Belanja Litbang Minim
Total belanja riset nasional yang terus di bawah 0,1 persen terhadap produk domestik bruto jadi bukti belum selarasnya peneliti dengan pengambil kebijakan. Padahal, kekuatan riset jadi salah satu pemicu kemajuan ekonomi. Karena itu, Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional XI siap mendorong keberpihakan pemerintah pada riset.
“Kipnas (Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional) nanti harus bicara lebih nyaring. Kami konsolidasikan pikiran semua pihak,” kata Ketua Tim Ilmiah Kipnas XI Lukman Hakim di sela-sela Kick Off Penghargaan Sarwono Prawirohardjo, Sarwono Memorial Lecture, Kipnas, dan Indonesia Science Expo, Jumat (5/6), di Jakarta. Turut hadir antara lain Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iskandar Zulkarnain, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Sangkot Marzuki, dan Rektor Universitas Al Azhar Indonesia Sardy Sar.
Kipnas merupakan agenda empat tahunan LIPI, yang tahun ini dijadwalkan 8-9 Oktober 2015. Dalam kongres tersebut, sejumlah pihak akan bertemu antara lain pakar dan peneliti Indonesia dari aneka bidang keahlian, praktisi, industriwan, dan lembaga swadaya masyarakat. Tujuannya, merumuskan solusi bagi masalah aktual bangsa dengan dasar ilmiah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat masih menjabat sebagai Kepala LIPI, Lukman menyadari bahwa posisi para peneliti kurang diprioritaskan untuk pertimbangan kebijakan. Oleh karena itu, ia mengajak para peneliti memanfaatkan Kipnas guna lebih aktif berbicara kepada publik ataupun pemerintah.
Harapannya, ilmuwan bisa lebih berinteraksi dengan para pengambil keputusan di pemerintahan melalui kongres tersebut. Dampaknya, hasil-hasil penelitian betul-betul dimanfaatkan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa.
Lukman pun merujuk pada kemajuan ekonomi dua negara Asia yang didorong oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu India dan Tiongkok. Besaran belanja penelitian dan pengembangan (litbang) India saat ini sekitar 1,2 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB). Dalam kongres ilmu pengetahuannya, India mendeklarasikan anggaran tersebut harus berporsi 2 persen terhadap PDB pada 2020.
Untuk Tiongkok, Lukman menekankan pada konsistensi negara tersebut dalam meningkatkan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi sejak lama. Pada 1985, Partai Komunis Tiongkok menyatakan, anggaran belanja litbang nasional harus naik 20 persen setiap tahun. Tiongkok pun mampu menyalip Jepang dalam hal kekuatan ekonomi 20 tahun kemudian.
Lukman menambahkan, pada tahun 2020, Tiongkok berambisi memiliki total belanja litbang sebesar 3 persen terhadap PDB. Dengan belanja litbang yang saat ini belum mencapai 2 persen, Tiongkok bahkan sudah mampu menjadi kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Berdasarkan situs bisnis MarketWatch, besaran ekonomi Tiongkok mencapai 17,6 triliun dollar AS, sedangkan besaran ekonomi AS 17,4 triliun dollar AS. Dengan demikian, AS bergeser ke nomor dua (Kompas, 8/12/14).
Belanja litbang stagnan
Lukman tidak melihat konsistensi semacam di Tiongkok pada Pemerintah Indonesia. Buktinya, sekitar sepuluh tahun terakhir, belanja litbang nasional cenderung stagnan, 0,08 persen hingga 0,09 persen terhadap PDB. Padahal, Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI) mengamanatkan belanja litbang harus 1 persen terhadap PDB mulai 2014.
“Target dipasang, tetapi tidak ada rencana aksi untuk mencapainya,” ujar Lukman. Ia berharap Kipnas menjadi ajang tukar pikiran para ilmuwan guna mengatasi masalah tersebut.
Iskandar Zulkarnain mengatakan, Kipnas juga bertujuan memberi solusi terhadap masalah-masalah yang diproyeksikan menjadi isu strategis dalam 5-10 tahun mendatang antara lain masalah pangan, energi, dan air. Saat ini, gambaran permasalahan tersebut sudah terlihat, baik di tingkat regional maupun global.
Kipnas juga menjadi momentum bagi ilmuwan untuk berkontribusi mewujudkan visi dan misi pemerintah sekarang yang sering disebut sebagai Nawacita. “Oleh karena itu, Kipnas XI tahun ini bertema ‘Signifikansi dan Kontribusi Ilmu Pengetahuan bagi Indonesia Sejahtera’,” ujar Iskandar. (JOG)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Juni 2015, di halaman 13 dengan judul “Riset Belum Juga Diperhatikan”.
Posted from WordPress for Android