Di Tengah Pandemi, Masyarakat Butuh Panduan Informasi yang Jelas

- Editor

Senin, 30 Maret 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Di tengah pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19, masyarakat membutuhkan instrumen informasi yang jelas, seperti ketersediaan bahan pokok, obat-obatan, dan lokasi pasien positif Covid-19.

KOMPAS/PRIYOMBODO–Foto udara suasana jalan protokol Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, lengang dari kendaraan bermotor yang melintas, Sabtu (28/3/2020). Penularan pandemi Covid-19 saat ini kian meluas di Tanah Air, menuntut langkah yang lebih progresif dari pemerintah untuk mengatasinya dengan menjadikan keselamatan penduduk sebagai prioritas utama.

Penyiapan instrumen informasi menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat jika diberlakukan karantina atau pembatasan pergerakan yang lebih tegas di masyarakat. Informasi yang lengkap dan rutin seperti ketersediaan bahan pokok dan obat/alat medis beserta lokasinya akan sangat membantu masyarakat lebih disiplin dalam membatasi pergerakan diri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Informasi tak kalah penting untuk mencegah penularan adalah lokasi pasien positif Covid-19 untuk memberikan pertimbangan warga saat terpaksa keluar dari tempat tinggalnya.

”Informasi itu seperti lampu yang memberi terang. Meskipun saya tidak keluar rumah, tapi dapat informasi itu, kita bisa merasakan pemerintah care dan meningkatkan kepercayaan kita ke pemerintah yang terus berusaha menangani wabah ini,” ujar Dicky Pelupessy, dosen psikologi sosial pada Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Sabtu (28/3/2020) di Jakarta.

Ia mengatakan, informasi ketersediaan serta lokasi untuk mendapatkan bahan pokok dan bahan medis, terutama masker, hand sanitizer, dan disinfektan, diperlukan untuk mencegah terjadinya panic buying. Keamanan pasokan ini pun dijamin pemerintah dengan kebijakan di lapangan untuk tetap memperbolehkan lalu lintas logistik bahan-bahan kebutuhan pokok dan bahan medis tersebut melalui protokol pencegahan penyebaran penyakit.

Dicky yang juga anggota tim Panel Sosial untuk Kebencanaan mengatakan, instrumen informasi tersebut pun akan lebih efektif apabila dilengkapi fasilitas interaksi. Di antaranya, fitur tersebut berupa pelaporan dari masyarakat akan temuan-temuan pelanggaran, misalnya temuan harga bahan pokok atau bahan medis yang dijual tidak wajar. ”Ada semacam clearing house sehingga orang bisa melakukan pengawasan dan pelaporan,” lanjutnya.

Selain pekerjaan rumah pemerintah untuk membangun sistem atau instrumen informasi tersebut, kata Dicky, masyarakat juga perlu diingatkan untuk tetap menjaga solidaritas sosial, paguyuban, dan kerja sama. Dalam konteks bekerja dari rumah, misalnya, orang bisa saja cenderung melupakan sesamanya di ”luar pintu rumahnya” yang membutuhkan dan terdampak akan krisis ini.

Contoh lagi, ujarnya, dalam hal memenuhi kebutuhan pokok agar menggunakan common sense bahwa orang lain juga membutuhkan meskipun dirinya memiliki cukup uang untuk membeli dan menimbun bahan pokok.

”Ada orang lain juga yang membutuhkan. Tidak usah mikir orang (yang membutuhkan) itu siapa karena bisa saja dia teman atau saudara atau teman anak Anda,” katanya.

Hasil survei
Dalam kesempatan itu, Dicky juga menyampaikan hasil survei tim Panel Sosial untuk Kebencanaan terkait persepsi publik tentang keterbukaan informasi pasien positif Covid-19. Dalam survei secara daring yang diikuti sekitar 15.101 responden pada 20-21 Maret 2020, tim menanyakan tentang keterbukaan informasi dari sisi nama lengkap pasien positif, alamat tempat tinggal pasien positif, dan riwayat perjalanan pasien positif.

Survei tersebut dilakukan tim peneliti yang dipimpin Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bersama Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, Sekolah Tinggi Statistik, serta Jurnalis Bencana dan Krisis Indonesia. Adapun hasil dan rekomendasi telah diberikan kepada BNPB dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada Selasa lalu.

Secara kuantitatif, kata Dicky, hasilnya sebagian besar responden (61,2 persen) setuju nama pasien positif dibuka ke publik. Meski demikian, ketika ditelisik secara kualitatif, beberapa responden menyatakan hal ini perlu dilakukan secara hati-hati.

PANEL SOSIAL UNTUK KEBENCANAAN–Hasil survei keterbukaan informasi publik yang dilakukan tim Panel Sosial untuk Kebencanaan.

Kemudian, pertanyaan lanjutan alamat tempat tinggal pasien positif, sejumlah 64 persen setuju dibuka hingga tingkat kecamatan, sejumlah 60,8 persen setuju dibuka hingga tingkat kelurahan, dan 65,8 persen setuju hingga tingkat RT/RW. Informasi ini penting agar orang waspada atau memiliki pertimbangan sebelum melangkah ke lokasi tersebut.

”Jangan sampai karena info gelap, orang tidak tahu, orang malah datang ke tempat positif atau melalui jalan yang dilalui positif,” ucapnya.

PANEL SOSIAL UNTUK KEBENCANAAN–Hasil survei yang dilakukan tim Panel Sosial untuk Kebencanaan terkait keterbukaan informasi akan pasien positif Covid-19.

Lalu, pertanyaan kemudian terkait riwayat perjalanan pasien positif. Sejumlah 97 persen responden menyatakan informasi ini penting. Responden di Jawa (56,2 persen) dan luar Jawa (52,2 persen) menilai informasi riwayat perjalanan 14 hari terakhir pasien positif ini penting dan berguna. Sebagai informasi, 78,2 persen responden berada di Jawa.

Dicky mengatakan, pada awal-awal munculnya pasien positif Covid-19 (Kasus 1 dan Kasus 2), banyak masyarakat yang keberatan apabila nama, tempat tinggal, dan riwayat perjalanan dibuka ke publik. Ini karena menimbulkan stres dan trauma pada pasien. Namun, lanjutnya, sejalan dengan waktu merebaknya virus SARS-CoV-2 ini, muncul kesadaran bahwa keterbukaan informasi penting untuk memutus rantai penularan penyakit.

Akan tetapi, diakui Dicky, membuka informasi ini membutuhkan persiapan untuk menekan risiko sosial. Persiapan tersebut antara lain edukasi yang masif kepada masyarakat berisi informasi lengkap terkait urgensi informasi tersebut dibuka ke publik. Alasan pencegahan penularan dengan melindungi diri juga akan melindungi orang lain bisa digunakan.

PANEL SOSIAL UNTUK KEBENCANAAN–Hasil survei keterbukaan informasi publik yang dilakukan tim Panel Sosial untuk Kebencanaan.

Oleh karena itu, prasyarat atau prakondisi seperti peningkatan kesadaran dan kewaspadaan pada masyarakat hingga tingkat terbawah sangat penting.

”Bagaimana membuat orang sadar akan risiko dari wabah ini. Persepsi risiko harus ditingkatkan dulu. Karena kita melihat ini (persepsi masyarakat) belum sama bahwa Covid-19 serius dan berbahaya dan bisa menular di mana saja, kapan saja, dan melalui siapa saja,” tuturnya.

Selain itu, aspek sosial dan juga hukumnya. Ia mencontohkan, orang bisa saja menjadi takut lalu malah melakukan perundungan (bullying) atau mengusir pasien positif tersebut. ”Jangan sampai muncul dampak sosialnya,” kata Dicky.

Platform
Sementara itu, terkait platform yang digunakan untuk penyebarluasan informasi ini, tim survei pun menjumpai 80,71 persen responden menginginkan pengiriman informasi melalui aplikasi pesan seperti Whatsapp dan Line, 70 persen melalui situs web (situs resmi pemerintah). Sementara 25,6 persen responden menginginkan informasi melalui SMS dan 2,78 persen melalui media sosial pemerintah.

”Dari hasil ini, kami mempersepsikan bahwa kecenderungan masyarakat adalah pasif, menunggu informasi, (meminta agar) dikirimi masuk ke pesan mereka. Interpretasi selanjutnya adalah orang males ngecek ke medsos pemerintah. Entah alasan apa,” tutur Dicky.

Terkait platform informasi ini, dalam wawancara di Kompas TV, Jumat, 27 Maret 2020, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate menyebutkan, pemerintah sedang menyiapkan aplikasi yang sementara bernama Peduli Lindungi. Aplikasi ini akan melacak lokasi pasien positif Covid-10 dan mengingatkan pengguna yang berinteraksi dengan pasien. Data ini pun akan terintegrasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19

Aplikasi serupa digunakan beberapa negara untuk melacak penyebaran virus korona melalui telepon seluler. Contohnya, Singapura yang menggunakan aplikasi Trace Together, pada aplikasi tersebut pengguna menyalakan bluetooth untuk mendeteksi pengguna lain pada jarak 2 meter.

Oleh ICHWAN SUSANTO

Editor: ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN

Sumber: Kompas, 28 Maret 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Berita ini 0 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 7 Februari 2024 - 13:56 WIB

Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB