Salah satu akibat kemajuan teknologi adalah limbah atau buangan industri yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Kasus pencemaran Sungai Rhine, kasus Bhopal, tewasnya petani di Irak akibat mengkonsumsi gandum yang dalam pengolahannya pada masa tanam menggunakan pestisida yang mengandung merkuri, ataupun kasus pencemaran berat Teluk Minamata Jepang oleh metil merkuri pada sekitar tahun lima puluhan. Kasus menggemparkan ini membuka mata banyak orang akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dari keganasan limbah industri.
Kendati nyata-nyata pencemaran dapat mengakibatkan kerugian besar tidak saja bagi manusia tapi juga bagi ecosystem lingkungan itu sendiri, masih saja banyak industri yang mengabaikan kontrol terhadap buangan sisa pengolahan industrinya. Contoh terakhir yang cukup menghebohkan di Indonesia adalah pembuangan limbah beracun dari industri di Singapura ke daerah Riau. Dari segi sudut masalah lingkungan itu sendiri, jelas-jelas sang pengusaha berusaha menghilangkan tanggung jawabnya untuk mengolah limbah itu sendiri.
Pengolahan bahan limbah industri untuk mengurangi tingkat pencemaran memang memang membutuhkan biaya yang sangat besar. Belum lagi kontrol yang harus dilakukan setiap saat untuk mengetahui kadar atau tingkat pencemarannya masih berada dalam ambang batas yang dibolehkan atau sudah melewatinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat ini banyak teknik atau cara yang dapat digunakan untuk memantau bahan pencemar. Pada laboratorium di lingkungan industri itu sendiri (kalau ada) ataupun pada lembaga-lembaga penelitian, dan universitas pemantauan untuk menentukan konsentrasi logam, pencemar terutama logam-logam berat seperti merkuri, timbal, kadmium dan lainnya, umumnya dilakukan dengan cara spektroskopi. Sedangkan untuk analisis COD (chemical oxygen demand) ataupun BOD (biologycal oxygen demand) digunakan cara yang lebih konvensional yaitu dengan cara titrasi.
Cara-cara tersebut selain mahal mungkin karena umumnya menggunakan jumlah bahan kimia yang besar (biasanya dalam ukuran mililiter untuk sekali pengukuran) juga tidak bisa digunakan untuk analisis atau kontrol secara kontinu atau terus-menerus setiap saat.
Teknik baru
Pada saat ini pada laboratorium penulis sedang dikembangkan suatu teknik baru untuk dapat memantau bahan-bahan pencemar secara terus-menerus dengan menggunakan bahan kimia dan tabung reaksi yang semuanya berskala mikro.
Teknik ini yang dinamakan dengan completly continuous flow analysis (CCFA) mulai dikembangkan oleh Prof Masashi Goto (bekas pembimbing penulis pada program Master) pada tahun 1981, dan berhasil dengan sukses digunakan untuk memantau COD, fosfor, nitrogen, dan silika. Sedangkan penulis sendiri bersama beliau mengembangkan teknik tersebut untuk analisis merkuri.
Teknik ini berbeda dengan teknik analisis secara otomatis lainnya seperti teknik SFA (segmented flow analysis) yang dikembangkan oleh Skegg dari AS pada tahun 1956 ataupun teknik FIA (flow injection analysis)-nya Rujizka dan Hansen dari Denmark (1975).
Pada teknik SFA, larutan contoh yang dialirkan (dengan menggunakan pompa) disekat atau dipotong oleh gelembung udara, yang berakibat selain tidak dapat digunakan untuk memantau secara kontinu, juga puncak yang dihasilkan melebar dan mengakibatkan rendahnya ketelitian dari sistem tersebut. Pada cara FIA larutan contoh diinjeksikan pada selang waktu tertentu ke dalam larutan pembawa, sehingga tidak dapat dilakukan analisis secara kontinu (lihat Gambar).
Sederhana
Sistem CCFA ini, terutama untuk memantau merkuri, dikembangkan menjadi begitu sederhana tetapi tetap mempunyai ketelitian yang tinggi. Limit deteksinya yang di bawah tingkat sub ppb (part per billion) memungkinkan untuk memantau kandungan merkuri di bawah ambang batas pencemaran (0,5 ppb). Selain itu juga dari hasil penelitian laboratorium yang telah dilakukan terlihat bahwa sistem ini menghemat biaya dan waktu.
Dikatakan menghemat biaya karena jumlah zat atau reagen yang dibutuhkan untuk pengukuran secara terus-menerus dalam 1 hari (24 (jam) sangat sedikit sekali. Zat pengoksidasi rotasium peroksodisulfat, hanya dibutuhkan 3 gram, zat katalisator tembaga sulfat 0,15 gram, zat pereduksi stanous chloride 3 gram dan alkalin natrium hidroksida 24 gram.
Peralatan yang dibutuhkan juga sederhana, sehingga tidak membutuhkan biaya besar.
Senyawa lain yang dapat mengganggu analisa merkuri seperti senyawa-senyawa organik terutama sistem ataupun kation-kation (terutama emas) dan anion-anion (terutama iodida) keberadaannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan metode ataupun cara lainnya.
Dari spektrum yang dihasilkan (Gambar 2) terlihat dengan jelas perubahan kandungan merkuri setiap saat, sehingga dengan seketika bisa diketahui apakah kandungan merkuri dalam air buangan tersebut masih berada pada ambang batas yang diperbolehkan atau tidak. Untuk mencek kesensitifan sistem,
pada awal dan akhir dari pengukuran diinjeksikan larutan standar.
Sambutan hangat
Rincian hasil penelitian tentang teknik untuk memantau merkuri tersebut telah dipresentasikan pada seminar-seminar di Jepang dan dipublikasikan pada jurnal Analytical Chemistry yang terbit di Eropa. Perhatian yang besar dari ilmuwan Eropa dan Amerika, dibuktikan dengan banyaknya permintaan kotak ulang publikasi tersebut.
Mengingat perkembangan industri yang manggunakan bahan-bahan kimia di Indonesia semakin berkembang dengan pesat, maka kontrol yang ketat dan terus-menerus terhadap buangan limbah industri bagaimanapun harus dilakukan agar kelestarian lingkungan dapat tetap terjaga.
Mungkin cara, Completely Continuous Micro Flow Technic ini akan dapat menjawab tantangan kebutuhan akan metode analisis yang dapat digunakan untuk kontrol limbah industri secara terus-menerus, dengan menggunakan biaya yang sekecil mungkin. Dan yang lebih penting lagi, ketelitian dari sistem tersebut cukup tinggi.
Edison Munaf, staf pengajar Jurusan Kimia FMIPA Universitas Andalas Padang. Saat ini sedang mengikuti program doktor pada Nagoya University, Jepang.
Sumber: Kompas , Kamis, 29 Maret 1990