Menghadirkan telepon seluler pintar dengan harga di bawah 100 dollar AS, itulah keinginan yang dilontarkan Sundar Pichai yang menjabat Senior Vice President Google dalam sambutan di perhelatan Google I/O Juli 2014 lalu.
Pichai yang membawahkan pengembangan sistem operasi Android ini mengungkapkan pada Juni 2014 sudah ada 1 miliar perangkat yang ada di tangan warga dunia, dan menginginkan agar makin banyak lagi. Untuk itu, mereka harus menyelesaikan masalah utama, yakni perangkat yang terlampau mahal.
Pada saat itulah, nama Android One diucapkan untuk pertama kalinya. Goo-gle menyadari masalah utama dari ponsel pintar murah yang saat ini beredar di pasaran memiliki kualitas produk yang rata-rata mengecewakan, mulai dari spesifikasi yang kurang mumpuni dan lambat prosesnya hingga layar sentuh yang tidak responsif, ditambah dengan versi Android yang ketinggalan. Hasilnya adalah produk yang meninggalkan pengalaman buruk bagi penggunanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Itulah mengapa Android One diajukan sebagai solusi, yakni menghadirkan produk yang bisa dibuat oleh produsen lokal dan diedarkan di kawasan yang terbatas. Layaknya lisensi untuk membuat seri Nexus, memberi dukungan dalam bentuk identifikasi komponen yang bisa digunakan untuk memastikan kualitas terbaik dengan harga terjangkau. Tidak hanya itu, dukungan lain yang diberikan adalah sis-tem operasi terbaru. Dengan demikian, ponsel tersebut memiliki keunggulan yang tidak dimiliki ponsel dalam rentang harga yang sama atau bahkan dari yang lebih mahal.
Pichai saat itu tidak sekadar melontarkan wacana, tetapi juga mengungkapkan bahwa inisiatif tersebut sudah mulai dijalankan. Dia mengumumkan tiga mitra di India yang akan memproduksi Android One, yakni Karbonn, Spice, dan Micromax.
Android One merupakan inisiatif dari Google untuk menghadirkan ponsel pintar harga terjangkau sekaligus memiliki kualitas. Indonesia adalah tujuan selanjutnya dari Google setelah sebelumnya meluncurkan Android One di India. Di tanah air, mereka bekerja sama dengan tiga vendor lokal yakni Evercoss, Nexian, dan Mito.
Hanya dalam waktu dua bulan, rencana tersebut terwujud. Meski meleset dari niat semula karena harganya sedikit di atas 100 dollar AS, tiga produsen itu merilis ponsel dengan spesifikasi yang sama, yakni layar 4,5 inci, mampu menjalankan dua kartu SIM, prosesor empat inti berkecepatan 1,3 gigahertz buatan Mediatek, memori 1 gigabyte, penyimpanan internal berkapasitas 4 gigabyte, dan kamera belakang 5 megapiksel berpasangan dengan kamera depan 2 megapiksel.
Lollipop terbaru
Indonesia menjadi negara kedua untuk sasaran inisiatif ini. Google menggandeng tiga merek dalam negeri, yakni Nexian, Evercoss, dan Mito, untuk meluncurkan Android One. Ketiganya diluncurkan secara terpisah di awal Februari lalu dengan nama yang berbeda-beda. Evercoss merilis One X, Nexian dengan Journey One, dan Mito memilih nama Impact.
Spesifikasi yang diusung tidak banyak berubah kecuali beberapa perbaikan, seperti kapasitas penyimpanan internal yang meningkat menjadi 8 gigabyte. Keunggulan lain adalah sis-tem operasi Android yang terbaru, yakni Lollipop disematkan di dalamnya. Tidak berhenti di sana, tiga varian Android One merupakan produk pertama di dunia yang menjalankan Lollipop terbaru 5.1, sementara kebanyakan seri lain masih 5.0.2.
Ketiga jenis Android One yang ditawarkan Nexian, Evercoss, dan Mito adalah gawai yang sama. Ketiganya mengandalkan sistem penjualan daring. Nexian mengandalkan kanal daring untuk menjual Journey One dan batch pertama sebanyak 8.000 unit ponsel ludes dalam sepekan. Mereka meneruskan strategi penjualan melalui situs e-dagang dengan harga Rp 1 juta.
———————–
Sistem Operasi Dominasi Android Vs Para Penantang
Pencapaian sama dirasakan Evercoss yang menghabiskan batch pertama melalui kanal daring dan kini sudah menjual bebas One X di jalur distribusi milik Erafone.
Pengalaman
Kompas berkesempatan mencoba dua dari tiga ponsel Android One ini, yakni Journey One dan One X. Kesan sementara adalah inisiatif Android One berhasil memastikan bahwa kualitas produk terjaga meski ditawarkan dengan harga yang terbilang murah dan diproduksi oleh merek dalam negeri.
Hanya dengan mengeluarkan uang sebesar Rp 1 juta, kita bisa mendapatkan ponsel yang cukup kokoh dengan performa yang tidak mengecewakan. Layar ponsel cukup responsif untuk berpindah halaman, mengetik, ataupun memberikan perintah dalam aplikasi.
Desain ponsel relatif sama, yakni tulisan “Android One” yang tercetak kecil di bagian belakang. Yang membedakan barangkali bentuk dari lensa kamera belakang. Pilihan warna yang tersedia adalah hitam dan putih, kecuali Nexian yang juga menawarkan pilihan warna merah.
Tampilan antarmuka yang mengusung material design bisa dinikmati begitu menyalakan ponsel ini. Google memang merencanakan material design sebagai integrasi dari seluruh layanan mereka sekaligus menjadi prinsip desain aplikasi lain. Versi 5.1 memang tidak menawarkan sesuatu yang baru dibandingkan dengan versi 5.0.2, tetapi perbaikan kecil dan nyaris tidak terlihat bagi sebagian.
Google memperkenalkan aplikasi Volta sejak versi ini yang bertujuan mengelola konsumsi daya baterai demi menyelesaikan masalah konsumsi daya yang selalu dikeluhkan pengguna. Masing-masing produsen juga menyelipkan aplikasi mereka, seperti Xander dari Evercoss, untuk pengiriman file atau Nexian ID dari Nexian untuk memberi layanan purnajual.
Kesimpulan yang didapatkan, produk ini tidaklah istimewa dari sisi spesifikasi, tetapi sekaligus tidak mengecewakan untuk rentang harga yang ditawarkan. Bagi mereka yang ingin berpindah dari ponsel yang semula hanya untuk membuat panggilan atau pesan pendek, Android One bisa menjadi pilihan yang paling ekonomis. Setidaknya impian Google untuk menghadirkan ponsel pintar yang lebih terjangkau kini terlihat sebagai sesuatu yang nyata dan bisa diwujudkan.
(DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Maret 2015, di halaman 36 dengan judul “Android One, Ponsel Android untuk Semua”.
Posted from WordPress for Android