Diperlukan, Konservasi untuk Pertahankan Keragaman Mikrobia

- Editor

Rabu, 17 Mei 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Salah satu cara untuk mempertahankan keanekaragaman mikrobia di Indonesia selain dengan mengembangkan koleksi kultur mikrobia, juga diperlukan upaya konservasi. Namun, menurut Prof Dr Mien A. Rifai dari Herbarium Bogorense Puslitbang Biologi LIPI, Bogor, konservasi yang dimaksudkan bukanlah konservasi terhadap mikrobia, tapi yang penting ialah konservasi terhadap pemanfaatannya.

Prof Mien Rifai mengemukakan itu kepada Kompas di Yogyakarta, Senin (12/6) seusai berbicara di depan peserta Lokakarya Regional Koleksi Kultur Mikrobia Asia Tenggara, di Gedung PAU (Pusat Antar Universitas) Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada (UGM). Pada lokakarya itu sebagai pembicara pertama ia menyampaikan makalah The Biodiversity of Indonesian Microorganism.

Dikemukakan, kearifan lokal sampai saat ini banyak memanfaatkan mikrobia untuk berbagai produksi. Namun masyarakat dinilai masih belum merasa memiliki mikrobia sebagai bahan baku, sehingga tidak ada upaya konservasi. Sementara konservasi yang sudah dilakukan selama ini hanyalah konservasi untuk
Konservasi. Untuk itu perlu perubahan sikap agar upaya konservasi berdampak positif bagi pelestarian mikrobia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Habitat terancam
Sementara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro menilai sudah saatnya perhatian mulai diberikan untuk pengembangan koleksi kultur mikrobia. Hal ini terutama mengingat ancaman perusakan habitat alam dan lingkungan yang menjadi tempat mikrobia berkembang biak.

Pada kesempatan membuka lokakarya tersebut (11/6) malam, Mendikbud juga mengatakan perhatian lebih besar tidak hanya untuk koleksi kultur bakteri, virus, ganggang, jamur dan protozoa. Tapi juga harus diberikan pada bahan genetik asli serta karakter lingkungan alam.

Pada bagian lain Wardiman mengemukakan, lokakarya yang bertujuan meningkatkan pengembangan koleksi kultur mikrobia di Asia Tenggara itu sangat penting untuk mengembangkan pengetahuan dasar mikrobia. Sebagai contoh, jika para ilmuwan mengetahui lebih banyak karakter dasar virus Ebola, berjangkitnya virus itu di Afrika bisa dicegah.

Dikatakan juga, banyak jenis mokrobia yang kegunaannya cukup penting bagi umat manusia seperti ragi (yeast) untuk proses peragian dan lain-lain. Lebih dari itu, ini merupakan lahan dasar penelitian untuk pengembangan produk industri baru mulai dari bidang farmasi hingga agrobisnis.

Anak tiri
Sementara itu Dr Slamet Sudarmadji dan Dr Endang Sutriswati R selaku ketua dan sekretaris panitia menjelaskan, tujuan lokakarya yang pertama di Indonesia ini antara lain untuk mengetahui cara mengidentifikasi dan pengawetan sebagai usaha koleksi kultur mikrobia. Hal ini dinilai penting karena cara mengidentifikasi mikrobia sekarang tidak mudah dan butuh peralatan canggih. ”Identifikasi mikrobia kini tidak cukup hanya dengan melihat bentuknya melalui mikroskop, tapi harus mengetahui reaksi kimia dan sifat genetiknya,” ujar Dr Endang menambahkan.

Seperti dikemukakan Mendikbud, kedua pakar dari UGM itu mengakui pengembangan dan penelitian mikrobia di Indonesia masih kurang mendapat perhatian, seolah dianaktirikan. Akibatnya, koleksi kultur mikrobia di Indonesia masih sangat terbatas, dan UGM yang paling banyak memiliki dengan 500 koleksi kultur.

Menghadapi pengembangan industri di masa depan, pelestarian dan pemurnian mikrobia dinilai sangat penting. Misalnya untuk membuat tempe generasi ketiga di masa datang diperlukan mikrobia yang standar dan murni untuk menghasilkan produk yang baik.

Satu hal yang penting dari lokakarya tersebut ialah membentuk jaringan antaruniversitas sebagai upaya memperkaya koleksi kultur mikrobia di Indonesia.

Lokakarya yang berlangsung 10 hari itu diikuti para ahli dari Belanda, Jepang, Cina, Hongkong, Malaysia, Korea, Vietnam, Thailand, Filipina dan Indonesia. (dth)

Sumber: Kompas, 13 Juni 1995

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB