Tantangan Terbesar adalah Pemasaran Produk
Kecenderungan gawai menjadi kebutuhan primer membuka peluang besar bagi semua kalangan untuk mengembangkan aplikasi yang sesuai dengan gaya hidup dan kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, para pembuat aplikasi masih sulit memasarkan karya mereka.
Dalam pertemuan Kompas dengan para pengembang aplikasi sejak pekan lalu hingga Senin (13/4), terungkap bahwa gairah pembuatan aplikasi sangat besar tidak hanya di kota besar, tetapi juga di kota kecil. Aplikasi adalah suatu program komputer yang dibuat untuk mengerjakan dan melaksanakan tugas dari pengguna. Aplikasi merupakan rangkaian kegiatan atau perintah untuk dieksekusi oleh komputer.
Robin Dutheil, salah satu dari penyusun aplikasi AppAja, misalnya, membuat layanan navigasi yang memungkinkan pengguna menggunakan angkutan umum untuk mencapai tujuannya di wilayah Ibu Kota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Begitu menyebut tujuan, aplikasi tersebut menawarkan rute menggunakan angkutan umum dengan estimasi biaya jika menggunakan taksi. Dengan demikian, pengguna bisa membandingkan pengeluaran untuk transportasi umum. Saat ini mereka tengah mengintegrasikan basis data rute angkutan umum agar lebih mencakup moda transportasi yang beragam, mulai dari transjakarta, kereta komuter, hingga minibus.
Monetisasi atau cara bagi pembuat aplikasi untuk mendulang pemasukan uang dilakukan bukan melalui pemasangan iklan di dalam aplikasi, melainkan menggunakan kerja sama dengan pengelola basis data restoran atau tempat usaha untuk ditampilkan sebagai rekomendasi dalam layanan navigasi.
Kerja sama
Salah satu pendiri Momento App, aplikasi untuk mengedit foto, Narenda Wicaksono, mengatakan bahwa aplikasi kamera berbayar bikinannya sudah diunduh sebanyak 1,6 juta kali.
Timnya kini menggarap kerja sama dengan beberapa merek, salah satunya Coca-Cola untuk membuat kampanye atau membuat aplikasi sejenis bernama Soca Bandung yang diperuntukkan bagi warga Kota Bandung guna memberikan laporan kepada pemerintah dalam bentuk gambar.
Nadiem Makarim (30), pendiri dan Chief Executive Officer Go-Jek, mengatakan, Go-Jek merupakan aplikasi layanan yang bergerak dalam bidang transportasi dan kurir.
Go-Jek menggandeng tukang ojek untuk menjadi mitra. Sejak berdiri pada 2011 hingga sekarang, lebih dari 3.000 tukang ojek telah terdaftar jadi mitra bisnis. Tarif dikelola secara profesional serta mitra mengikuti standar layanan Go-Jek, seperti kewajiban pemakaian helm, jaket, dan masker mulut.
Kecepatan, inovasi, dan dampak sosial, begitu Nadiem menceritakan tiga nilai yang diusung Go-Jek. ”Aplikasi layanan ini membantu masyarakat untuk menuju lokasi yang diinginkan. Mereka juga bisa memanfaatkannya untuk pembelian barang, kurir, dan terbaru adalah pemesanan makanan,” ujar Nadiem.
Mereka kini telah meluncurkan fitur Go-Food. Ia menyebutkan, ada lebih dari 15.000 restoran dan gerai makanan yang bekerja sama.
”Banyak cerita bermunculan. Tetapi, saya senang, empat fitur aplikasi Go-Jek memberikan manfaat ekonomi bagi sopir ojek. Mereka mampu menerima pemasukan tetap sehingga keluarga lebih sejahtera,” tutur Nadiem.
Ia enggan menyebutkan berapa besar perolehan keuntungan perusahaan. Meskipun demikian, Go-Jek sudah memberikan kontribusi penerimaan pajak kepada DKI Jakarta.
Wisnu Manupraba, pengembang aplikasi Ngomik, menuturkan, aplikasi yang ia buat merupakan media yang mempertemukan para pembuat komik dan pembaca komik. Melalui Ngomik, komikus bisa memublikasikan karya mereka secara daring, sementara pencinta komik bisa membaca aneka jenis komik. Mulai berkembang sejak 2010 dalam bentuk laman, Ngomik kemudian berkembang menjadi aplikasi sejak 2012.
Ia melanjutkan, pengguna telepon pintar bisa mengunduh aplikasi Ngomik di Google Play, lalu menikmati komik-komik yang ada di sana. Sebagian komik di Ngomik bisa dibaca secara gratis, sementara sebagian lain merupakan komik premium sehingga pengguna akan dikenai biaya jika ingin membacanya. ”Biaya untuk komik premium bisa dibayar dengan pulsa,” ujar Wisnu.
Jumlah komikus yang memublikasikan komiknya di Ngomik sampai sekarang mencapai 3.000 orang. Adapun jumlah komik yang dipublikasikan mencapai 6.000 judul. ”Kalau jumlah pembaca yang sudah terdaftar di Ngomik saat ini sekitar 100.000 orang,” ucap Wisnu.
Dennis Adriansyah, pendiri Amagine Interactive, perusahaan pengembang aplikasi gim ponsel, menjelaskan, sejak berdiri pada 2011, Amagine Interactive mengembangkan gim dengan cita rasa Indonesia. Semua gim buatan perusahaan itu dikembangkan dari isu atau masalah yang sedang populer di Tanah Air. Saat lagu dangdut ”Sakitnya Tuh di Sini” sedang populer, misalnya, perusahaan itu mengembangkan gim ”Sakitnya Dimana”.
”Gim ’Sakitnya Dimana’ merupakan yang paling populer karena sudah diunduh sekitar 80.000 kali,” kata Dennis.
Karena menggratiskan semua gimnya, perusahaan itu hanya mengandalkan pemasukan dari iklan yang didapat melalui layanan Google Admob.
”Dulu, pada 2011, kami cukup kesulitan memasarkan gim kami karena pengguna ponsel Android masih sedikit. Namun, kesulitan itu tak lagi kami alami karena sekarang pengguna ponsel Android sangat banyak,” lanjutnya.
Tantangan
Meski demikian, masih ada kecenderungan anak muda menggunakan aplikasi dari luar negeri dibandingkan dengan aplikasi lokal.
Priscillia Hanu (28), karyawan swasta, mengatakan menggunakan aplikasi asing karena lebih banyak digunakan teman-teman di kantor dan lingkungan rumah. ”Kalau orang-orang terdekat tidak gunakan aplikasi lokal, buat apa saya pakai,” ujarnya.
Harjuno Prasetyo Sunu (18), mahasiswa Jurusan Komunikasi Universitas Dr Moestopo, mengatakan, seharusnya aplikasi lokal bisa memberikan kemudahan dan tidak sulit penggunaannya.
Menanggapi fenomena itu, Direktur Teknologi PT Solusi Dua Satu Dani Firmansyah, di Batam, Kepulauan Riau, menuturkan, pengguna gawai masih memprioritaskan aplikasi gratis. Karena itu, pembuatan aplikasi untuk pengguna perseorangan belum bisa sepenuhnya diandalkan sebagai sumber pendapatan. ”Sekarang mengandalkan dari penjualan produk dan jasa,” ujarnya.
Pengembangan itu diakui masih butuh waktu lama untuk sampai tahap bisa menghasilkan uang seperti diraih berbagai perusahaan teknologi. Fakta itu disadari para pemodal dan pengelola Solusi Dua Satu. ”Investor sudah paham periode mendapat pendapatan,” katanya.
Tantangan pemasaran dan pengembangan aplikasi, lanjut Dani, tidak hanya itu. Pengembang juga harus terus mengikuti perkembangan teknologi yang amat cepat. Ada pula tantangan sumber daya.
”Sebagian pengembang tidak tertarik dengan tantangan membuat aplikasi baru karena melihat tidak menambah pendapatan secara signifikan. Padahal, pengembangan itu bisa menambah keahlian dirinya,” ujar Dani.
Peluang
Industri konten, termasuk di dalamnya industri aplikasi, merupakan kelompok industri yang menyumbangkan nilai tambah terbesar. Berdasarkan riset yang dilakukan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) pada 2012, total pendapatan industri konten global mencapai 595 miliar dollar AS pada 2011. Nilainya diperkirakan terus meningkat hingga mencapai 788 miliar dollar AS pada 2016.
Meski demikian, pendapatan industri konten Indonesia masih kecil, hanya sekitar 3.750 juta dollar AS yang terbagi atas jenis konten.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyampaikan, seiring dengan pembangunan jaringan dan infrastruktur pita lebar, kementerian siap mendukung industri digital. (B01/B09/ZAK/AHA/ELD/MED/SEM/HRS/RAZ)
————————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 April 2015, di halaman 1 dengan judul “Gairah Besar Usaha Aplikasi”.