Cuaca 89-91 dan Sesudahnya

- Editor

Senin, 28 November 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Iklim selama periode judul di atas agaknya akan lain dibanding yang kita alami selama ini. Prediksi musim mungkm akan sering meleset kendati sudah dihitung secara teliti dan berulang kali.

Penyebab dari kemelesetan ini adalah sang surya yang sebagai sumber terbesar energi bumi, berubah tingkahnya. Kita mengetahui bahwa revolusi orbit bumi, perubahan bentuk orbit tersebut, maupun rotasi sumbu serta perubahan sudut sumbu bumi, menentukan besamya energi surya yang dihadang oleh bumi. Selain itu bintik matahari, sunspot, dan lidah api surya, solar flare, diketahui mengubah keluaran energi surya. Gejala ini dapat dikatakan senantiasa diikuti perubahan cuaca.

Selain hubugan bumi-matahari yang diungkapkan di atas, matahari sendiri beredar mengitari pusat massa tata surya. Pusat massa tersebut terletak kira-kira 1,5 juta kilometer dari pusat matahari. Arah orbit matahari mengitari pusat massa tata surya selama ini, adalah melawan jarum jam. Namun apa yang diperkirakan akan terjadi antara tahun 1989 dan 1991 bertentangan dengan yang biasa terjadi sebelum ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Matahari tenang
Banyak kejadian cuaca dan iklim yang ekstrem diduga berhubungan dengan banyaknya bintik matahari. Jumlah yang kecil biasanya kurang menguntungkan. Hujan dalam musim kemarau di Indonesia dalam hal demikian biasanya kurang dari normal.

Banyaknya bintik matahari selalu berubah dari tahun ke tahun. Dalam siklusnya jumlah tersebut bertambah dari tahun ke tahun hingga mencapal jumlah maksimum dalam 4,1 tahun. Dalam 6,7 tahun berikutnya jumlah bintik berangsur berkurang hingga mencapai minimum. Maka siklus bintik matahari dikatakan 11 tahun.

Dewasa ini kita berada pada awal siklus ke-22. Siklus ke-21 mencatat sejarah tersendiri. Dimulai pada bulan Juni 1976, dalam waktu 26 bulan banyaknya bintik telah melebih 100, sedangkan maksimumnya sebesar 170 bintik tercapai dalam bulam Oktober 1979. Siklus ke-21 diprediksi berakhir pada bulan Oktober 1979. Siklus ke-21 diprediksi berakhir pada buIan Agustus 1986.

Biasanya bila jumlah bintik sedikit maka hubungan radio kurang memuaskan. Sebaliknya partikel bermuatan dari angkasa luar, sinar kosmik, dengan leluasa mencapai medan magnetik bumi tanpa mengalami hambatan berarti. Dan ini agaknya kurang menguntungkan kita, karena cuaca dan iklim yang terbentuk kurang sesuai dengan kebanyakan kepentingan kita. Di kalangan penggemar radio band 10-19 m digunakan patokan 100 bintik. Periode dengan jumlah bintik matahari kurang dari 100, dikenal sebagai periode matahari tenang.

Kelainan kedua terjadi pada akhir siklus ke-21/awal siklus ke-22. Antara akhir tahun 1986 hingga akhir tahun 1988 kegiatan matahari tercatat paling rendah. Ini merupakan periode tenang yang panjang dan jarang terjadi. Namun sesudah itu mendadak kegiatan matahari meningkat tajam. Bahkan pada awal Maret 1989 terjadi lidah api surya terbesar yang pernah tercatat. Walaupun secara rinci mekanismenya belum dipahami, namun dapat dipastikan bahwa peristiwa tersebut berpengaruh pada cuaca dan iklim kita.

Bergerak mundur
Bumi serta planet lainnya mengitari matahari dengan waktu edarnya masing-masing. Bila ini dikaitkan dengan massa planet yang berbeda maka total momentum sudut tata surya kita akan tersebar tidak teratur. Karena itu orbit surya mengitari pusat massa tadi ikut tidak teratur dan memerlukan waktu antara 10-20 tahun.

Kalau selama ini orbit tersebut berlawanan dengan arah jarum jam, maka dalam orbitnya dewasa ini matahari seolah-olah berhenti. Bahkan diperkirakan antara 1989-1991 matahari bergerak mundur, jadi mengikuti arah jarum jam. Lalu akan adakah pengaruhnya pada lklim dan cuaca di bumi?

sunspot_numbersTidak seorang pun sekarang ini yang berani meramalkannya. Dari dua pengalaman selama 1.300 tahun terakhir, dapat kita memperoleh sedikit gambaran tentang akibat gerak mundur surya pada iklim/cuaca. Retrogresi pertama yang diketahui, terjadi pada tahun 1632-1633. Peristiwa ini diikuti oleh Minimum Maunder yang diduga erat hubungannya dengan periode terdingin Zaman Es Kecil. Suhu rendah yang berawal di Asia waktu itu, merambat ke Eropa yang mengalami musim dingin terhebatnya pada akhir Abad -XVII. Walaupun tidak sehebat pendinginan yang terjadi 10.000 tahun yang lalu, Zaman Es Kecil sempat memindahkan batas pertanaman gandum ke selatan hingga Jerman Tengah. Ke arah vertikal, Zaman Es Kecil juga telah memindahkan batas Pertanaman sejauh ± 300 meter lebih rendah dari batas pertanaman anggur dewasa ini.

Retrogresi 1810-1812
Kejadian di sekitar peristiwa ini tercatat lebih baik. Kecuali pada tahun 1816, setiap tahun terjadi letusan gunung berapi. Letusan terhebat adalah letusan Gunung Tambora tahun 1815 di Pulau Sumbawa. Latusan tersebut mengakibatkan DVI indeks penutupan debu naik mencapai 3.000. Diduga inilah penyebab apa yang dikenal sebagai tahun tanpa musim panas di bagian timur Amerika Serikat maupun di Eropa, karena pada puncak musim panas bulan Juli, salju turun di kedua wilayah itu. Hingga musim dingin 1816 suhu senantiasa berada di dekat 0° Celsius.

Secara menyeluruh selama periode 1811-1817 DVI tercatat mencapai angka 4.800. Ini bukan catatan DVI tertinggi, karena dengan dua letusan saja, periode 1831-1835 mencatat DVI 5.400. Tetapi berbeda dengan periode 1831-1835, dalam perlode 1811-1817, terjadi bencana kelaparan di Jepang tahun 1811, 1813, 1814,1817 maupun di Eropa tahun 1816,1817. Di Amerika, panen 1816 dan beberapa kali sesudahnya mengalami kegagalan.

Dalam periode 1831-1835 bencana tersebut hanya terulang di Jepang. Koinsidensi antara letusan gunung berapi dengan iklim tidak normal dan bencana kelaparan ini menimbulkan dugaan ada hubungan dengan iklim tidak normal dan bencana kelaparan ini menimbulkan dugaan ada hubungan sebab akibat antara letusan gunung berapi dengan perubahan iklim. Dugaan ini cukup beralasan, tetapi bukan merupakan penyebab awal.

Selama ini belum dimengerti mengapa dalam periode tertentu kegiatan gempa bumi dan letusan gunung berapi terjadi berkali-kali. Apakah ini berhubungan dengan periode revolusi tata surya?

Atau dengan periode alignment planet, yang menimbulkan rentetan: alignment planet?pasang di matahari ? bintik surya maksimum ? gangguan atmosfer ? gempa bumi.

Ataukah lebih disebabkan oleh gerak mundur surya. Bukan tidak mungkin retrogresi surya adalah penyebab awal, karena gerak semacam itu akan menimbulkan stress mekanik maupun termal pada semua yang ikut dalam gerak tersebut. Kemungkinan lain adalah terjadinya dua atau lebih penyebab secara bersamaan; misalnya alignment planet bersama retrogresi surya. Alignment Merkuri, Venus, Bumi, Jupiter dan Saturnus terjadi sekali dalam ±22 tahun. Tentang retrogresi surya belum diketahui periode ulangnya, sehingga belum bisa dikatakan benar tidaknya dugaan terakhir ini.

Bagaimanapun juga, koinsidensi Zaman Es Kecil dan tahun tanpa musim panas dengan gerak mundur dari matahari adalah catatan sejarah yang bukan tidak mungkin akan berulang. Apakah pada retrogresi 1989-1991 akan terulang kekebetulan 1632-1633 dan 1810-1812, kita nantikan saja.

Retrogresi vs ERK
Dua gerak mundur lalu diikuti oleh suhu yang lebih rendah selama beberapa tahun berikutnya. Bahkan retrogresi 1632-1633 menyebabkan suhu yang sudah rendah akibat matahari yang relatif tenang, menjadi makin rendah lagi selama 6-7 dekade sesudah itu. Gerak mundur 1810-1812 berdampak lebih pendek. Hanya pada beberapa wilayah di belahan bumi utara dampak tersebut berlanjut hingga dekade 1830-an atau 1840-an, walaupun di Jepang suhu rendah dan kegagalan panen masih terjadi lagi beberapa kali hingga 1869.

Apakah, retrogresi kali ini akan serupa dengan yang terjadi tahun 1632-1633 atau yang terjadi tahun 1810-1812 sulit ditebak. Kita belum banyak mengetahui retrogresi itu sendiri maupun akibatnya. Adanya ancaman penguatan efek rumah kaca (ERK) lebih menyulitkan lagi prediksi akibat gerak mundur surya kali ini.

Dalam dua retrogresi terdahulu, suhu udara turun sekitar 1-1,5° C di belahan bumi utara. Penguatan ERK sebaliknya menyebabkan naiknya suhu udara. Apakah pengaruh retrogresi akan melemahkan pengaruh ERK? Atau meniadakannya? Ataukah pengaruh keduanya berimbang sehingga saling meniadakan?

Melihat, gerak mundur surya tahun 1810-1812 terjadi pada awal masa industrialisasi dan penggunaan energi fosil, dapatkah kita berspekulasi bahwa lebih pendeknya masa pengaruh retrogresi waktu itu telah ikut ditentukan oleh polusi dari industri kendati belum sehebat saat ini? Jika itu benar dapatkah kita nantikan bahwa gerak mundur yang sekarang akan tidak atau kurang terasa efeknya?

kecuali di wilayah dan daerah tertentu, dampak penguatan ERK saat ini belum terasa. Di wilayah demikian efek retrogresi mungkin akan terasa, walaupun tidak sehebat seperti pada awal abad yang lalu. Sebaliknya di wilayah dan daerah yang sudah mulai merasakan dampak penguatan ERK, retrogresi kali ini akan melemahkan atau meniadakan dampak ERK. Semua ini akan sangat ditentukan oleh tanggapan bumi terhadap gerak mundur surya. Jika tanggapan tersebut kuat maka frekuensi maupun intensitas gempa serta letusan gunung berapi akan meningkat dalam waktu yang akan datang. Maka dampak penguatan ERK akan melemah atau ditiadakan untuk sementara dan iklim tidak memburuk. Ramalan musimpun mungkin tidak akan sering salah.

Bagaimana pengaruh retrogresi surya yang diperlemah atau tidak diperlemah oleh penguatan ERK, di Indonesia. Sebuah kajian oleh Kantor Menteri Negara KLH menunjukkan antara lain di sebagian besar wilayah kita hujan bertambah oleh dampak penguatan ERK. Penambahan curah hujan ini tidak akan terjadi bila terjadi tanggapan kuat terhadap retrogresi surya. Bahkan mungkin juga curah hujan akan sedikit berkurang. Pada tingkat dampak penguatan ERK dewasa ini, nampaknya tanggapan yang lemah akan lebih menguntungkan kita di Indonesia.

Manuel B. de Rozari, staf pengajar Institut Pertanian Bogor dan pengamat iklim

Sumber: Kompas, 13 SEPTEMBER 1989

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 50 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB