Galapagos di Tengah Godaan Dunia

- Editor

Senin, 12 Februari 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jika melihat kura-kura raksasa, iguana hitam berjambul, ikan pari manta di lautan luas, tahukah Anda di manakah hewan-hewan ikonik itu berada? Ya, di Kepulauan Galapagos, Ekuador. Dilengkapi hotel-hotel dan feri kecil di antara pulau-pulau, Galapagos yang terletak sekitar 1.000 kilometer di lepas pantai merupakan tujuan ekowisata paling diminati di seluruh Pasifik.

Namun, di tengah tekanan ekonomi, Ekuador berupaya konsisten menahan ”godaan” dollar demi melindungi flora, fauna, dan ekosistem kepulauan di Pasifik yang menginspirasi kemunculan teori evolusi Charles Darwin itu. ”Galapagos adalah mahkota permata sehingga harus kami lindungi,” kata Menteri Pariwisata Ekuador Enrique Ponce de Leon.

Aliran wisatawan ke Galapagos meningkat menjadi 245.000 orang per tahun. Pihak berwenang mengatakan, jumlah wisatawan tersebut sudah mencapai batas maksimum yang dapat ditampung tanpa membahayakan ekosistem di kawasan itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Fitur lingkungan, sosial, dan biologi tempat ini yang tidak seperti di lokasi lain memaksa kami untuk menetapkan batasan,” kata Walter Bustos, Direktur Taman Nasional Galapagos.

Pada masa lalu, Galapagos berhadapan dengan bajak laut atau perompak dan kapal penangkap ikan paus. Kini, Galapagos harus menghadapi tantangan lain, yakni penangkapan ikan secara ilegal, dampak perubahan iklim, serta kemunculan hewan-hewan yang mengganggu, seperti anjing, kucing, dan tikus yang dibawa dari daratan Ekuador.

GETTY IMAGES/MARK KOLBE–Kura-kura mungil galapagos berusia satu tahun, NJ (kanan), berjalan di sebelah kura-kura galapagos dewasa, di Kebun Binatang Taronga Western Plains, di Dubbo, Australia, 20 April 2012.

Taman Nasional Galapagos dibangun tahun 1959 untuk melindungi 97 persen permukaan tanah Kepulauan Galapagos. UNESCO pada 1978 mengklasifikasikan kepulauan tersebut sebagai Situs Warisan Dunia.

Guna menjaga kawasan ini, area konservasi laut seluas 138.000 kilometer persegi juga dijaga ketat. Selain itu, dibangun tempat perlindungan di laut seluas 38.000 kilometer persegi. Diterapkan pula larangan penangkapan ikan di antara dua pulau, yakni Pulau Darwin dan Wolf. Perairan Galapagos merupakan rumah bagi konsentrasi hiu terbesar di bumi.

”Tantangannya adalah mengelola pariwisata secara berkelanjutan yang melindungi ekosistem dan menghasilkan keuntungan. Kita tidak boleh memandang turis sebagai ‘setan’,” ujar Juan Carlos Garcia, Direktur Konservasi World Wildlife Fund di Ekuador.

Penurunan harga minyak
Namun, upaya membatasi pariwisata di Ekuador tidak akan menguntungkan perekonomian negara itu. Saat ini, merupakan periode yang sulit bagi Ekuador, terutama karena produksi migas tak lagi membantu setelah terjadi penurunan harga minyak mentah, dan akumulasi banyak utang. Pariwisata pun muncul sebagai penyelamat.

Tahun lalu, wisatawan yang berkunjung ke Ekuador melonjak 14 persen dibandingkan tahun 2016 dengan total 1,6 juta orang. Jumlah wisatawan tersebut terbilang kecil dibandingkan negara lain di Amerika Latin.

Sementara itu, Presiden Ekuador Lenin Moreno berharap dunia pariwisata bisa menopang ekonomi. Maka, dia menerapkan kebijakan ”langit terbuka” beberapa bulan yang lalu untuk membebaskan lalu lintas udara dan membawa lebih banyak wisatawan ke Quito serta Guayaquil, dua kota di daratan Ekuador.

Banyak dari para wisatawan ini yang ingin pergi ke Galapagos. Maskapai penerbangan milik negara, TAM, telah mengumumkan lebih banyak penerbangan ke Kepulauan Galapagos.

Akankah otoritas pulau bisa menahan tekanan ini? Sebagaiman disampaikan Menteri Pariwisata Ekuador Enrique Ponce de Leon, pemerintah berupaya membuat turis lebih lama tinggal di negara itu dengan menawarkan paket kunjungan ke wilayah-wilayah lain di Ekuador. ”Kita harus mengupayakan mereka yang datang agar tinggal lebih lama,” ujarnya.

Apakah resep itu akan berhasil? Kita tunggu saja. Antara dollar dan penyelamatan lingkungan, memang bukan pilihan yang mudah. (AFP/LOK)

Sumber: Kompas, 12 Februari 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Berita ini 21 kali dibaca

Informasi terkait

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB