Temuan 10 burung penyanyi baru di tiga pulau kecil di gugusan Kepulauan Wallacea meneguhkan keberadaan kepulauan ini sebagai pusat megabiodiversitas yang harusnya dijaga. Ironisnya, pulau-pulau ini terancam penambangan.
SUMBER: E. OTWELL; F. RHEINDT ET AL/SCIENCE 2020–Sepuluh burung penyanyi baru, terdiri dari lima spesies dan lima subspesies baru, ditemukan di tiga pulau kecil di gugusan Kepulauan Wallacea, yaitu Taliabu, Peleng dan Togian.
Sepuluh burung penyanyi baru ditemukan di tiga pulau kecil di gugusan Kepulauan Wallacea, yaitu Pulau Taliabu, Peleng, dan Togian. Temuan ini meneguhkan keberadaan kepulauan ini sebagai pusat megabiodiversitas yang harusnya dijaga. Ironisnya pulau-pulau ini terancam penambangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penemuan lima spesies dan lima subspesies burung baru ini merupakan kolaborasi peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan National University of Singapore (NUS). Temuan ini dipublikasikan di jurnal internasional Science pada 10 Januari 2020.
Sejak 1999, rata-rata hanya lima atau enam spesies baru burung yang ditemukan di seluruh dunia. Karena itu, temuan lima spesies dan lima subspesies baru dalam satu kawasan menjadi lompatan dalam penemuan keanekaragaman burung.
“Dalam mencari spesies baru, sangat penting untuk memilih pulau (yang dikelilingi) laut dalam,” kata ahli biologi evolusi dari NUS, Frank Rheindt, yang memimpin penelitian ini, dalam keterangan tertulis. “Pulau-pulau itu cenderung memiliki spesies endemik yang tidak dibagi dengan daratan lainnya.”
Dengan pemahaman ini, pada akhir tahun 2013 hingga awal 2014, Rheindt dan timnya memusatkan penelitian mereka di Pulau Taliabu dan Peleng, yang terletak di lepas pantai timur laut Sulawesi. Data batimetri menunjukkan adanya laut dalam antara pulau-pulau ini dan Sulawesi.
Tim peneliti juga memeriksa data koleksi spesies burung yang sudah dikumpulkan para peneliti terdahulu, terutama oleh Alfred Wallace. Mereka berupaya fokus pada bagian Wallacea yang lebih sedikit didatangi kolektor bersejarah karena daerah ini dianggap menyimpan keanekaragaman burung yang belum semuanya terdeskripsikan.
Pulau Taliabu dan tetangganya, bersama-sama membentuk kelompok Sula, hanya dikunjungi sebentar oleh delapan ekspedisi bersejarah. Semuanya hanya di daerah pantai dan gagal menembus dataran tinggi di interior karena aksesibilitas yang buruk. Demikian halnya Pulau Peleng serta pulau-pulau yang lain di gugusan Banggai dikunjungi sepanjang garis pantai oleh hanya tiga kolektor bersejarah.
Rheindt dan tim menemukan sejumlah spesiemen burung untuk dipelajari di laboratorium. Sebagian besar burung dalam penelitian ini ditemukan di Taliabu, yang merupakan pulau terbesar dan tertinggi di pulau itu.
Dengan mengintegrasikan metodologi penelitian genomik dan fenotipik, tim berhasil mendeskripsikan lima spesies burung penyanyi baru dan lima sub spesies baru. Di Taliabu, mereka menemukan tiga spesies baru yaitu Taliabu Grasshopper-Warbler, Taliabu Myzomela, dan Taliabu Leaf-Warbler. Mereka juga menemukan tiga subspesies baru, yaitu Taliabu Snowy-browed Flycatcher, dan Sula Mountain Leaftoiler.
Sedangkan di Pulau Peleng, ditemukan dua spesies baru yaitu Peleng Fantail dam Peleng Leaf-Warbler dan subspesies Banggai Mountain Leaftoiler. Di Togian ditemukan subspesies baru Togian Jungle-Flycatcher.
“Deskripsi tentang spesies burung dari daerah yang terisolasi secara geografis ini jarang terjadi,” kata Rheindt.
Dia menambahkan, “Ke depan, penggunaan informasi sejarah-bumi dan batimetri juga dapat diterapkan pada organisme darat dan wilayah lain di luar Kepulauan Indonesia untuk mengidentifikasi pulau-pulau yang menjanjikan dan berpotensi memiliki taksa baru untuk dibuka.”
SUMBER: JAMES EATON/BIRDTOUR ASIA–Tim menemukan 10 burung penyanyi baru, termasuk burung madu Taliabu Myzomela (Myzomela wahe) (kiri), warbler daun Taliabu (Phylloscopus emilsalimi) (tengah) dan belalang-warbler Taliabu (Locustella portenta) (kanan), semua ditemukan di pulau Taliabu.
Ancaman kerusakan
Temuan ini menunjukkan pentingnya konservasi di pulau-pulau di kawasan Wallacea. Namun demikian, seperti disebutkan Rheindt, selama ekspedisi, tim peneliti menemukan kerusakan hutan telah merajalela di Taliabu dan Peleng. Bahkan, di dataran rendahnya tidak ada lagi hutan primer dan sebagian besar hutan dataran tinggi telah terdampak penebangan atau kebakaran hutan.
“Sebagian besar spesies burung yang kami teliti tampaknya mentolerir beberapa bentuk degradasi habitat dan mudah terdeteksi di hutan dan tepi sekunder. Namun, beberapa spesies atau subspesies pasti terancam oleh tingkat kehilangan habitat yang sangat besar di pulau-pulau ini. Karena itu, dibutuhkan tindakan konservasi yang segera dan berkelanjutan,” kata Rheindt.
Sebelumnya, dalam peluncuran buku Sains untuk Biodiversitas Indonesia, Jatna Suprijatna, anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) yang juga Guru Besar Biologi Konservasi Universitas Indonesia, mengatakan, sekitar 70 persen hewan endemik di dunia ada Zona Wallacea. Di sinilah spesiasi (proses dalam evolusi) terjadi (Kompas, 12/11/2019).
Selain perambahan hutan, pulau-pulau kecil di zona Wallacea ini juga terancam penambangan. Koordinator Jaringan Tambang (Jatam) Merah Johansyah mengatakan, di Pulau Taliabu yang masuk dalam Provinsi Maluku Utara terdapat penambangan biji besi yang mulai eksplorasi sejak 2009.
Selain di Pulau Talibu, penambangan dan perkebunan sawit juga merangsek di pulau-pulau Wallacea. Terbaru, Pulau Obi di Maluku Utara saat ini terancam penambangan nikel.
Oleh AHMAD ARIF
Editor: YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 13 Januari 2020