El Nino Turunkan Populasi Kumbang di Hutan Amazon

- Editor

Selasa, 11 Februari 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Studi terbaru menunjukkan kekeringan sebagai dampak El Nino menghancurkan populasi kumbang kotoran. Serangga penyebar biji dan nutrisi ini sangat dibutuhkan ekosistem hutan.

Fenomena alam El Nino lebih panas dan kering memiliki dampak mengkhawatirkan terhadap keanekaragaman hayati di hutan hujan Amazon di Amerika Latin. Para peneliti menunjukkan populasi serangga kumbang kotoran atau kumbang tinja (dung beetle) berkurang lebih dari setengahnya selama dua tahun akibat kekeringan dan kebakaran hebat selama fenomena iklim El Nino.

190211-kumbang-kotoran_1549907214-720x553CC/AXEL STRAUS–Kumbang kotoran (Scarabaeus viettei)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Meski El Nino tahun 2015-2016 kurang mendapat perhatian dibandingkan kebakaran yang mengakibatkan deforestasi hebat tahun 2019, El Nino yang memberi efek kekeringan parah bersama aktivitas manusia berkontribusi pada kebakaran hutan yang membakar lebih dari 3 juta hektar hutan Amazon. Sebagai perbandingan, tahun 2019, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia mencapai 1,6 juta hektar.

Penelitian ini dirilis Sciencedaily, 10 Februari 2020, dengan mengambil sumber dari penelitian Universitas Lancaster di Inggris. Penelitian berjudul ”Kontribusi El Nino pada Kehancuran Serangga di Amazon” itu disebut sebagai riset pertama yang mengungkap secara jelas dampak kekeringan pada fauna di hutan Amazon.

Kumbang kotoran merupakan serangga kunci yang memiliki peran penting dalam ekosistem hutan sebagai penyebar nutrisi dan biji-bijian. Serangga ini menjadi indikator penting bagi jenis serangga yang digunakan untuk mengukur kesehatan keseluruhan ekosistem.

Tim ilmuwan antarnegara dari Inggris, Brasil, dan Selandia Baru menghitung lebih dari 14.000 kumbang kotoran dari 98 spesies di 30 plot hutan di negara bagian Para, Brasil, di dalam hutan Amazon, melalui beberapa survei yang dilakukan antara 2010 dan 2017. Mereka juga memantau jumlah kotoran yang dibuang dan jumlah benih yang disebarkan oleh kumbang kotoran.

Para peneliti menghitung sekitar 8.000 kumbang di seluruh plot pada 2010. Namun, pada 2016, mengikuti El Nino, jumlahnya telah menurun menjadi sekitar 3.700 dan tahun 2017 mereka menemukan hanya 2.600 kumbang.

Gangguan manusia, melalui kegiatan seperti penggundulan hutan dan pembalakan liar, secara signifikan meningkatkan risiko kebakaran hutan. Ini karena kebakaran hutan tidak terjadi secara alami di Amazon.

TOPSHOT-BRAZIL-FIREAFP/ JOAO LAET–Hutan Amazon yang terbakar di Altamira, Negara Bagian Para, Brasil, Selasa (27/8/2019). Brasil membuka diri terhadap bantuan asing untuk memadamkan kebakaran Amazon dengan syarat merekalah yang mengatur sepenuhnya alokasi pengeluaran bantuan itu.

”Investigasi kami memberi wawasan penting tentang bagaimana aktivitas manusia dan iklim ekstrem dapat bertindak bersama dan memengaruhi keanekaragaman hayati hutan tropis dan fungsi ekosistem,” kata ketua peneliti, Dr Filipe França dari Pusat Lingkungan di Universitas Lancaster dan peneliti di Embrapa Amazonia Oriental di Brasil.

Kehilangan kumbang pekerja keras ini juga mengindikasikan masalah lebih luas bahwa banyak mamalia yang hidup di hutan menyerah pada kekeringan dan kebakaran. Kumbang kotoran bergantung pada kotoran mamalia untuk bersarang dan makan karena itu penurunan populasi kumbang kemungkinan terkait hilangnya mamalia akibat kekeringan dan kebakaran El Nino.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan kehadiran mamalia berpengaruh besar pada kumbang kotoran. Hilangnya kumbang dapat mengindikasikan hewan lain hilang, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran bahwa regenerasi hutan akan terpengaruh negatif setelah kekeringan dan kebakaran hebat.

”Kami menemukan lebih sedikit kumbang kotoran setelah peristiwa El Nino dan mereka yang selamat berjuang untuk melakukan pekerjaan mereka. Jadi, mereka menyebarkan nutrisi dan biji-bijian di hutan yang telah terkena dampak kekeringan saja atau yang juga mengalami kebakaran,” jelas Rodrigo Fadini, Guru Besar Universitas Federal Para Barat di Brasil.

Oleh ICHWAN SUSANTO

Editor EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 11 Februari 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB