Adu Rancangan dan Inovasi Jembatan di Kompetisi Jembatan Indonesia

- Editor

Senin, 11 November 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Inovasi dalam pembangunan infrastruktur tidak hanya merupakan topik perkuliahan, tetapi juga langsung dipraktikkan dan diuji di lapangan. Kompetisi Jembatan Indonesia dan Kompetisi Bangunan Gedung Indonesia mengadu perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi untuk merancang dan membuat model infrastruktur dengan inovasi sesuai kondisi lapangan.

Juri sekaligus penggagas Kompetisi Jembatan Indonesia (KJI) dan Kompetisi Bangunan Gedung Indonesia (KBGI) Fauzri Fahimuddin mengatakan ada berbagai aspek yang dinilai dari lomba tersebut, terutama untuk jembatan.

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Ketua Pusat Unggulan Teknologi Infrastruktur Politeknik Negeri Jakarta Fauzri Fahimuddin menjadi juri pada Kompetisi Jembatan Indonesia XV di Politeknik Negeri Jakarta, Depok, Jawa Barat, Jumat (8/11/2019).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Tentunya jembatan harus kuat dan tahan lama. Akan tetapi, ada aspek lain yaitu mudah dibangun, mudah dirawat, indah secara estetika, berdampak pada perkembangan ekonomi lokal, dan tidak bergetar atau pun bengkok ketika digunakan walaupun kokoh” kata dia di sela-sela pembukaan lomba di Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) di Depok, Jawa Barat, Jumat (8/11/2019).

Kompetisi Jembatan Indonesia tahun ini merupakan yang ke-15, dan KBGI yang ke-11. Ada tiga jenis jembatan yang diuji pada kompetisi ini, yakni jembatan baja berskala 60 meter. Peserta harus membangun model jembatan tersebut dengan ukuran panjang 6 meter. Tipe kedua adalah jembatan kabel, dan yang ketiga adalah jembatan lengkung. Untuk dua tipe ini peserta harus membangun model berukuran 2 meter x 8 sentimeter.

Sementara itu, untuk KBGI peserta ditantang merancang gedung dua lantai yang tahan gempa. Rancangan itu kemudian dibangun model berukuran skala 1:10 dengan memakai bahan tripleks dan baja ringan. Total ada 24 kelompok dari 20 perguruan tinggi yang mengikuti lomba. Selain dari PNJ mereka antara lain dari Universitas Hasanuddin, Politeknik Negeri Bandung, dan Universitas Gadjah Mada.

Fauzri yang juga Ketua Pusat Unggulan Teknologi Infrastruktur PNJ menjelaskan, gagasan melaksanakan KJI muncul ketika ia selesai menyelesaikan studi doktoral di Institut Teknologi Tokyo, Jepang pada tahun 2007. Pada masa itu kompetisi teknologi di Tanah Air umumnya adalah robotika dan teknologi digital. Padahal, teknik sipil juga memiliki berbagai inovasi yang menarik dan patut dikembangkan.

“Lokasi jembatan sangat menentukan bentuk dan materialnya. Misalnya, di wilayah pinggir pantai sebaiknya tidak memakai baja karena kandungan garam di udara dapat mengakibatkan karat. Belum lagi memperhitungkan kondisi kepadatan tanah, angin, cuaca, dan fungsi jembatan bagi masyarakat lokal,” tuturnya.

Ia mengungkapkan, para pemenang lomba ketika lulus kuliah biasanya bekerja di perusahaan konstruksi dan mengembangkan model jembatan rancangan mereka semasa kuliah. Bahkan, pemerintah daerah Malang, Jawa Timur, membangun jembatan karya para mahasiswa Universitas Brawijaya yang memenangi KJI beberapa tahun silam.

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Tim Universitas Negeri Malang memaparkan jembatan rangka baja rancangan mereka di hadapan dewan juri Kompetisi Jembatan Indonesia XV di Politeknik Negeri Jakarta, Depok, Jawa Barat, Jumat (8/11/2019).

Filsafat dan inovasi
Dalam KJI landasan falsafah dan inovasi yang dibuat oleh peserta turut masuk ke dalam penilaian. Contohnya adalah jembatan “Askara Garuda” yang dirancang oleh tim Universitas Negeri Malang. Riko Ade, ketua tim memaparkan jembatan tersebut terbuat dari rangka baja dengan lokasi target pembangunan di Sampang, Madura, Jawa Timur.

“Falsafahnya jembatan bukan cuma sebagai moda transportasi, tetapi juga pemersatu masyarakat yang berbeda-beda agar semakin kaya budayanya,” ujarnya.

Jargon “beda itu kokoh dan beda itu indah” diterapkan oleh tim ke dalam inovasi jembatan yang memakai kombinasi dua jenis rangka, yaitu tiang penopang (truss) model Warren dan model K. Menurut Riko, penggabungan ini bisa meminimalisir lendutan (lekukan ke bawah ketika jembatan dilewati beban berat) dan bobot jembatan juga lebih ringan.

“Bahan baja dipilih karena mudah didapat dan dirakit. Tidak masalah jembatan baja dibangun di tepi pantai selama pengecatannya menggunakan ketebalan 150 mikrogram,” ucapnya. Dari sisi estetika, jembatan dilukisi pola-pola tradisional dari berbagai suku bangsa Nusantara sebagai simbol persatuan.

Sementara itu, tim dari Universitas Muhammadiyah Malang memilih ikut di kategori jembatan lengkung. Menurut Nizar Rivaldi dan Fadhal Fayadh Syukri, tantangan merancang jembatan jenis ini lebih sulit karena ukuran lengkungan di bawah jembatan harus tepat. Jika tidak, bukan hanya melendut, jembatan bahkan bisa patah jika dilewati beban berat seperti rentetan truk dan bus di kala macet.

“Kami membuat inovasi pada jarak antar hanger di bawah lengkungan, yaitu 230 sentimeter, 330 sentimeter, dan 300 sentimeter. Pola ini bisa menurunkan lendutan, walaupun bobot jembatan jadi lebih ringan,” kata Nizar.

Peserta kategori jembatan kabel salah satunya adalah tim PNJ yang terdiri dari Samuel Ronal dam Rangga Danisworo. Mereka membuat inovasi peredam getar lateral jembatan ketika dilalui kendaraan. Caranya adalah memasang peredam di antara pilon dan gelagar. Menurut Samuel, peredam biasanya dipasang di bawah jembatan sehingga tidak terlihat. Namun, tim justru merancang agar peredam bagian dari estetika jembatan.

“Kita harus percaya diri dengan inovasi masing-masing. Makanya di model jembatan nanti justru peredam menjadi sekaligus dekorasinya,” tuturnya.–LARASWATI ARIADNE ANWAR Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 10 November 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB