Digital Membuat Lebih Fleksibel
Tingkat pengangguran di Indonesia turun dari 11,2 persen pada 2005 menjadi 5,3 persen pada Februari 2017. Meski demikian, penurunan tingkat pengangguran ini belum seutuhnya mencerminkan kondisi lapangan pekerjaan yang baik dan layak.
Tingkat pengangguran di kalangan anak muda juga masih tinggi, yakni 19,4 persen. Adapun proporsi anak muda yang tidak bekerja dan tidak mengikuti pendidikan atau pelatihan juga tergolong tinggi, yakni 23,2 persen. Anak muda di sini adalah kelompok usia 15-24 tahun.
Hal lain yang dicermati adalah proporsi pekerja dalam pekerjaan rentan juga masih relatif tinggi, yakni 30,6 persen dari total pekerja. Pekerjaan rentan tersebut dimaknai sebagai pekerjaan-pekerjaan di luar sektor informal, pekerjaan yang mengandung risiko berbahaya, dan pekerja lepas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ekonom Organisasi Buruh Internasional (ILO) Jakarta, Owais Parray, di Jakarta, Kamis (14/12), menyampaikan, perekonomian RI banyak berubah, pada kondisi krisis tahun 1997/1998 dengan saat ini. Hal ini berdampak terhadap pekerjaan.
Kemarin, ILO merilis Laporan Ketenagakerjaan Indonesia 2017: Memanfaatkan Teknologi untuk Pertumbuhan dan Penciptaan Lapangan Kerja.
Sebelum 1997, misalnya, sektor manufaktur Indonesia tumbuh pesat dengan pertumbuhan lapangan pekerjaan yang sepadan. Namun, saat ini laju penciptaan lapangan pekerjaan di sektor manufaktur tumbuh melambat. Pada 2006-2016, pangsa pekerjaan di industri manufaktur hanya meningkat menjadi 13,1 persen.
Pada kurun tahun 1996-2006, orang-orang yang memiliki pekerjaan kedua tak mengalami banyak perubahan. Proporsinya sekitar 9 persen dari total pekerja. Namun, pada 2016, proporsi tenaga kerja yang mempunyai pekerjaan kedua meningkat menjadi lebih dari 15 persen.
Laporan ILO menyebutkan, salah satu penyebab hal itu adalah kemunculan teknologi digital yang memungkinkan pengaturan jam kerja lebih fleksibel.
”Saat ini, seluruh dunia sedang berada di era persaingan yang kompetitif. Arus investasi global masuk ke mana-mana. Pada waktu bersamaan, teknologi digital berkembang pesat dan mengubah lanskap industri, termasuk di dalamnya pekerjaan,” ujar Owais menjelaskan latar belakang tema Laporan Ketenagakerjaan Indonesia 2017.
Menurut dia, tantangan terbesar yang dihadapi Indonesia pada era persaingan yang kompetitif adalah cara meningkatkan kualitas keterampilan pekerja. Pemerintah perlu memahami bahwa teknologi digital yang kini berkembang merupakan sarana untuk memajukan kompetensi sumber daya manusia.
Laporan itu merekomendasikan agar Indonesia tidak boleh menolak perubahan akibat kehadiran teknologi digital. Teknologi dapat dijadikan sebagai katalis menciptakan sumber-sumber perekonomian baru yang bernilai tinggi. Hal ini seiring dengan kondisi pasar tenaga kerja yang kian dinamis.
Meski demikian, pengaruh teknologi digital yang mengganggu ketenagakerjaan di Indonesia juga mesti disadari. Gangguan ini antara lain berupa harga robot atau sistem robotik untuk industri yang semakin murah.
Berangkat dari proyeksi itu, kata Owais, seharusnya Pemerintah RI mulai menyusun dan memiliki bank data perihal kondisi tenaga kerja dan sistem informasi lapangan pekerjaan terkini. Data itu harus rutin diperbarui.
Guru Besar Ekonomi Internasional Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Mari Elka Pangestu berpendapat, pemerintah mesti lebih dulu mengetahui keterampilan yang dibutuhkan industri. Pemerintah juga mesti tahu soal keterampilan yang diprioritaskan dan dirasa mendesak diperbarui.
Setelah itu, pemerintah harus mengetahui dan menyusun standar kompetensinya. Kemudian, pemerintah membangun sistem pemantauan dan platform lapangan pekerjaan. ”Mereka yang memiliki pekerjaan di sektor informal juga tidak boleh dilupakan. Mereka harus memperoleh perlindungan,” kata Mari.
Vokasi
Asisten Deputi Bidang Perniagaan, Kewirausahaan, dan Ketenagakerjaan Sekretariat Kabinet Roby Arya Brata mengatakan, pemerintah telah mengajak pihak swasta terlibat dalam peningkatan keterampilan tenaga kerja. Keterlibatan itu misalnya dalam revitalisasi balai latihan kerja dan penyusunan kurikulum pendidikan vokasional.
Terkait penyerapan tenaga kerja, Roby menyebutkan akan ada 25 kawasan ekonomi khusus di Indonesia. Setiap kawasan ekonomi ini dipastikan akan menyerap tenaga kerja baru. Pemerintah mendorong investor yang akan masuk ke kawasan ekonomi khusus untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam membangun balai latihan kerja atau sekolah menengah kejuruan dengan mata pelajaran sesuai kebutuhan.
Asisten Deputi Ketenagakerjaan Kementerian Koordinator Perekonomian Yulius menyampaikan, pemerintah sedang mematangkan kurikulum vokasional, pemetaan, dan proyeksi lapangan pekerjaan yang dibutuhkan industri. Penyusunan melibatkan Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Sementara itu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Harijanto berpendapat, upaya yang harus dilakukan pemerintah adalah mengarahkan investasi pada penciptaan lapangan pekerjaan.
Ia mengakui, pemerintah melibatkan Apindo serta Kamar Dagang dan Industri untuk menyiapkan identifikasi keterampilan pekerjaan yang dibutuhkan dunia usaha dalam industri unggulan. (MED)
Sumber: Kompas, 15 Desember 2017