Dalam 15 tahun terakhir, sebanyak 7,8 miliar data pribadi secara global yang ada di website, portal, media sosial, dan e-mail provider telah bocor. Dari jumlah itu, hingga 400 juta data pribadi adalah milik warga negara Indonesia. Untuk itu, kebutuhan akan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi mendesak diselesaikan.
“Beberapa pihak security researcher dalam 15 tahun terakhir menemukan ada 7,8 miliar data pribadi yang dapat diperjualbelikan dan diunduh gratis. Dati total data itu, kami memiliki 5,5 miliar data pribadi untuk kebutuhan riset. Ini menunjukkan betapa mudahnya data pribadi dimiliki pihak lain,” ujar Pengamat Teknologi dan Ahli Cyber Forensic Ruby Alamsyah, di Jakarta, Senin (27/5/2019).
KOMPAS/SHARON PATRICIA–Diskusi “Pentingnya Perlindungan Data Pribadi untuk Konsumen”, di Jakarta, Senin (27/5/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Paparan ini disampaikan dalam diskusi terbatas mengenai “Pentingnya Perlindungan Data Pribadi untuk Konsumen”. Hadir pula dalam acara tersebut, yaitu Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian, Juru Bicara BSSN Anton Setiawan, dan Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo.
Dari sekitar 400 juta data warga negara Indonesia, Ruby menyampaikan yang mirisnya adalah ada hingga belasan juta data perdagangan elektronik atau e-dagang yang bocor. Data yang ditampilkan pun cukup lengkap, yaitu nama lengkap, e-mail, tanggal lahir, nomor ponsel, hingga kata sandi.
Ruby menyampaikan, belasan data dari e-dagang yang bocor tidak diakui pemerintah. “Sedemikian naif kah tidak mengakui kejadian ini. Padahal dengan modal Rp 20 juta saja, tidak perlu ahli forensik digital atau pun ahli keamanan data kita dapat melihat di mana data e-dagang tersebut bocor,” kata Ruby.
KOMPAS/SHARON PATRICIA–Pengamat Teknologi dan Ahli Cyber Forensic Ruby Alamsyah.
Berdasarkan analisis mendalam, Ruby menyampaikan, tidak hanya data pribadi masyarakat, namun isu keamanan nasional juga menjadi hal yang mengkhawatirkan. Sebab data-data pribadi yang harusnya bersifat rahasia, namun dapat dieksplor dan dimanfaatkan oleh siapa pun.
Untuk itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) mendesak diselesaikan demi menjaga keamanan data pribadi. Namun hingga kini, draf RUU tersebut belum juga disampaikan pemerintah kepada DPR.
Hinsa Siburian menyampaikan, DPR harus mampu menyelesaikan RUU ini dalam sisa periode empat bulan ke depan. “UU ini kan inisiatif dari DPR dan memang kebutuhan masyarakat. Saya yakin dan percaya ini akan bisa segera diselesaikan,” ujarnya.
KOMPAS/SHARON PATRICIA–Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian
Lebih lanjut, Hinsa mengatakan, BSSN membutuhkan berbagai masukan dari pakar keamanan data serta masyarakat dalam menyempurnakan UU PDP ini. Dengan adanya UU PDP, akan ada manfaat bagi keamanan dan pertahanan, bahkan kesejahteraan ekonomi.
Anton Setiawan juga mengatakan, dalam proses penyusunan RUU PDP, BSSN mengikuti prosesnya. Sejauh ini sudah ada kebulatan dari pemerintah dan tinggal ditandatangani Presiden untuk kemudian diserahkan ke DPR.
“Dengan adanya RUU PDP yang baru, maka pengendali data pribadi yang mendapatkan data pribadi kita tanpa sepersetujuan dan sepengetahuan kita yang kemudian mentrasfer data itu ke wilayah Indonesia dapat lebih mudah ditangani,” ujarnya.
Namun, jika berbicara e-dagang yang penjualannya sudah antarnegara, maka perlu prinsip dalam melarang perlindungan data pribadi. Ini juga mendorong industri elektronik untuk membuat pedoman perilaku.–SHARON PATRICIA
Editor ANDY RIZA HIDAYAT
Sumber: Kompas, 27 Mei 2019