Pada harian Kompas tanggal 13 Februari diulas masalah kalender Hijriah. Pada kedua topik pembahasan tersebut yang diulas hanya mengenai dasar perhitungan atau metoda yang dipakai untuk menentukan tata cara menentukan awal puasa atau penetuan 1 Syawal, tetapi tidak menyinggung sama sekali mengenai batas tanggal internasionalnya.
Sampai saat ini kita masih dihadapkan pada persoalan mengenai adanya perbedaan penentuan Hari Raya Idul Fitri. Perbedaan ini tampak menghangat sejak tiga tahun belakangan. Ada yang tetap berpegang pada prinsip rukyat dan ada yang berpegang pada hisab. Memang keduanya punya dasar masing-masing. Menteri Agama pun juga merestui perbedaan pendapat tersebut, dan beliau mengatakan perbedaan itu adalah rahmat dan juga yang lebih penting adalah saling menghormati.
Dalam suatu media cetak pernah terbaca bahwasanya perbedaan penetapan Idul Fitri akan berlangsung terus sampai tahun 2000. Tidak adakah cara lain untuk menyatukan kedua pendapat itu? Ataukah tiap tahun kita selalu dihadapkan pada masalah perbedaan penetapan Idul Fitri?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Memang tidak terjadi insiden apa pun selama dua kali Lebaran ini, tetapi rasanya risi bila hal yang “sepele” sampai begitu ramai diulas para pakar, ulama dan lain-lain. Lebih-lebih lagi bila dilihat umat lain “menetapkan hari rayanya saja susah amat sih!”
Pada tahun 1983 (kalau tidak salah) gerhana matahari total pernah menyinggahi wilayah Indonesia. Dari peristiwa itu pulalah pernah teruji kebenaran ramalan para pakar astronomi dan juga para ulama, daerah mana saja yang dilalui, jam berapa, menit ke berapa, dan detik ke berapa gerhana itu mulai dapat diramal dengan tepat dan akurat. Kenapa penentuan akhir Ramadhan tidak bisa?
Batas tanggal internasional
Seandainya pusat matahari, bumi dan bulan selalu berada dalam satu bidang setiap bulan akan selalu terjadi gerhana matahari dan gerhana bulan. Adanya gerhana matahari akan membantu sekali dalam penentuan akhir Ramadhan dan atau tanggal 1 Syawal. Betulkah sudah tak ada masalah lagi?
Seperti diketahui kecepatan relatif bulan mengelilingi bumi lebih lambat dibandingkan kecepatan relatif bumi mengelilingi matahari. Bumi mengelilingi matahari sekali putar yaitu selama 24 jam sedangkan bulan mengelilingi bumi sekali putar selama 24 jam 50 menit 28,31 detik.
Karena selisih kecepatan tersebut maka ada beberapa hal yang perlu diketahui untuk daerah ekuator.
- Jika suatu malam pukul 19.00 pada 105o Bujur Timur (BT) kita melihat bulan ke arah timur, menurut pengamatan kita sudut pandang atau ketinggian bulan 30o, maka pada pukul 19.00 GMT yaitu pada 0o (GMT) ketinggian bulan kurang dari 30o.
- Jika suatu malam pukul 19.00 pada 105o BT kita melihat bulan ke arah barat, menurut pengamatan kita sudut pandang atau ketinggian bulan 30o, maka pada pukul 19.00 GMT yaitu pada 0o (GMT) ketinggian bulan lebih dari 30o.
- Jika suatu sore menjelang maghrib di 105o BT terjadi gerhana matahari total maka pada saat menjelang maghrib di 0o (GMT) gerhana matahari total mungkin sudah selesai.
- Jika suatu sore atau maghrib di 105o BT pada akhir suatu bulan Hijriah hilal belum tampak, maka pada saat maghrib tetapi di 0o (GMT) bisa jadi hilal sudah tampak(lihat No.2)
Dari keempat hal tadi, maka setiap Lebaran selalu saja terjadi perbedaan hari pelaksanaan dan perbedaan ini maksimal berpaut satu hari. Misalnya untuk Lebaran tahun 1413 H di Arab Saudi lebih dulu dari pada di Indonesia.
Kemudian kita renungkan kembali masalah perbedaan penetapan Lebaran dengan keempat hal di atas, adakah kiranya terlintas di benak kita tentang adanya suatu garis pemisah yang menjadikan beda tanggal Hijriah bagi yang melintasinya. Dengan kata lain perlu didefinisikan adanya Batas Tanggal Internasional Kalender Hijriah (BTIKH). Di atas telah disebutkan, Lebaran tahun 1413 H antara Arab Saudi dan Indonesia terpaut satu hari. Secara tak langsung BTIKH tersebut ada dan membentang dari Kutub Utara ke Kutub Selatan, namun pada bujur berapa garis itu berada sampai saat ini belum ada yang memproklamirkan.
Untuk menetapkan BTIKH tersebut, bukanlah suatu hal yang sulit sebenarnya, Cuma perlu koordinasi dan pengesahan dari berbagai pihak, baik di dalam negeri maupun secara internasional.
Seperti kita ketahui bulan sekali mengelilingi bumi selama 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (dari bulan baru ke bulan baru berikutnya/ peredaran sinodis). Kemudian data tadi kita jabarkan sebagai berikut:
360 = 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik
360 = 2551443 detik
Laju putaran = 0,000141096/ detik
= 0,008465797/ menit
= 0,507947855/ jam
= 12,19074853/hari
* = 353,5317074/ bulan (29 hari)
= -6,4682926/ bulan
** = 365,7224559/ bulan (30 hari)
= +5,7224559/ bulan
*** = 4315,52498/ tahun (354 hari)
= -4,47502/ tahun
**** = 4327,715728/ tahun (355 hari)
= +7,715728/ tahun
Penjelasan
Misal pada pukul 17.30 di 105o BT ekuator hilal/ bulan baru tampak pada ketinggian 2o. Satu bulan (29 hari) kemudian pada pukul 17.30 hilal/ bulan baru akan tampak pada ketinggian yang sama yaitu 2o tetapi pada (105 – 6,4682926)o BT. Artinya Batas Tanggal Internasional Kalender Hijriah(BTIKH) bergeser sejauh 6,4682926o ke arah barat. Jika umur bulan = 30 hari maka BTIKH bergeser sejauh 5,7224559o ke arah timur. Demikian juga pergeseran tahunanya yakni jika umur 1 tahun = 354 hari maka BTIKH bergeser sejauh 4,47502o ke arah barat dibandingkan tahun sebelumnya dan bergeser 7,715728o ke arah timur dibandingkan tahun sebelumnya bila umur 1 tahun = 355 hari.
Kemudian masalah penetapan pergeseran/ perpindahan BTIKH dapat dilakukan setiap awal bulan, dan tabel pergeserannya adalah sebagai berikut:
No | Nama Bulan | Umur (hari) | Pergeseran (*) |
0 | 0 | 0 | |
1 | Muharam | 29 | 353,53 = -6,47 |
2 | Syafar | 30 | 719,25 = -0,75 |
3 | Rabi’ul Awal | 29 | 1072,78 = 7,22 |
4 | Rabi’ul Akhir | 30 | 1438,50 = -1,50 |
5 | Jumadil Awal | 29 | 1792,04 = 7,96 |
6 | Jumadil Akhir | 30 | 2157,76 = 2,24 |
7 | Rajab | 29 | 2511,29 = -8,71 |
8 | Sya’ban | 30 | 2877,01 =2,99 |
9 | Ramadhan | 29 | 3230,54 = -9,46 |
10 | Syawal | 30 | 3596,27 = -3,73 |
11 | Dzulqaidah | 29 | 3949,80 = -10,20 |
12 | Dzulhijjah | 30 | 4315,52 = -4,48 |
Gambar memperlihatkan gambaran tentang gerhana matahari yang terjadi pada saat menjelang maghrib, di daerah ekuator. Pernahkah hal tersebut terjadi? Bila pernah pada tanggal berapa, tahun berapa, pada garis bujur berapa hal tersebut terjadi? Kemudian perlu adanya konsensus bersama yaitu pengamat yang melihat yang manakah (1-7) yang tempat kedudukannya dapat dijadikan acuan BTIKH?
Dengan demikian secara perhitungan maka BTIKH untuk tahun sekarang dan mendatang dapat ditentukan.
Penetapan BTIKH sebaiknya tidak mutlak (harga mati) pada suatu angka bujur barat/ timur melainkan dengan pendekatan pada daerah waktu. Misal BTIKH bulan Syawal 1415 H terletak pada 100o BT, maka BTIKH dianggap terletak pada daerah waktu Indonesia bagian barat.
Wilayah Indonesia terdiri dari tiga daerah pembagian waktu. Dengan adanya BTIKH yang bergerak tersebut haruskah atau selalukah Idul Fitri dirayakan pada hari yang sama? Tentu tidak selalu. Misal pada suatu Idul Fitri BTIKH berada pada 160 BT atau kira-kira berada pada wilayah Papua Nuigini, maka otomatis Idul Fitri jatuh pada hari yang sama untuk wilayah Indonesia. Sekarang bila pada suatu Idul Fitri BTIKH berada pada derah waktu Indonesia bagian tengah, maka seharusnyalah masyarakat pada daerah WITA dan WIB ber-Idul Fitri lebih dulu dan keesokan harinya baru masyarakat pada daerah WIT.
Cara demikian kiranya dapat menyatukan pendapat tentang penetapan Idul Fitri, sehingga tidak ada lagi perbedaan-perbedaan. Cara ini pula kiranya akan membantu sudara-sudara kita yang kebetulan berada jauh dari ekuator. Misal di daerah kutub yang kebetulan lagi musim panas di mana matahari muncul terus selama kurang lebih tiga bulan.
Kesimpulan
- Jika suatu negara terdiri dari lebih dari satu daerah pembagian waktu maka pemerintah tidak boleh memaksakan Hari Lebaran harus selalu bersamaan (pada tanggal Masehi yang sama).
- Kota Mekkah sebagai pedoman untuk melaksanakan hari-hari besar Islam adalah tidak selalu benar (pedoman ini misalnya dianut malaysia). Pernyataan ini hanya benar jika BTIKH berada di sebelah timur Malaysia dan di sebelah barat Arab Saudi.
- Pernyataan yang menyatakan hari-hari besar Islam seluruh dunia harus sama harinya juga merupakan pendapat yang tidak selamanya benar. Pernyataan ini hanya benar jika kebetulan BTIKH berimpit dengan BTIKM (Batas Tanggal Internasional Tahun Masehi).
- Metoda ini berlaku universal bagi bagi mereka yang bermukim di ekuator maupun bagi mereka yang bermukim di daerah kutub.
Sugihartono, pengamat astronomi
Sumber: Kompas, tanpa tanggal dan tahun