Kerusakan Lingkungan Ancam Kesehatan

- Editor

Kamis, 16 April 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Keanekaragaman hayati berpengaruh penting terhadap kondisi kesehatan masyarakat di Indonesia. Selain mencegah penyebaran penyakit, sumber daya hayati berpotensi dikembangkan sebagai obat untuk beragam penyakit.

Namun, keberadaan keanekaragaman hayati terancam eksploitasi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati besar-besaran. Demikian benang merah diskusi pakar “Keanekaragaman Hayati untuk Kesehatan Manusia”, Rabu (15/4), di Jakarta, yang diadakan Yayasan Kehati.

“Jika keanekaragaman hayati punah, itu artinya manusia ikut punah. Kita tak akan pernah bisa mengembalikannya secara utuh,” kata Tukirin Partomihardjo, ahli tanaman dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hal itu berpengaruh terhadap kondisi kesehatan masyarakat. Sekitar 60 persen penyakit yang menjangkiti manusia seperti malaria dan diare karena kerusakan keanekaragaman hayati. “Diperkirakan tiga jenis biota punah tiap jam. Penyebab terbesar adalah pembangunan yang menguras sumber daya alam dan keanekaragaman hayati,” ujarnya.

Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Sabarinah mengatakan, pemahaman masyarakat tentang pentingnya keanekaragaman hayati bagi kesehatan masih minim. Masyarakat memilih berobat saat sakit, tak menjaga kesehatan melalui lingkungan bersih. Jika pohon berkurang, suhu naik sehingga vektor penyakit seperti nyamuk akan kontak dengan manusia.

Menurut Tarsoen Waryono, dosen Departemen Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UI, yang juga Pengelola Hutan Kota UI, di kota besar seperti Jakarta, kurangnya keanekaragaman hayati berpengaruh terhadap kesehatan. Polusi tanpa ruang hijau memadai memicu penyakit pernapasan. “Dalam 7-8 tahun, DKI Jakarta hanya sehat 11 hari per tahun,” ujarnya.

Untuk itu, perlu pengurangan risiko atau mitigasi dalam menangani keanekaragaman hayati yang berpengaruh pada kesehatan. Caranya, melestarikan hutan, flora, fauna, dan ekosistemnya. “Yang terpenting, paradigma pembangunan harus berkelanjutan dalam keanekaragaman hayati lestari,” kata Tukirin.

Di Indonesia, menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 terkait ruang terbuka hijau (RTH), tiap daerah seharusnya menyisihkan 30 persen dari luas wilayahnya untuk RTH. Itu dapat menjaga keanekaragaman hayati, misalnya mahoni (Swietenia macrophylla) penangkal partikel debu dan polusi, kenari (Canarium commune) pelerai kebisingan, dan kelor (Moringa oleifera) penjerap limbah. “Belum ada daerah merealisasikan,” ujar Tarsoen.

Selain itu, keanekaragaman hayati berpotensi dimanfaatkan sebagai bahan baku obat atau jamu. Indonesia memiliki 1.845 jenis tumbuhan untuk obat dan 250 jenis di antaranya berasal dari hutan. Hasil tumbuhan itu dapat berupa jamu. “Namun, sekitar 90 persen bahan baku obat-obatan di Indonesia diimpor,” kata Direktur Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Martha Tilaar Nuning S Barwa.

Bambang Nurianto, Kepala Subbidang Pengembangan dan Pemanfaatan Bidang Sumber Daya Genetika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan, pihaknya telah membuat 70 taman keanekaragaman hayati di hampir semua kabupaten/kota di Tanah Air. Hal tersebut bertujuan untuk pelestarian dan pendataan keanekaragaman hayati di daerah. “Tahun ini kami targetkan membuat 20 taman,” ucapnya. (B05)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 April 2015, di halaman 13 dengan judul “Kerusakan Lingkungan Ancam Kesehatan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Maung, Mobil Nasional yang Tangguh dan Cerdas: Dari Garasi Pindad ke Jalan Menuju Kemandirian Teknologi
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB