Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memperberat penilaian penghargaan Adipura bagi kabupaten, kota, dan provinsi. Melalui pengetatan kriteria pemberian penghargaan yang menjadi incaran kepala daerah ini diharapkan dapat meningkatkan keseriusan daerah dalam pengelolaan dan pengurangan sampah.
Langkah ini dilakukan karena hampir seluruh kewenangan daerah atas sampah berada di pemerintah daerah. Di sisi lain, sampah yang terkelola secara nasional – diangkut ke tempat pemrosesan akhir/TPA – baru berkisar 40 persen. Sebagian besar masih belum terkelola baik dan terlepas ke lapangan.
Tak heran, sampah-sampah tak terkelola tersebut tertumpuk di lahan-lahan kosong maupun terlepas di perairan sungai dan laut. Seperti di Kali Pisang Batu, Kecamatan Tarumajaya di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat yang sepanjang 500 meter dipenuhi dengan sampah dari rumah tangga (Kompas, 7 Januari 2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati, Senin di Jakarta, memanfaatkan Penghargaan Adipura untuk mendorong pemerintah daerah lebih serius mengelola dan terlibat dalam pengurangan sampah. Pada pemberian Adipura pada 14 Januari 2019 mendatang, ia memastikan daerah yang masih menggunakan TPA pembuangan terbuka (open dumping) tidak mendapatkan penghargaan tersebut.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG (MYE)–Wakil Presiden Jusuf Kalla didampingi oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyerahkan penghargaan Proper dan Adipura dalam acara Malam Anugerah Lingkungan di Jakarta, Senin (23/11/2015). Penghargaan Proper dan Adipura diberikan kepada perusahaan dan pemerintah daerah yang mempunyai pengelolaan lingkungan hidup yang baik.
“Jadi kriteria utama adalah daerah itu mengelola TPA sesuai UU,” kata Rosa Vivien. Perundangan yang dimaksudnya UU 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Di situ, pemerintah mendapat amanat mulai tahun 2013 (lima tahun sejak UU 18/2008 diundangkan) tak ada lagi TPA open dumping.
Namun kenyataannya, dari 371 kabupaten/kota yang memiliki TPA, baru 15 TPA berjenis sanitary/controlled landfill atau non-open dumping. Selain itu terdapat 143 kabupaten/kota yang belum memiliki TPA.
“Kalau TPA masih open dumping tidak akan dapat Adipura meski nilai fisik lain bagus. Karena soal TPA ini mandat UU,” kata dia.
Kalau TPA masih open dumping tidak akan dapat Adipura meski nilai fisik lain bagus. Karena soal TPA ini mandat UU.
Kemudian, Rosa Vivien pun mengingatkan saat ini sejumlah TPA telah mencapai kapasitas maksimal yang bisa ditampung. Sebesar apa pun TPA suatu saat akan penuh seiring penambahan populasi penduduk dan sifat konsumtif yang menghasilkan sampah lebih banyak.
Karena itu, ia pun meminta pemerintah daerah aktif terlibat dalam pengurangan sampah. Diantaranya dengan menyusun inventarisasi kondisi dan potensi daerahnya untuk menentukan strategi pengurangan sampah.
Strategi daerah
Melalui Peraturan Presiden No.97/2017, seluruh daerah diperintahkan menyusun Kebijakan Strategi Dearah (Jakstrada) pengelolaan dan pengurangan sampah. Rosa Vivien mengatakan keberadaan Jakstrada menjadi kategori utama lain dalam penilaian Adipura. Dengan kata lain, kata dia, sejumlah daerah yang belum menyusun Jakstrada pun tidak akan mendapatkan penghargaan Adipura.
“Kalau tidak punya perencanaan dan target bagaimana bisa pemerintah daerah secara efektif mengelola dan menurunkan timbulan sampahnya,” kata dia. Dalam dokumen tersebut pun, kata dia, menjabarkan langkah-langkah yang diambil seluruh pemangku kepentingan dalam penurunan sampah.
Pengampanye Energi dan Urban Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Dwi Sawung sepakat bila pemberian penghargaan Adipura diperketat. “Sudah lama kami mendesak agar Adipura bergeser bukan hanya menilai kebersihan tapi juga menilai soal pengelolaan bahkan pengurangan sampah,” kata dia.
Langkah ini penting mengingat Adipura, kata dia, acapkali dipelesetkan Adipura-pura karena pemberian penghargaan tersebut mencederai kepercayaan publik. Ini karena daerah terlihat bersih hanya saat masa penilaian selepasnya kembali jorok.
Dwi Sawung pun meminta agar penilaian dilakukan pada kemampuan pemerintah daerah menerapkan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, hotel, rumah makan, dan kawasan bisnis. Ini penting mengingat pemilahan sampah sedari awal menentukan “nasib” sampah agar bisa didaur-ulang.–ICHWAN SUSANTO
Sumber: Kompas, 8 Januari 2019