, produk itu diharapkan lebih mudah diperoleh semua kalangan.
Pemerintah telah meluncurkan sejumlah produk inovasi karya anak bangsa yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung penanganan pandemi Covid-19. Selain memiliki daya saing di sisi kualitas, produk ini juga diklaim memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan produk impor.

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, harga alat kesehatan yang vital dibutuhkan dalam penanganan Covid-19 sangat tinggi di tingkat global. Hal ini disebabkan karena meningkatnya permintaan produk tersebut di berbagai belahan dunia.

”Inilah yang memotivasi para peneliti dan inovator dalam negeri untuk mencoba memproduksi produk inovasi tersebut secara mandiri. Dengan begitu, kita tidak akan tersandera dengan harga yang luar biasa tinggi yang dikendalikan oleh para penjual di negara-negara tadi,” tuturnya di sela-sela konferensi pers tanpa tatap muka terkait peluncuran produk inovasi dari Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19, Rabu (20/5/2020), di Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/KEMENRISTEK/BRIN—Pengembangan riset dan inovasi untuk penanganan Covid-19.

Pada kesempatan tersebut 55 produk inovasi karya anak bangsa yang digunakan untuk penanggulangan Covid-19 telah diluncurkan. Setidaknya ada sembilan produk unggulan yang ditawarkan, antara lain kit tes pemeriksaan berbasis reaksi berantai polimerase (PCR), kit untuk tes cepat (rapid test) massal, immunomodulator, terapi plasma konvalesen, laboratorium BSL-2 bergerak, kecerdasan buatan untuk deteksi Covid-19, alat bantu napas dengan pembersih udara (purifying respirator), dan robot lampu ultraviolet.

Bambang menambahkan, sebagian besar dari hasil inovasi tersebut diklaim memiliki harga yang lebih murah daripada produk impor. Meski begitu, kualitas yang ditawarkan tetap berdaya saing dengan produk impor tersebut.

”Kalau menghitung dari biaya produksi dan juga perhitungan biaya pengujian, diperkirakan baik ventilator, rapid test, maupun PCR test kit punya harga jual yang lebih murah dari produk impor yang setara. Setara ini artinya punya kualitas yang hampir sama. Ini tentu jadi daya tarik sekaligus membuktikan bahwa peneliti dan inovator kita bisa memproduksi hasil inovasi secara efisien,” ujarnya.

Kepala Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) Hammam Riza mencontohkan, untuk harga jual dari alat tes cepat massal yang dikembangkan BPPT diperkirakan kurang dari Rp 100.000. Sementara, alat tes cepat massal yang selama ini diimpor harganya Rp 200.000.

Selain itu, harga yang ditawarkan untuk kit tes pemeriksaan PCR diperkirakan Rp 100.000. Jika dibandingkan dengan harga kit tes PCR impor lebih dari Rp 1 juta.

”Hanya saja, reagen mungkin masih akan kita datangkan dari luar negeri sampai kita mampu mengembangkan reagen asli Indonesia. Kami yakin dengan adanya waktu dan kegigihan kita semua, reagen bisa kita produksi secara lokal,” kata Hammam.

Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Ali Ghufron menambahkan, harga ventilator ICU yang dihasilkan dari dalam negeri juga jauh lebih berdaya saing dibandingkan dengan produk impor. Harga ventilator ICU yang selama ini diimpor dari India mencapai Rp 1 miliar, sementara ventilator ICU dalam negeri harganya Rp 400 juta.

”Setidaknya sudah ada tiga jenis ventilator dalam negeri yang dikembangkan. Itu semua sudah lolos uji dari BPFK (Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan) dan selanjutnya akan diproses untuk ke tahap uji klinis,” ucapnya.

PRESENTASI P2ET LIPI–Peneliti LIPI menghasilkan beberapa alternatif inovasi terkait sterilisasi/disinfeksi yang memanfaatkan sinar ultraviolet (UV) demi mengatasi Covid-19. Ini adalah paparan Yusuf Nur Wijayanto, peneliti Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET) LIPI, 22 April 2020, saat mengisi diskusi virtual dalam memperingati Hari Bumi.

Oleh DEONISIA ARLINTA

Editor: ILHAM KHOIRI

Sumber: Kompas, 20 Mei 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB