Dari Unispace 1982, Dipertanyakan Fungsi Ruang Angkasa

- Editor

Minggu, 24 Maret 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Telah berabad-abad lamanya manusia memimpikan perjalanan di antara planit dan bintang. Sir Isaac Newton, seorang ahli fisika dan matematika Inggris adalah yang pertama kali menyimpulkan, bahwa pada kecepa tan yang cukup tinggi, sebuah obyek dapat mempertahankan gerak orbit mengelilingi bumi, seperti bulan. Tapi abad ruang angkasa yang didambakan baru dimulai tahun 1957, ketika Uni Soviet dengan penuh kebanggaan mengumumkan bahwa sateli t dunia buatan Sputnik I telah ditempatkan dalam garis edarnya dengan baik. AS yang juga merencanakan peluncuran satelit ilmiah dalam memperinga ti Tahun Internasional Geofisika tahun 1957 terpaksa menundanya hingga Januari 1958. Itupun setelah menebusnya dengan sebuah kegagalan di Iandasan peluncuran Cape Canaveral Florida roket Vanguard I kehilangan daya dorong dan tertelan nyala api hanya dua detik seteIah mesin utama dinyalakan.

Tahun 1961, kembali Uni Soviet membusungkan dada untuk keberhasilan kosmonot Yuri Gagarin menempuh “pengalaman pribadi” salama satu jam, 48 menit di ruang angkasa.

Didorong oleh pernyataan Khrushchev tentang superioritas negaranya di ruang angkasa, John Kennedy segera memutuskan untuk mendaratkan manusia di bulan sebelum dasa warsa 60 berakhir. Padahal sebelumnya AS belum mengutamakan program manusia dalam rencana ruang angkasanya. Kini 25 tahun berlalu sejak Sputnik l dan 13 tahun sejak Neil Armstrong menjejakkan kaki pertama kali di bulan, persaingan untuk memanfaatkan ruang angkasa semakin menghebat. Bukan hanya untuk kepentingan ilmu pengetahuan, tetapi juga perkembangan ekonomi dunia, dan yang dikhawatirkan menjadi arena pameran kekuatan militer negara-negara besar. Apalagi berhasilnya AS dengan misi Columbia semakin mempercepat eksploitasi ruang angkasa untuk berbagai tujuan: US yang berusaha keras menyaingi AS khabarnya telah pula meluncurkan pesawat serupa tanpa awak 3 Juni lalu, dari landasan Kapustin di Sungai Volga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Atas berbagai pertimbangan itulah, Sekjen PBB Javier Perez de Cuellar menghimbau masyarakat internasional agar secara giat menentang militerisasi ruang angkasa yang dikhawatirkan dapat mengurangi kerja sama damai di bidang teknologi ruang angkasa. Himbauan ini disampaikan pada 152 negara peserta Konperensi PBB “Eksplorasi dan Penggunaan Ruang Angkasa Untuk Tujuan Damai” kedua (UNISPACE 1982). Pertemuan ini diselenggarakan di Wina 9 Agustus sampai 21 Agustus 1982.

Konperensi memusatkan pembicaraan pada kerjasama internasional di ruang angkasa untuk menunjang perekonomian dunia, dan peran PBB dalam eksplorasi ruang angkasa. Meski tidak ada makalah khusus tentang militerisasi ruang angkasa yang akan dibahas, topik ini diharapkan akan dibicarakan secara serius. AS dan US kelihatannya berusaha menghindar, tetapi tokh negara-negara lain tidak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut.

Manfaat UNISPACE 1982 bagi negara berkembang
Menjawab pertanyaan koresponden USICA di Washington, Carla Carlson tentang manfaat pertemuan di Wina bagi negara-negara berkembang, direktur NASA James Beggs berharap negara-negara berkembang dapat memanfaatkan teknologi ruang angkasa untuk kemajuan negara masing-masing. Baik dari segi ekonomi maupun transfer ilmu dan teknologi. Penggunaan satelit dapat memberikan informasi tentang evaluasi hasil panen, pencarian mineral, manajemen air. Indonesia misalnya, telah menggunakan satelit untuk kepentingan komunikasi sejak tahun 1977 lalu. Satelit komunikasi untuk Indonesia akan dibawa oleh Columbia tahun depan untuk ditempatkan dalam orbit edarnya.

Cina dan India sekarang ini telah berhasil meluncurkan satelit buatan sendiri, sedang Pakistan dalam usaha mencoba. Program-program ini memang tidak akan mampu menyaingi bisnis ruang angkasa negara-negara maju, tetapi bagaimanapun merupakan awal bagi kepentingan sipil dan militer di ruang angkasa. Cina nampaknya memang berniat memanfaatkan ruang angkasa untuk kepentingan militer, meniru AS dan US.

Rencana di masa depan
Pada tahun 1869, Everett Hale menulis sebuah fiksi ilmiah tentang kolonisasi di ruang angkasa. Ia membuat sebuah satelit bergaris tengah 60 meter yang Ialu ditempatkannya di luar bumi. Satelit ini dihuni oleh 37 orang avonturir. Mereka berhubungan dengan penduduk bumi melalui kode morse.

Kolonisasi ruang angkasa secara serius dibahas oleh seorang ahli fisika Universitas Princeton, Dr. Gerard 0′ Neill. Pada tahun 1970-an ia menulis ”Human Colonies in Space”, yang merencanakan secara terperinci bentuk kolonisasi ruang angkasa. Koloni tersebut memenuhi kebutuhan mereka dengan bahan-bahan yang berasal dari bumi dan bulan. Sumber energi semuanya berasal dari matahari. O’Neil berharap dengan memindahkan manusia sedikit demi sedikit ke ruang angkasa, masalah kependudukan dan degradasi lingkungan akan dapat diatasi.

Selain mengatasi masalah kependudukan, para ahli kini lebih memikirkan membangun industri ruang angkasa. Berbagai percobaan yang dilakukan AS dalam “Skylab” menunjukkan bahwa keadaan tanpa bobot dan hampa udara memungkinkan dihasilkannya beberapa jenis bahan yang tak mungkin dihasilkan di Bumi. Misalnya saja, tanpa gravitasi, bentuk kristal akan lebih beraturan sehingga dapat membentuk gelas dan perlengkapan elektronik yang jauh lebih baik.

Demikian pula industri obat-obatan. Dalam keadaan tanpa bobot unsur-unsur yang hampir identik lebih mudah dipisahkan. Untuk sejenis obat yang diperlukan bagi penggumpalan darah, industri ruang angkasa dapat menurunkan harganya dari $ 1.200 AS menjadi hanya $ 100 AS saja. Ini juga berarti membantu menyelamatkan Iebih dari 50.000 penderita penggumpalan darah setiap tahun.

Perusahaan mobil Jerman BMW pun tertarik memanfaatkan ruang angkasa untuk menghasilkan sejenis campuran aluminium dan timah yang mempunyai daya resisten tinggi terhadap panas.

Pada saat mencampurkan logam di bumi, pengaruh gravitasi dapat menyebabkan penggumpalan di bagian dasar alat penyampur, dan ini mempengaruhi kualitas campuran.

Masalah yang dihadapi bila rencana-rencana di atas dapat terwujud kiranya tidaklah begitu sederhana. Pertama, harga produk luar angkasa akan melonjak tinggi sehingga sukar terjangkau oleh pasaran umum, kecuali beberapa jenis obat-obatan. Di samping itu kita masih harus menguji reaksinya terhadap keadaan bumi.

Yang kedua, hidup di ruang angkasa ibarat hidup dalam sebuah kapal selam di dasar samudra yang gelap, sepi, terisolir dan penuh risiko. lni disebabkan kita membutuhkan selubung yang sangat tebal untuk melindungi lingkungan kita terhadap radiasi matahari yang kuat dan radiasi kosmis ataupun bombardir meteor.

Seorang ahli ekologi Paul Ehrlich berpendapat, saat ini para ilmuwan belum mampu membangun ekosistem yang cukup stabil di ruang angkasa sehingga koloni tersebut mampu mencukupi lingkungannya sendiri. Kini masih harus belajar banyak tentang ekosistem bumi yang ternyata makin lama makin kurang stabil. Kiranya masih memerlukan waktu yang teramat lama untuk dapat membangun ekosistem sekompleks apa yang kini sedang mengalami degradasi.

Damai dan perang di ruang angkasa
Banyak orang masih belum menyadari bahwa militerisasi ruang angkasa sekarang ini sebenarnya telah menjadi kenyataan. Seorang pengamat senior dari Worldwatch Institue Daniel Deudney bahkan berpendapat, tanpa pertimbangan militer program-program ruang angkasa AS dan US tidak akan mendapat dana sebesar sekarang ini. Dua puluh sampai 27 persen dana NASA digunakan untuk kepentingan militer, sehingga dana militer ruang angkasa AS mencapai 75 persen dari seluruh dana proyek ruang angkasa AS.

Sejak memasuki abad ruang angkasa, penggunaan ruang angkasa untuk kepentingan militer telah melewati tiga tahap. Selama dasa warsa 60-an dan 70-an program militer memanfaatkan ruang angkasa untuk informasi dan komunikasi. Tapi beberapa tahun terakhir ini AS dan US saling bersaing untuk menempatkan senjata-senjata pemusnah di ruang angkasa.

Badan Peneliti Kongres AS memperkirakan sepanjang tahun 1981 saja Soviet telah berhasil meluncurkan lebih dari 1200 misi ruang angkasa, 850 misi tersebut merupakan misi militer. Sementara AS sendiri berhasil dengan 420 misi militer dan 327 misi sipil. Kebanyakan dari satelit-satelit yang diluncurkan bertugas memata-matai kegiatan satu sama lain, tetapi beberapa merupakan satelit pembunuh.

Bahkan kini AS sedang mengembangkan penggunaan senjata laser yang dapat menghancurkan musuh di darat maupun di ruang angkasa. Bila digunakan di ruang angkasa senjata laser tidak akan banyak berpengaruh pada obyek di tanah, ini akibat efek penyebaran oleh air dan awan. Senjata sistem sinar yang diharapkan dapat menghancurkan gudang ICBM Soviet (peluru kendali balistik antar benua) berharga sekitar $ 500 bilyun hingga $ 1 trilyun.

Masih sukar menyebutkan apakah Rusia juga mengembangkan senjata ini, mengingat Rusia sangat tertutup terhadap pekembangan militernya.Tapi berita terakhir memang menyebutkan usaha US untuk meluncurkan satelit bersenjata laser, dalam setahun mendatang.

Momentum perkembangan militer akhir-akhir ini memberikan gambaran yang suram bagi masa depan bumi dan ruang angkasa. Pada saat persaingan sumber daya meningkat dan peperangan ideologi terus berlangsung, militerisasi ruang angkasa secara agresif dipromosikan oleh AS dan US, ini mengancam keamanan yang selama ini diperjuangkan tiap negara. Di sini kita mengharap peran negara-negara Iain yang sudah mulai aktif memanfaatkan ruang angkasa untuk mengekang ambisi kedua super power. Bila tidak ruang angkasa akan kehilangan kedamaiannya, menjadi arena perang, arena persaingan kekuatan antar manusia.

Bumi yang indah
Pelajaran terpenting yang kita peroleh dari pengalaman kita mengenaI ruang angkasa adalah bahwa bumilah penentu nasib umat manusia. Kolonisasi di ruang angkasa memang merupakan kemungkinan indah yang dapat direncanakan para ahli atau diimpikan para penulis fiksi ilmiah. Tapi semenjak kita memasuki abad ruang angkasa, kita belum menemukan tempat Iain di ruang angkasa yang serupa tempat tinggal kita di bumi.

Eksplorasi ruang angkasa dan pengenalan alam semesta akhirnya mengajari kita betapa penting dan betapa indahnya bumi. “Hanya Satu Bumi”, seperti dikatakan Barbara Ward dan Rene Dubos. (Kompas)

*Karlina adalah alumnus Departemen Astronomi ITB (1981), Bandung.

Sumber: Dunia Ilmu No. 22, Oktober 1982

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB