Posisi Indonesia yang khas terletak di daerah tropis yang mendapat sinar matahari penuh sepanjang tahun berada di antara dua benua Australia dan Asia, antara Laut Pasifik dan Laut India ternyata pegang peran penting dalam iklim dunia.
Indonesia dianggap penting karena, “Atmosfer dunia itu satu system, dan terbagi atas tiga bagia besar yaitu utara, tengah (ekuator) dan selatan. Apa yang terjadi di utara berkaitan dengan yang di tengah dan selatan. Demikian juga sebaliknya,” kata Surjadi W.H., Kepala Sub Bagian Peramalan dan Jasa Meteorologi di ruang kerjanya.
Kalau melihat peta dunia, menelusuri khatulistiwa ke arah timur, ada benua Afrika yang seluruhnya daratan, lalu ada perairan yang luas. Kemudian ada Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau yang dikelilingi air. Makin ke timur, akan bertemu dengan Peru di Amerika Selatan, yang daratan juga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kalau Afrika mendapat sinar matahari, panas matahari dipantulkan kembali ke atas, dan persoalan selesai. Tapi di Indonesia, pemanasan oleh matahari itu mengenai daratan (pulau) dan perairan (laut) pada saat bersamaan sehingga terbentuk suatu sistem yang tidak terpisahkan antara laut dan daratan. Karena pemantulan panas ini berbeda antara daratan dan perairan, terjadi gerakan-gerakan udara naik dan turun yang bukan hanya mempengaruhi iklim di Indonesia tapi juga di utara dan selatan.
EI-Nino dan Indonesia
Awal bulan Maret tahun ini, di Jakarta ada seminar internasional yang khusus membahas observasi atmosfer ekuator di atas Indonesia. Dalam seminar internasional tersebut, Toshio Yamagata dari Research Institute for Applied Mechanics Universitas Kyushu, Jepang menyebutkan kini para ahli sepakat bahwu hubungan timbal balik positif antara lautan dan udara berperan panting dalam terjadinya El-Nino/Osilasi-Selatan (ENSO).
Penelitian pakar meteorologi dunia menunjukkan, ada hubungan antara El-Nino/Osilasi Selatan (ENSO) dengan pemanasan daratan di bagian barat Laut Pasifik, termasuk Indonesia. Dua pakar meteorologi Jepang, Nitta dan Motoki pada tahun 1987 menduga bahwa terjadinya ENSO mungkin dirangsang dari
daerah Pasifik barat dekat Indonesia oleh tiupan angin barat yang berasosiasi dengan badai lintas ekuator.
El Nino sendiri adalah keadaan tidak umum (anomali) dalam fluktuasi suhu muka laut (SML) di pantai Peru. Pada sekitar akhir Desember, SML –merupakan parameter untuk menentukan sistem klimat karena SML bisa menentukan pengaliran panas permukaan laut– di Laut Pasifik dekat pantai Peru secara tidak biasa menjadi hangat (dalam bahasa setempat, El-Nino berarti anak Tuhan). Variasi SML lokal ini ternyata berhubungan dengan variasi SML global di Cekung Pasifik. Anomali ini berulang dengan interval beberapa tahun.
Di sisi lain, di belahan selatan terjadi juga perbedaan tekanan udara tinggi rendah seperti gerakan gergaji yang dikenal sebagai Osilasi Selatan. Antara fenomena El-Nino dan Osilasi Selatan ternyata berhubungan positif dan ini pertama kali ditemukan oleh pakar meteorologi V. Bjerknes pada tahun 1966.
Padahal anomali curah hujan dan temperatur global dunia berhubungan dengan ENSO secara signifikan.
Penelitian kemudian memperjelas hubungan antara EL Nimo dan Osilasi Selatan. Ada dua keadaan distribusi konveksi pengaliran panas melalui udara atau laut karena aktivitas laut di cekung Pasifik. Keadaan pertama yaitu keadaan normal. Pada keadaan ini, demikian Akimasa Sumi dari Institut Geofisika Universitas Tokyo dalam seminar yang sama, konveksi berada di atas Asia Selatan pada musim panas dan di perairan benua (Indonesia) pada musim dingin. Keadaan kedua yaitu konveksi berada di tengah Laut Pasifik.
Kelihatannya lokasi konveksi di atas laut benua berasosiasi dengan hangatnya SML di Laut Pasifik Barat dan rendahnya tekanan udara di perairan benua. Pada keadaan ini SML di lepas pantai Peru distribusinya normal. Sebaliknya, konveksi di daerah tropik bergeser ke arah timur ketika ENSO terjadi. Keadaan ini menunjukkan fenomena di atas adalah aspek khusus dari keseluruhan sistem yang disebut sistem pasangan laut-atmosfer.
Pasifik Barat
Lautan dipengaruhi oleh tekanan angin, angin dipengaruhi oleh konveksi panas, dan konveksi panas ditentukan oleh suhu muka laut. Perbedaan kemampuan menghantar panas antara daratan dan lautan inilah yang sebenarnya menyebabkan gerakan di atmosfer.
Dalam makalahnya Sumi juga menjelaskan pentingnya peranan daerah Pasifik barat dalam pola iklim dunia. Penelitian terbaru sejumlah pakar iklim menunjukkan hubungan yang kuat antara kondisi di daratan dengan sistem pasangan laut-atmosfer. Melalui sejumlah penelitian, makin jelas bahwa tingkah laku atmosfer dan lautan di daerah barat Pasifik amat penting.
Mgngerti tingkah laku musim hujan Asia amat penting untuk mengerti klimat dunia. Ini tidak lain karena sejumlah besar air bersuhu hangat di muka Bumi serta aktivitas konveksi yang paling energik dan intensif berada di daerah Pasifik Barat, dan sirkulasi air dijaga melalui musim hujan Asia.
Hal ini didukung pula oleh kenyataan yang bertolak dari pandangan suhu muka laut harus dianggap sebagai nilai mutlak, bukan anomali. Dengan pandangan demikian, El-Nino adalah ekspansi dari air hangat yang berkumpul di bagian barat Pasifik.
Menurut Sumi, ada beberapa kondisi untuk terjadinya EINSO, salah satu kondisi adalah berkumpulnya air bersuhu hangat di bagian barat Pasifik, tiupan angin barat dan siklon kembar yang dihasilkan oleh tiupan angin barat. Jika kedua kondisi ini berlangsung sempurna, awal ENSO akan dimulai. Pandangan ini, demikian Sumi, tidak mengesampingkan kemungkinan kondisi yang diperlukan untuk terjadinya ENSO dikontrol sobelumnya oleh keadaan anti-ENSO, yang dikenal sebagai La Nina.
Sebagai contoh Sumi menyebutkan berbagai penelitian adanya hubungan antara berkumpulnya air hangat di wilayah Pasifik Barat dengan musim hujan di India. Demikian pula hubungan antara jatuhnya salju di daerah Asia-Eropa (Eurasia) dengan musim salju di India sejak lama sudah diamati.
Kesimpulannya, menurut Sumi, ENSO dapat dianggap sebagai tingkah laku sistem pasangan daratan-laut dan atmosfer (coupled land-ocean-atmosphere/COLA) di bawah pengaruh Penyinaran tahunan matahari.
Untuk mengerti COLA, kuncinya ada di wilayah barat Pasifik, termasuk Indonesia, dan musim hujan di Asia. Terutama amat penting mengerti bagaimana ekspansi air hangat di wilayah barat Pasifik bergerak ke timur dan menimbulkan ENSO.
Radar Ekuatorial
Untuk melindungi atmosfer Bumi dari berbagai masalah, seperti terjadinya efek rumah kaca yang diperkuat dan menipisnya lapisan ozon di atmosfer, yang pertama-tama harus dimengerti pastilah atmosfer sendiri.
Nyatanya baru sedikit sekali yang dimengerti pakar geofisika dan geodesi mengenai atmosfer daerah tropis. Untuk mendapatkan lebih banyak data mengenai atmosfer daerah tropis, diusulkan pendirian Radar Ekuatorial di Bukittinggi, Sumatera Barat, bekerja sama dengan pemerintah Jepang. Melalui proyek yang disebut International Center for Equatorial Atmosphere (ICEAR), Indonesia menjadi pusat penelitian atmosfer wilayah tropis. Hasil proyek ini digabungkan dengan proyek dunia lainnya akan memberikan pengertian lebih jauh mengenai atmosfer Bumi ini. (nmp/msh)
Sumber: Kompas, 25 Maret 1990