Covid-19, Buah Manusia Eksploitasi Satwa Liar

- Editor

Sabtu, 28 Maret 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pandemi penyakit Covid-19 sejatinya adalah juga buah perilaku manusia yang mengeksploitasi satwa liar. Virus korona baru itu diyakini bersumber dari virus pada kelelawar liar yang dikonsumsi manusia.

(ANTI-POACHING SPECIAL SQUAD VIA AP, FILE)–Dalam foto yang diambil tanggal 9 Januari 2020 menunjukkan aparat kepolisian tengah menghitung satwa liar yang disita dari toko yang diduga melakukan perdagangan satwa liar ilegal di Kota Guangde, Provinsi Anhui, China.

Kemunculan penyakit baru Covid-19 yang kini menjadi pandemi merupakan buah perilaku manusia yang mengeksploitasi satwa liar. Kejadian yang luar biasa dan menjadi pekerjaan berat bagi dunia untuk menanganinya ini semestinya dapat menjadi pelajaran dan pengalaman berharga untuk melindungi habitat satwa liar maupun menekan aktivitas terlarang pada satwa liar tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Penyakit akibat virus korona ini diyakini bersumber dari virus pada kelelawar liar yang dikonsumsi manusia. Para peneliti pun meyakini bahwa sangat mungkin inang lokasi virus ini berevolusi atau leluhur virus berasal dari trenggiling yang sering diselundupkan ke Tiongkok dari Indonesia. Trenggiling ini sebagai inang perantara yang dilalui virus tersebut sebelum menginfeksi manusia.

“Sekitar 75 persen penyakit zoonosis berasal dari fauna liar. Penyakit Covid-19 ini menunjukkan agar kita tidak mengganggu kehidupan mereka (fauna lair) agar patogen pada tubuh mereka tak berpindah pada manusia,” kata Tri Satya Putri Naiposos, Ketua Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner, dan Karantina Hewan pada Kementerian Pertanian, Jumat (27/3/2020), saat konferensi pers virtual yang diselenggarakan WWF Indonesia.

Ia mengatakan kemunculan penyakit-penyakit zoonosis seperti SARS, ebola, dan flu burung yang kini disusul Covid-19 merupakan alarm bahwa kondisi alam sedang tidak baik. Penyakit zoonosis atau penyakit yang bersumber dari hewan pada manusia ini muncul sebagai buah perilaku manusia dan lingkungan yang telah rusak.

Stimulus manusia atau peran antropogenik ini menyebabkan patogen dalam tubuh satwa liar tersebut cepat terpapar pada manusia. “Penyebaran penyakit zoonotik terjadi apabila ada patogen dari spesies tertentu (tempat di mana patogen tersebut berevolusi) melompat ke inang barunya. Ini diperburuk dengan perdagangan satwa liar, kerusakan habitat, dan perubahan iklim,” kata dia.

Perdagangan satwa liar ini terjadi akibat perburuan yang juga dipicu oleh permintaan pasar. Karenanya, peran konsumen untuk menghentikan konsumsi hewan liar, memelihara hewan liar, maupun memanfaatkan bagian-bagian dari tubuh satwa liar tersebut akan membantu menekan perburuan. Data dari United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) menunjukkan, indusri perdagangan satwa liar global bernilai antara 7-23 miliar dollar AS.

Ia mencontohkan kasus epidemi dua virus sebelumnya, yaitu severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-Cov) dan midle-east respiratory syndrome coronavirus (MERS-Cov), juga dibuktikan berasal dari kelelawar dengan musang sawit sebagai inang perantara untuk SARS-Cov dan unta dromedari sebagai inang perantara untuk MERS-Cov.

–Penghuni Ekosistem Karst – Pengunjung melihat aneka serangga dan kelelawar yang ditampilkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam Lokakarya Nasional Ekosistem Karst di Jakarta, Senin (14/12/2015). Karst memiliki banyak fungsi penting bagi makhluk hidup sebagai tempat hidup berbagai fauna, keterikatan sosial budaya, hingga cadangan air bagi manusia dan alam.

Reservoir penyakit
Tri Satya Putri atau “Tata” mengatakan, satwa liar merupakan reservoir penyakit meskipun satwa liar tersebut tampak sehat. Ia dapat menjadi sumber penyakit pada hewan lain maupun manusia. Peristiwa ini terjadi bila manusia berburu satwa liar atau merusak habitatnya sehingga virus dan patogen lain melompat antarspesies. Gangguan terhadap hutan alami yang didorong penebangan kayu, perambahan, dan pembangunan infrastruktur membuat orang kiand ekat dengan spesies hewan liar.

Virus korona yang saat ini teridentifikasi diyakini merupakan puncak gunung es dengan potensi menyebabkan lebih banyak lagi kejadian zoonotik baru dan lebih berat di masa depan. Ini karena virus secara alami bermutasi dan saling berekombinasi serta berbagi komponen yang berbeda untuk menciptakan virus baru. Virus-virus zoonotik ini dapat melompati hambatan spesies dan menjadi berbahaya bagi manusia karena sistem imun manusia belum mengetahui cara memerangi virus baru tersebut.

Tri Satya Putri menyoroti pasar satwa liar seperti yang terdapat di Tomohon, Sulawesi Utara berisiko sebagai sumber “evolusi” patogen. Di tempat itu, berbagai satwa liar ditempatkan bersama dan disembelih di permukaan yang sama akan bertindak sebagai tempat berkembang biak sempurna bagi patogen.

Satwa liar dalam kondisi stres itu bertukar kotoran dan juga virus-virus sebelum disembelih di tempat. Ini memungkinkan darah dan organ terpapar ke manusia dan meningkatkan risiko tertular. “Semakin kita berburu satwa liar, semakin banyak kita kontak dengan lingkungan baru dan semakin meningkatkan kemungkinan kita untuk terpapar virus dari satwa liar,” kata dia.

DOK GUGUS TUGAS PENANGANAN COVID-19–Data kasus yang tercatat Gugus Tugas Penanganan Covid-19 pada Jumat (27/3/2020) sore, jam 12.00.

Ia pun menekankan agar satwa liar tidak disalahkan sebagai penular penyakit. Ia pun mengecam pembunuhan satwa liar sebagai jalan keluar mengatasi penularan virus. Ia mengatakan manusia yang memiliki akal dan pikiran yang seharusnya bisa memutus rantai penularan dengan menghentikan perburuan, konsumsi satwa liar, dan melindungi hutan alam yang menjadi habitat hewan liar.

Pelaksana Tugas CEO WWF Indonesia, Luka Adhyakso pun mengatakan musibah Covid-19 di seluruh penjuru dunia ini agar dimaknai dan menjadi pengingat bahwa terjadi ketidakseimbangan dan kesehatan bumi sudah sangat memprihatinkan. “Tempat tinggal kita ini hanya satu, kita harus serius menyelamatkannya,” kata dia.

Ia mengatakan tugas manusia untuk menyelaatkan spesies yang tercam agar populasi pulih kembali dan merawat habitat yang menjadi tempat hidup satwa liar. Selain mencegah penularan penyakit zoonotik, hutan yang terjaga pun akan membawa beragam manfaat dasar bagi manusia seperti sumber air dan oksigen.

Oleh ICHWAN SUSANTO

Editor: ILHAM KHOIRI

Sumber: Kompas, 28 Maret 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB