Google Manfaatkan Ponsel Android sebagai Detektor Gempa Bumi

- Editor

Minggu, 16 Agustus 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ponsel Android Anda akan bisa digunakan sebagai ”seismometer mini” guna mendeteksi dini gempa. Direncanakan kemampuan ini akan digelar secara global sehingga bisa membantu negara-negara yang kekurangan sensor gempa bumi.

ANDROID— Fitur deteksi dini gempa bumi yang akan dibenamkan ke dalam Android oleh Google.

Ponsel Android Anda akan bisa digunakan sebagai ”seismometer mini” untuk mendeteksi dini gempa. Direncanakan, kemampuan ini akan digelar secara global sehingga bisa membantu negara-negara yang kekurangan sensor gempa bumi, seperti Haiti, Nepal, dan bahkan Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Gempa bumi hampir terjadi setiap hari di seluruh dunia dan ratusan juta jiwa tinggal di daerah-daerah yang rawan gempa bumi. Sebuah peringatan awal gempa bumi dapat membantu masyarakat bersiap-siap akan terjadinya gempa. Namun, infrastruktur detektor gempa bumi terbatas jumlahnya.

Di antarnya dengan pertimbangan tersebut, Google membangun sebuah sistem pendeteksi gempa bumi berdasarkan ponsel pintar berbasis Android. Principal Software Engineer Android Marc Stogaitis mengatakan, sistem yang bernama Android Earthquake Alerts System ini terdiri atas seluruh ponsel Android di seluruh dunia.

”Artinya, ponsel kita bisa menjadi sebuah seismometer mini, bersama dengan jutaan ponsel Android lainnya, untuk membangun sebuah jaringan detektor gempa bumi terbesar di dunia,” kata Stogaitis pada Selasa (11/8/2020).

Kemampuan ini bergantung pada sebuah sensor kecil bernama accelerometer yang ada pada seluruh ponsel pintar. Accelerometer adalah sebuah sensor yang mendeteksi arah dan gerakan. Umumnya digunakan untuk mengenali apakah ponsel kita sedang dalam posisi portrait/vertikal ataupun landscape/horizontal.

Stogaitis mengatakan, sejak 2016 Google sudah melakukan berbagai pengujian apakah accelerometer dapat digunakan untuk mendeteksi berbagai macam kejadian yang dapat mendeteksi gelombang yang mengindikasikan terjadinya gempa bumi. Jika ponsel tersebut mendeteksi sesuatu yang dianggap sebagai gempa bumi, ponsel itu akan mengirimkan sinyal ke server detektor gempa.

Server tersebut kemudian akan mengombinasikan informasi dari banyak ponsel yang lain untuk memastikan apakah gempa bumi benar-benar terjadi.

Google lalu akan menggunakan teknologi ini untuk membagikan peringatan dini gempa di laman hasil pencarian Google. Jika mengetikkan ”gempa” akan terlihat riwayat gempa terakhir dan informasi apabila benar terjadi gempa saat ini.

Peringatan akan muncul untuk gempa bumi dengan magnitudo lebih dari 4.5 dan pengguna tidak perlu mengunduh aplikasi tambahan.

Fitur peringatan akan digelar secara bertahap dengan gelombang pertama digelar di Negara Bagian California, salah satu negara bagian Amerika Serikat yang sering mengalami gempa bumi. Namun, akan digelar secara global. Pada laman peluncuran fitur ini, Google bahkan menggunakan Jakarta sebagai contoh.

Direktur Berkeley Seismological Laboratory, University of California Berkeley AS, Richard Allen menilai, pemanfaatan ponsel menjadi seismograf mini adalah sebuah langkah besar. Ia memahami bahwa akan terjadi kesalahan-kesalahan minor sebelum teknologi menjadi matang.

”Jadi, kita bisa menghadirkan peringatan gempa bumi di mana pun, di setiap keberadaan sebuah ponsel pintar,” kata Allen.

Allen adalah salah satu pakar seismologi dan kebencanaan yang menjadi konsultan Google dalam pengembangan perangkat lunak ini. Google juga berkonsultasi dengan Qingkai Kong, kolega Allen di Berkeley Seismological Laboratory, dan Lucy Jones, peneliti di Seismological Laboratory California Institute of Technology (Caltech) AS.

Membantu daerah dengan sedikit sensor

Sebelumnya, Kong dan Allen pernah menciptakan sebuah aplikasi Android bernama MyShake, aplikasi yang memiliki prinsip yang sama dengan apa yang kini diperkenalkan oleh Google.

Kreasi Kong, Allen, dan koleganya yang lain mengenai MyShake telah dipublikasikan di jurnal ternama Science Advances tahun 2016 dengan judul ”MyShake: A smartphone seismic network for earthquake early warning and beyond”.

”Ini dapat memberikan peringatan di daerah yang memiliki jaringan sensor seismik tradisional yang terbatas. Ini akan membantu daerah-daerah, seperti Haiti, Nepal, Iran, Afghanistan, Pakistan, Mongolia, Malaysia, Indonesia, dan Filipina,” tulis Kong.

Kong memberikan contoh bahwa keterbatasan keberadaan sensor seismik di Nepal berkontribusi besar terhadap besarnya jumlah korban jiwa yang timbul akibat gempa besar bermagnitudo 7.8 di Nepal pada 2015.

KOMPAS/STASIUN GEOLOGI BANJARNEGARA–Peta sebaran gempa bumi yang terjadi sejak Januari 2019 hingga 23 Maret 2020. Selama 15 bulan terjadi 755 kali gempa bumi dan sebagian besar terjadi di selatan Pulau Jawa.

Padahal, pada saat itu, ada sekitar 6 juta ponsel di Nepal. Dengan memperhitungkan jarak sebesar 80 kilomter antara pusat gempa dan daerah yang terdapat banyak korban jiwa, sebuah sistem peringatan awal dapat memberikan waktu sekitar 20 detik bagi warga untuk bersiap-siap.

Selama 2019, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memasang 194 sensor yang tersebar di seluruh Indonesia.

Pada saat peluncuran program pemasangan 194 sensor gempa bumi tersebut pada Oktober 2019, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, pihaknya sudah menyadari kondisi Indohesia yang semakin rawan bencana, tetapi tidak memiliki ”persenjataan” yang memadai.

”Ke depannya, kami akan mencoba terus dan berupaya untuk menambah sebanyak 194 sensor yang akan tersebar di seluruh wilayah Indonesia sehingga dengan semakin rapatnya jaringan sensor tersebut dapat meningkatkan akurasi dan ketepatan juga akurasi perhitungan magnitudo gempa bumi,” ujar Dwikorita.

Oleh SATRIO PANGARSO WISANGGENI

Editor: KHAERUDIN KHAERUDIN

Sumber: Kompas, 13 Agustus 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB