Fenomena Survei; Kesadaran Bernalar Warga Tumbuh

- Editor

Jumat, 17 Februari 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Maraknya kegiatan survei, hitung cepat, dan exit poll terkait pemilihan umum sekitar 10 tahun terakhir menunjukkan betapa fenomena realitas sosial dapat ditelaah dengan pendekatan ilmiah.

Secara sosiologis hal itu mengurai penebalan realitas politik menjadi lebih cair. Masyarakat pun dengan sendirinya memiliki acuan alternatif untuk menentukan pilihan dan menerima hasil pertarungan politik tanpa harus bersifat ekstrem.

“Semakin terbuka ruang untuk menganalisis visi-misi dan program kerja para kandidat. Pada sisi lain, semakin terukur pula tingkat penerimaan dan penolakan masyarakat terhadap para kandidat secara rasional,” ujar sosiolog politik Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, ketika dihubungi di Yogyakarta, Kamis (16/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, Arie juga mengingatkan agar para ilmuwan dan praktisi yang berkecimpung dalam survei politik benar-benar menjaga kredibilitasnya dengan menjunjung tinggi metodologi dan etika moral. Jangan sampai karena kepentingan pragmatis, lalu proses dan hasil mengabaikan nilai-nilai survei. “Setiap lembaga survei harus berani membuka kepada publik metode yang digunakan, termasuk dalam penentuan sampel,” ujar Arie.

Acuan kejujuran
Secara terpisah, dosen ilmu politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Burhanuddin Muhtadi, menuturkan, hitung cepat berpengaruh secara politik karena menjadi acuan kejujuran pemilu bagi masyarakat. Hitung cepat wajib dilandasi metode statistik yang baku, tidak bisa seenaknya.

“Dengan begitu, hasil hitung cepat bisa dibuktikan melalui penghitungan memakai rumus statistik. Memang, di setiap statistik selalu ada kemungkinan kesalahan (margin of error),” katanya.

Burhanuddin yang merupakan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia menerangkan, apabila kemungkinan kesalahan itu 1 persen, ketepatan angka hasil hitung cepat bisa ditambah atau dikurangi satu poin. Karena itu, membaca hasil hitung cepat juga harus teliti dan tidak bisa ditafsirkan secara semena-mena.

“Apabila selisih antara dua pasangan sangat kecil, seperti kurang dari 1 persen, tidak bisa langsung ditafsirkan bahwa pasangan dengan persentase lebih banyak adalah pemenang pemilu,” ujar Burhanuddin.

Menurut dia, masyarakat Indonesia semakin memperhatikan proses dan hasil hitung cepat. Hal ini membuat lembaga pelaku hitung cepat tidak bisa seenaknya memanipulasi data. “Melakukan manipulasi itu sama saja dengan membunuh kredibilitasnya sendiri,” katanya.

Meskipun begitu, Burhanuddin mengatakan, dari sisi akademis, hitung cepat tidak berarti karena yang memberi bobot analisis suatu pemilu ialah survei pasca pemungutan suara (exit poll). Survei ini dilakukan terhadap orang-orang yang baru selesai mencoblos di bilik suara. Mereka ditanya mengenai latar belakang pendidikan, ekonomi, dan alasan memilih pasangan calon tertentu.

“Hasil survei penting untuk memetakan pola para pemilih di dalam politik suatu wilayah,” katanya. (DNE)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Februari 2017, di halaman 12 dengan judul “Kesadaran Bernalar Warga Tumbuh”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:26 WIB

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Berita Terbaru

Artikel

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Kamis, 17 Jul 2025 - 21:26 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Kota di Bawah Masker

Kamis, 17 Jul 2025 - 20:53 WIB

fiksi

Cerpen: Simfoni Sel

Rabu, 16 Jul 2025 - 22:11 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB