Peredaran makanan yang mengandung bahan aditif berbahaya masih tinggi. Sekitar 20 persen dari 420 sampel jajanan anak sekolah yang diteliti Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta mengandung bahan formalin, boraks, dan pewarna tekstil. Artinya, risiko penggunaan zat berbahaya hingga saat ini masih diabaikan masyarakat.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BB POM) DKI Jakarta Dewi Prawitasari, di Balai Kota Jakarta, Rabu (28/1), menyebutkan, selain pada makanan yang dijual di sekitar sekolah dasar, bahan-bahan serupa juga ditemukan pada makanan yang dijual pedagang kaki lima (PKL) di ajang Pasar Malam Jakarta (PMJ). BB POM mengawasi sekitar 200 pedagang di PMJ.
”Para pedagang umumnya mengaku tidak tahu dengan risiko pemakaian formalin, boraks, pewarna tekstil atau kertas, dan bahan berbahaya lain. Ada pula yang sengaja menggunakannya agar makanan awet dan menambah keuntungan,” kata Dewi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut dia, meski BB POM berulang-ulang menguji dan mengungkap penggunaan bahan berbahaya dalam makanan itu, sebagian pedagang tetap nekat menggunakan bahan tersebut.
”Padahal, kami telah sampaikan hasil penelitian, penyuluhan soal risiko bagi konsumen, dan sanksi atas pelanggaran aturan itu,” ujar Dewi.
Dengan dasar itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan BB POM DKI Jakarta berencana menandatangani kesepakatan kerja sama untuk memperkuat pengawasan peredaran pangan serta mempertegas pemberian sanksi bagi pelanggar. Kendati demikian, lanjut Dewi, lembaganya tak punya kewenangan untuk menindak pelaku secara langsung.
Sepanjang tahun lalu, BB POM DKI Jakarta merekomendasikan penindakan terhadap sembilan pedagang dan badan usaha karena mengedarkan obat atau bahan makanan tak berizin atau terlarang. Mereka umumnya dijerat dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Akan tetapi, tindakan hukum itu belum membuat sebagian pedagang jera. Situasi itu merugikan kesehatan konsumen, terutama anak-anak SD. Konsumsi bahan-bahan itu dalam jangka panjang dapat memicu kanker dan gangguan kesehatan lain, seperti anemia, muntah, diare, dan kerontokan rambut.
Sesuai amanat UU Pangan, setiap orang yang terlibat dalam rantai pangan wajib mengendalikan risiko bahaya pada pangan, baik dari bahan, peralatan, maupun sarana produksi, sehingga keamanan pangan terjamin. Pelanggar ketentuan ini dikenai sanksi administratif berupa denda, penghentian usaha sementara, penarikan pangan dari peredaran, ganti rugi, dan pencabutan izin.
Pengawasan rutin
Dalam sejumlah kesempatan, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berharap kerja sama dengan BB POM dapat meningkatkan pengawasan di lapangan. Selain pada jajanan anak sekolah, pengawasan rutin juga dilakukan di sentra PKL dan pedagang di pasar tradisional.
Kegiatan itu melibatkan petugas dari Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan DKI Jakarta; pengelola pasar; dan perwakilan pedagang. Tujuan utama, memastikan dagangan aman dan layak konsumsi.
”Kami ingin semua PKL terdata, baik lokasi jualan, jenis dagangan, maupun kadar gula dan garam yang terkandung di dalamnya. Data itu akan diintegrasikan sehingga memudahkan pengawasan,” kata Basuki.
Sejumlah sentra PKL akan dibangun menjadi percontohan jajanan sehat. Kawasan itu juga akan ditata agar lebih teratur dan tidak mengganggu fungsi taman, trotoar, ataupun badan jalan. Lokasi penataan itu antara lain berada di kawasan Blok S, Setiabudi, dan Melawai di Jakarta Selatan serta IRTI di kompleks Monumen Nasional, Jakarta Pusat.
Kerja sama juga akan memperkuat sanksi bagi pelanggar. Dengan melibatkan dinas perdagangan, sanksi berupa larangan berjualan atau pencabutan izin usaha bisa segera dijatuhkan kepada pelanggar. (MKN)
Sumber: Kompas, 29 Januari 2015