Ekowisata Gambut Cegah Kepunahan Burung Air

- Editor

Rabu, 24 Juni 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Spesies burung air wajib dilindungi dan dilestarikan sekaligus dapat dimanfaatkan potensi daya tariknya dengan menerapkan ekowisata di lahan gambut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

KOMPAS/RIZA FATHONI—Burung kerak basi beterbangan di Danau Hutan Kota Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020). Kawasan Hutan Kota Kemayoran dikembangkan dengan konsep ”Three Wonderful Journeys” dengan memadukan jalur hutan, ekspedisi mangrove, dan taman bermain air.

Lahan gambut menjadi salah satu habitat penting bagi sejumlah spesies burung air. Keberadaan satwa-satwa ini membutuhkan perlindungan dan pelestarian yang di antaranya bisa diusahakan melalui penerapan ekowisata lahan gambut.

Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Hadi S Alikodra menyampaikan, burung air merupakan karakteristik kelompok burung yang menggunakan habitat di areal lahan gambut, perairan rawa, danau, hutan mangrove, muara sungai, pesisir, dan daerah persawahan. Jadi, lahan gambut menjadi suatu kesatuan habitat yang mendukung ekosistem burung air.

”Lahan gambut menjadi tempat bersarang, tempat terbuka mencari makan, tempat mengasuh dan memelihara anak, serta tempat bersembunyi burung air,” ujar Hadi dalam kuliah umum daring bertajuk ”Konservasi Burung Air bagi Ekowisata di Areal Lahan Gambut” yang diselenggarakan Badan Restorasi Gambut, Selasa (23/6/2020).

Menurut Hadi, konsep ekowisata dapat diterapkan sebagai upaya konservasi lahan gambut dan burung air. Pengembangan ekowisata di lahan gambut juga dapat melibatkan masyarakat sekitar untuk turut menjaga dan melindung ekosistem ini.

”Pengembangan ekowisata dapat membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar. Mereka dapat menjadi guide atau membuka bisnis homestay sehingga masyarakat juga ikut mencintai alam dengan menjaga ekosistem lahan gambut,” katanya.

Lebih jauh, Hadi menjelaskan, pengembangan ekowisata ini dapat menjadi bagian dari konservasi burung air dengan tujuan mencegah kepunahan karena penangkapan dan perburuan liar. Sejumlah spesies burung air yang kerap diburu antara lain, trinil semak, trinil pantai, trinil kaki hijau, terik asia, cerek kernyut, dan cerek kalung kecil.

Oleh karena itu, Hadi memandang perlunya dilakukan pendekatan persuasif kepada pihak yang menangkap ataupun melakukan perburuan liar. Namun, saat melakukan pendekatan persuasif, pihak perusak ekosistem juga perlu diberikan alternatif lain dari sisi ekonomi sehingga mereka dapat lebih cepat meninggalkan aktivitas perburuannya.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO—Kawanan burung kuntul mencari makan di Waduk Bade, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yang airnya semakin surut akibat kemarau, Selasa (9/10/2018). Upaya pelestarian burung kuntul terus dilakukan antara lain melalui penerbitan larangan penembakan terhadap satwa yang dapat digunakan sebagai salah satu indikator kelestarian suatu kawasan tersebut.

Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cahyo Rahmadi mengakui sulitnya permasalahan penegakan hukum terkait penangkapan dan perburuan satwa liar seperti burung yang tidak dilindungi. Catatan Kompas, LIPI pernah mengajukan sejumlah daftar burung untuk dilindungi melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tetapi belum disetujui.

Senada dengan Hadi, Cahyo juga menilai perlu dilakukan pendekatan persuasif untuk mengatasi perburuan liar. Sebab, cara ini dinilai lebih efektif daripada pendekatan hukum. Namun, terkadang penyelesaian dengan menggunakan persuasif membutuhkan waktu yang lebih lama.

”Upaya kampanye perlindungan melalui pendekatan ekowisata karena burung air menjadi aset perlu didengungkan. Masyarakat yang mengelola kawasan ekowisata dengan daya tarik burung air perlu menjadi garda terdepan perlindungan keberadaan burung dan habitatnya,” ujarnya.

Burung air memiliki kaki dan paruh relatif panjang. Selain itu, burung air juga memiliki selaput kaki untuk memudahkan berdiri di atas lumpur dan berenang. Spesies burung air banyak dijumpai di pesisir Jawa dan daerah rawa gambut di Kalimantan.

Berdasarkan catatan Wetlands International Indonesia Programme, Indonesia memiliki 380 jenis burung air di berbagai wilayah pesisir. Sebanyak 49 lokasi di Indonesia juga menjadi wilayah persinggahan burung air di dunia yang melakukan migrasi.

Oleh PRADIPTA PANDU

Sumber: Kompas, 23 Juni 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB