Catatan Iptek; Seusai Badai

- Editor

Jumat, 15 Mei 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Untuk sementara, penduduk dunia bisa bernapas lega ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan panduan penentu berakhirnya masa kedaruratan ebola. Di Guinea, Liberia, dan Sierra Leone—negara-negara pantai barat Afrika yang terkena wabah—angka kasus ebola sudah dapat dikendalikan. Pekan lalu, Liberia bahkan dinyatakan bebas ebola karena kasus baru sudah minimal.
Meski badai bisa dikatakan usai, sebenarnya para ahli kesehatan tetap saja waswas. Selain virusnya masih misterius, dalam arti sudah teratasi, tetapi sebenarnya belum diketahui pasti pengelolaannya, ditemukan fakta bahwa pada banyak pasien yang bertahan hidup, kondisi tubuhnya tidak lagi prima.

Menurut Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP (K) MARS DTM&H DTCE, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) yang juga anggota WHO Advisory Group on Pandemic Influenza Prevention Framework, virus ebola ditemukan hidup dalam cairan sperma hingga beberapa bulan setelah pasien sembuh. Media CNN juga mengabarkan baru-baru ini, virus ebola ditemukan pada mata seorang dokter Amerika Serikat yang pernah terinfeksi ebola, meski di darahnya tidak ada lagi virus.

Ian Crozier, nama dokter itu, dirawat di RS Emory University, Atlanta, tahun lalu. Kurang dari dua bulan setelah dinyatakan sembuh, ia kembali ke rumah sakit dengan keluhan mata menjadi sensitif cahaya, nyeri, dan buta sebagian. Crozier (44), terinfeksi ebola ketika bertugas di RS Sierra Leone.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Meski bereplikasi dan aktif di mata, virus ebola ini untungnya negatif sehingga tidak berisiko menulari orang lain. Ini berbeda dengan ebola di cairan sperma, yang ternyata masih menular. Yang pasti, keluhan para pasien ebola yang masih bertahan hidup tidak jauh berbeda: nyeri pada mata, sendi, dan otot, selain sakit kepala, badan lemah, dan berbagai gangguan metabolisme lainnya.

Masih banyak pekerjaan
Oleh karena itu, pekerjaan rumah untuk melawan ebola masih panjang. Betul ada temuan yang menggembirakan ketika pasien ebola menunjukkan kemajuan berarti begitu diobati dengan steroid dan antiretroviral (ARV) yang banyak digunakan untuk pengidap HIV/AIDS. Namun, pada kasus Crozier, sebenarnya belum jelas apa yang membuat matanya kembali normal: apakah steroid, ARV, atau sistem kekebalan tubuhnya.

Sepanjang 2014-2015, tercatat 25.000 orang terinfeksi ebola. Dari jumlah itu, lebih dari 10.000 orang meninggal terutama di kawasan pantai barat Afrika. Sayangnya, meski masa kedaruratan ebola sudah dianggap selesai, masih ditemukan beberapa kasus infeksi. Hingga 6 Mei 2015, WHO melaporkan ada 18 kasus yang positif ebola, terendah untuk tahun ini, setelah sebelumnya bisa mencapai 30-37 kasus per minggu.

Walaupun begitu, prinsip kehati-hatian tidak boleh ditinggalkan. WHO mengingatkan para petugas medis tetap menggunakan pelindung lengkap saat menangani pasien ebola, sekalipun pasien itu sudah pernah sembuh seperti Crozier. Seperti diketahui, penularan ebola adalah melalui kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, dan feses pasien.

Indonesia pun tidak boleh lengah, mengingat salah satu spesies ebola, Reston ebolavirus, ditemukan di Filipina dan Tiongkok. Meski spesies ini tidak menimbulkan kesakitan dan kematian—bandingkan dengan Bundibugyo ebolavirus, Zaire ebolavirus, dan Sudan ebolavirus yang memicu angka kesakitan dan kematian tinggi—setiap kasus yang mengindikasikan ebola wajib ditangani dengan prosedur yang benar. Maka, Laboratorium Biology Safety Level (BSL) 3 di Balitbangkes lengkap dengan alat dan petugasnya, harus selalu disiagakan.—Agnes Aristiarini
———————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Mei 2015, di halaman 14 dengan judul “Seusai Badai”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB