TELEPON genggam versi mutakhir terus diburu orang demi menjaga citra sebagai manusia yang update. Mereka tak hanya melihat penampilan peranti, tetapi juga kemampuan ”otak”-nya, yaitu sistem operasi dan fitur di dalamnya. Kini, pada sistem operasi, Android yang unggul. Namun, keberadaannya di Indonesia bakal dihadang oleh BandrOS.
Untuk mengontrol kinerja produk teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang mudah dibawa-bawa, seperti personal digital assistant (PDA), telepon seluler (ponsel), dan komputer tablet, digunakan sistem operasi mobile. Fungsinya lebih sederhana dibandingkan OS pada komputer desktop dan laptop.
Untuk menciptakan ponsel pintar (smartphone) yang serba bisa, para pakar TIK menghabiskan waktu 20 tahun sejak IBM memperkenalkan ponsel pintar pertamanya—dinamai Simon—tahun 1993. Setelah itu bermunculan OS lain, seperti Symbian (2000) pada ponsel Ericsson, BlackBerry (2002), Apple iPhone (2007), Android versi 1.0 (2008), dan Windows Phone OS (2010).
Android dirintis 10 tahun lalu oleh Andy Rubin dan tim. Awalnya mereka membangun platform untuk kamera pintar agar dapat terhubung ke PC, tetapi kemudian bergeser ke ponsel dan laptop tablet setelah diakuisisi Google tahun 2005.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kurang dari tiga tahun sejak kemunculan versi 1.0-nya, Android meraup pangsa 36 persen pada tahun 2011 menggeser Symbian (27 persen) yang sebelumnya di posisi teratas. Tahun ini pangsa pasar Android mencapai 750 juta atau lebih dari 72 persen.
Ponsel berbasis Android memang diminati karena memiliki berbagai fitur baru. Dalam waktu setahun sejak kemunculannya tahun 2008, telah ada 18 jenis ponsel yang ”dirasuki” Android. Pabrikan ponsel yang mendukung Android di antaranya Samsung, HTC, Motorola, Sony Ericsson, LG, dan Huawei.
Kini Android telah sampai versi 4.2 dan tengah disiapkan versi 5.0-nya untuk tampilan multimedia dan komunikasi dalam berbagai format.
Android paling progresif menampilkan fitur baru, berbasis open source, Linux. Karena berada pada platform atau penopang dasar sistem kerja komputer yang terbuka, pengembang peranti lunak dapat menciptakan sendiri aplikasi dan berbagi hasil aplikasi secara gratis. Selain menghimpun beragam ide inovatif, juga akan menekan harga sehingga lebih murah dari ponsel pintar lain.
BandrOS
Di Indonesia, dengan semangat kemandirian dicanangkan pengembangan peranti lunak open source melalui program Indonesia Goes Open Source (IGOS) pada tahun 2005. Sistem ini kemudian diterapkan di kantor pemerintah, perguruan tinggi, dan swasta.
Sistem terbuka ini, antara lain, dikembangkan di Pusat Penelitian Informatika LIPI sejak tahun 2006 dengan nama IGOS Nusantara. Pada awalnya, IGOS diterapkan di kelas desktop dan pada 2010 merambah ke ponsel.
Untuk dapat menerapkan open source pada ponsel pintar, peneliti TIK di LIPI merintis dengan membuat Single Board Computer pada stasiun pemantau cuaca. Tahun 2013 bekerja sama dengan Kementerian Kominfo dan Kementerian Ristek dibuat prototipe ponsel pintar yang disebut BandrOS, akronim dari Bandung Raya Operating System.
”BandrOS adalah sistem operasi open source berbasis Linux. Sistem operasi itu merupakan pengembangan dari sistem operasi desktop yang sudah diciptakan sebelumnya,” ujar Wawan Wardiana, peneliti komputer di Pusat Penelitian Informatika LIPI, yang pernah memimpin perancangan BandrOS. Pada tahap awal BandrOS diujicobakan di lingkungan pemerintah.
Menurut Wawan, versi pertama BandrOS diterapkan pada ponsel pintar buatan China yang banyak di pasaran. Pada versi selanjutnya Bandros akan disusupkan pada ponsel cerdas buatan industri dalam negeri, seperti PT Inti. Untuk itu ponsel harus sesuai dengan spesifikasi prototipe BandrOS.
BandrOS versi 1 dirancang untuk ponsel pintar berkapasitas prosesor hingga 1 gigahertz, memori 512 megabyte, dan menjalankan dua kartu telepon (SIM Card), serta terkoneksi dalam jaringan GSM, UMTS, bluetooth dan wi-fi. Memiliki layar sentuh 3,5 inci dengan resolusi 320 x 480 piksel. Ponsel pintar ini juga dilengkapi kamera dua sisi, 2 megapiksel (belakang) dan 0,3 megapiksel (depan). Menurut Wawan, jika nanti diproduksi massal, harga BandrOS Rp 875.000 per unit.
BandrOS memiliki kemampuan yang tak kalah dibandingkan Android. Aplikasi BandrOS akan dikembangkan lebih lanjut, antara lain sebagai identifikasi kehadiran dikaitkan dengan absensi karyawan, kata Wawan. ”Dengan adanya sistem GPS di dalamnya memungkinkan koneksi pada antena komunikasi lingkup terbatas di perkantoran. Dengan demikian, kehadiran seseorang termonitor dan dikaitkan dengan absensi,” katanya.
Oleh: YUNI IKAWATI
Sumber: Kompas, 11 Oktober 2013