Edukasi dengan Bahasa ”Receh”, Twitter Instansi Pemerintah Diminati Milenial

- Editor

Senin, 17 Desember 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Media sosial menjadi salah satu alat berbagi informasi yang banyak digunakan saat ini, terutama di kalangan milenial. Oleh karena itu, media ini banyak digunakan berbagai instansi resmi negara bahkan pejabat negara secara pribadi untuk menyampaikan informasi resmi. Tak sungkan, mereka menggunakan bahasa ala milenial yang sering disebut ”receh” agar menarik perhatian.

Berbagai medsos muncul dan bahkan tenggelam di dunia digital yang terus berkembang saat ini. Salah satu yang bertahan hingga belasan tahun adalah Twitter. Media ini dianggap tempat mencari informasi secara real time dan bentuk percakapan yang cepat dibandingkan medsos lainnya.

Tak heran banyak yang memanfaatkan Twitter untuk berbagi informasi, termasuk informasi resmi dari negara, tak terkecuali dari Presiden Joko Widodo yang memiliki akun resmi di Twitter.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

SITA NURAZMI MAKHRUFAH UNTUK KOMPAS–Admin Twitter Dirjen Jenderal Pajak, Farchan Noor Rachman, Kepala Pusat Data Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho, serta Country Industry Head Twitter Indonesia dan Malaysia, Rabu (5/12/2018).

Selain itu, salah satu yang banyak menarik perhatian akun milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yaitu @DitjenPajakRI. Instansi negara ini menyampaikan aturan pajak dengan bahasa ”remeh” dan ”receh” sehingga mendapat banyak tanggapan, terutama dari kalangan milenial.

Salah satu twit jenaka DJP yang banyak menarik perhatian yaitu balasan pertanyaan dari akun Aulia Istiani. Ia bertanya, amnesti pajak bisa digunakan juga untuk pengampunan bagi mantan yang meninggalkannya saat sangat sayang.

Balasan admin DJP kemudian, ”Mohon maaf, Kak. Program #AmnestiPajak sudah berakhir 31 Maret 2017. Mungkin memang sang mantan seharusnya tidak mendapat pengampunan”. DJP aktif membalas twit walau terkesan santai agar peraturan pajak menjadi hal yang familiar bagi masyarakat.

”Akun Twitter kami gunakan untuk memberikan edukasi perpajakan kepada publik tetapi sesuai dengan bahasa anak muda. Ada yang hit, terus ada kaitannya dengan pajak, kita buat twit lagi,” kata salah satu admin Twitter DJP, Farchan Noor Rachman, di Jakarta Selatan, Rabu (5/12/2018).

Farchan juga menjelaskan bahwa DJP mengandalkan Twitter setelah sebelumnya tidak sukses mempromosikan pajak dengan langkah awal. Sebelumnya, semua informasi didigitalisasi tetapi masih menggunakan bahasa yang resmi, lalu disebarkan di berbagai medsos. Sayangnya, cara ini dianggap tidak efektif. Bahkan, dasar-dasar pajak saja masih tidak diketahui masyarakat.

Setelah melihat berbagai contoh akun yang menjadi hit di Twitter, DJP kemudian mengadaptasinya. Kini, akun resmi ini memiliki 88.600 pengikut, Rabu. Sementara jumlah twit mencapai 18.000.

Selain DJP, Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho ikut memanfaatkan Twitter. Ia menggunakannya untuk berbagai informasi bencana alam sesuai jabatannya, bahkan mengklarifikasi berbagai hoaks yang beredar di medsos.

Karena keaktifannya itu, ia telah meraih berbagai penghargaan. Salah satu yang terbaru yaitu penghargaan sebagai The First Responders dari harian Singapura, The Straits Times, pada Rabu, 28 November 2018. Sebelumnya, ia juga dinobatkan sebagai Tokoh Komunikasi Kemanusiaan sekaligus sebagai Communicator of the Year 2018 dari Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia.

SITA NURAZMI MAKHRUFAH UNTUK KOMPAS–Diskusi tren twit di media sosial Twitter juga sebagai evaluasi twit hit di media sosial yang telah belasan tahun ini, Rabu (5/12/2018), di Jakarta Selatan.

”Kekuatan medsos luar biasa. Namun, karena sebagian besar penggunanya anak muda, informasi yang disampaikan walaupun soal bencana harus receh, bahasa milenial. Kalau bahasa birokrat tidak laku,” kata Sutopo yang telah memiliki 165.000 pengikut di Twitter ini, Rabu.

Sutopo juga mengutamakan verifikasi berita bencana yang tersebar di medsos. Apalagi jika berita itu tidak benar dan dapat meresahkan masyarakat. Tak heran ia sering kali dihubungi oleh media bahkan media luar untuk twitnya digunakan sebagai bahan berita.

Medsos menjadi tempat berbagi yang bebas. Tak heran hoaks banyak beredar. Namun, jika bijak menggunakannya, kebaikan bahkan prestasi bisa datang bagi penggunanya. (SITA NURAZMI MAKHRUFAH)-ADHI KUSUMAPUTRA

Sumber: Kompas, 5 Desember 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 17 Juli 2025 - 21:26 WIB

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Berita Terbaru

fiksi

Cerpen: Taman di Dalam Taman

Jumat, 18 Jul 2025 - 21:45 WIB

Artikel

Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya

Kamis, 17 Jul 2025 - 21:26 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Kota di Bawah Masker

Kamis, 17 Jul 2025 - 20:53 WIB

fiksi

Cerpen: Simfoni Sel

Rabu, 16 Jul 2025 - 22:11 WIB