Para ilmuwan meyakini virus SARS-CoV-2, yang memicu Covid-19 terus bermutasi agar bisa memasuki sistem kekebalan pada populasi yang berbeda. Varian yang masuk di Indonesia sejauh ini belum diketahui.
Para ilmuwan meyakini virus SARS-CoV-2, yang memicu Covid-19 terus bermutasi agar bisa memasuki sistem kekebalan pada populasi yang berbeda. Varian yang masuk di Indonesia sejauh ini belum diketahui.
Virus baru SARS-CoV-2 yang memicu Covid-19 dan menewaskan 96.791 orang di berbagai penjuru dunia ini ternyata terus bermutasi. Sejauh ini sudah ditemukan tiga varian yang menyebar di berbagai negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Evolusi SARS-CoV-2 ini hari demi hari dilaporkan secara gotong rotong oleh para ilmuwan di dunia dan datanya bisa diakses di nextstrain.org atau gisaid.org. Situs yang saling terkait ini dibangun oleh dua ilmuwan, Richard Neher dari University of Basel dan Trevor Bedford dari Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle, untuk menyediakan bank data berupa ribuan genom lengkap perkembangan virus yang tengah menyerang dunia.
Hingga Jumat (10/4), telah dikoleksi 3.123 urutan genom lengkap dari sampel SARS-CoV-2. Jumlah genom dari SARS-CoV-2 ini meningkat hingga ratusan setiap harinya seiring dengan terus masuknya data dari berbagai negara di dunia, kecuali Indonesia.
Hingga saat ini Indonesia belum mendaftarkan urutan genom virus pemicu Covid-19 yang kini menyerang kita, padahal negara tetangga seperti Singapura, Malayasia, dan Vietnam telah melaporkannya. “Kami belum melakukan penelitiannya, baru direncanakan. Masih terkuras untuk memeriksa sampel,” kata Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Herawati Supolo Sudoyo, Jumat (10/4/2020).
Dari filogeni atau pohon kekerabatan yang dibangun di nextrain bisa terlihat adanya hubungan evolutif SARS-CoV-2 yang saat ini telah menginfeksi 1,6 juta orang di 210 negara. Filogeni ini menunjukkan kemunculan awal virus ini di Wuhan, China, pada November-Desesember 2019 diikuti oleh penularan dari manusia ke manusia.
Tiga Tipe
Dengan menganalisis jaringan filogenetik dari 160 genome lengkap SARS-Cov-2 ini di gisaid.org, Peter Foster dari Institute of Forensic Genetics, Jerman dan tim menemukan, tiga varian utama virus ini. Hasil kajian ini dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) Amerika Serikat pada 8 April 2020.
Pembedaan ditentukan oleh perubahan asam aminonya, yang kemudian diberi nama tipe A, B, dan C. Tipe A merupakan tipe leluhur atau paling awal, yang melompat dari virus berinang di kelelawar ke manusia atau zoonosis yang diperoleh dari isolat virus korona BatCoVRaTG13 yang ditemukan di Provinsi Yunan, China. Lompatan ini diperkirakan telah terjadi sejak November 2019 atau lebih awal lagi.
Menariknya, analisis strain menunjukkan tipe A ternyata jarang ditemui di China. Sebaliknya, episenter awal pandemi itu terutama diserang oleh SARS-CoV-2 tipe B, yang mulai beredar di akhir Desember 2020.
Virus tipe B, yang merupakan hasil mutasi dari tipe A ini, juga ditemukan di hampir semua sampel di negara Asia Timur lain, seperti Jepang dan Korea Selatan, yang menunjukkan kemudahan mereka menginfeksi dengan sistem kekebalan tubuh populasi di sana, sehingga virusnya tak perlu bermutasi lagi.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan, virus tipe A ternyata lebih umum ditemukan di Australia dan AS. Sebanyak dua pertiga sampel di AS memiliki tipe A, kecuali sampel yang di New York, yang mayoritas bertipe B.
Banyaknya infeksi tipe A di AS ini, kemungkinan dibawa orang-orang dari China yang terinfeksi namun tidak menunjukkan gejala, sebelum penutupan penerbangan pada akhir Januari 2020. Data perjalanan menunjukkan 759.493 orang memasuki AS dari China sebelum larangan perjalanan.
Sementara itu, penyakit Covid-19 yang meledak di New York, AS, saat ini berasal dari Eropa, yang kebanyakan memiliki infeksi oleh virus tipe B. Hingga pertengahan Maret, para pelancong dari Eropa yang saat itu telah mengalami ledakan kasus, dimulai di Italia, masih berdatangan ke New York.
Peter Forster dan timnya menemukan, selain tipe B, Eropa juga diserang oleh virus tipe C. Jika virus tipe A dan B ini terbentuk mutasinya di China dengan tidak ditemukannya tipe ini di negeri asal SARS-CoV-2 ini. Virus tipe C ini ditemukan di Singapura, Hong Kong, Taiwan, dan Korea Selatan.
Tipe C berbeda dari induknya tipe B oleh mutasi G26144T yang mengubah glisin menjadi valin. Dalam dataset, ini adalah tipe Eropa utama yang ditemukan di Perancis, Italia, Swedia, dan Inggris, California (AS) dan Brasil. Eropa mendapat virus korona tipe C ini dari Singapura.
Implikasi klinis
Menurut Herawati, temuan tentang tiga tipe SARS-CoV-2 ini sangat penting, karena menunjukkan kecepatan mutasi virus ini. “Ini baru tiga bulan sudah ditemukan tiga tipe SARS-CoV-2. Kita belum tahu enam bulan ke depan seperti apa lagi mutasinya. Kita benar-benar berhadapan dengan virus yang canggih,” tuturnya.
Dengan adanya mutasi ini, tambah Herawati, akan berimplikasi pada klinis dan pengembangan vaksin. “Mirip dengan hepatitis, artinya vaksinnya juga harus disesuaikan, sesuai tipe virusnya. Ini akan mempersulit upaya untuk mengatasi pandemi ini,” ungkapnya.
Tri Maharani, dokter spesialis emergensi yang juga pengurus Perhimpunan Dokter Ahli Emergensi Indonesia mengatakan, sejumlah petunjuk klinis yang diadopsi dari negara lain, khususnya China, tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi pasien Covid-19 di Indonesia.
“Sebagian besar pasien Covid-19 memang batuk dan pilek, bahkan trombositopenia (trombosit rendah) dan diare. Beberapa yang lain mengalami kejang. Khusus trombositopenia ini jarang negara lain yang melaporkan,” ujarnya.
Situasi di Indonesia menjadi lebih kompleks, karena nyaris tidak ada penutupan penerbangan dengan negara-negara lain yang sudah menjadi pusat wabah, sehingga sangat mungkin kita memiliki banyak tipe SARS-CoC-2 baru.
Untuk memastikan itu, Herawati mengatakan, lembaganya akan mempercepat identifikasi tipe virus korona baru yang saat ini menyerang di Indonesia. “Kami terpaksa harus membagi kerja untuk pemeriksaan dan penelitian. Semoga minggu depan sudah ada hasilnya,” ungkapnya.
Oleh AHMAD ARIF
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 11 April 2020